- 𝗨𝗽𝗱𝗮𝘁𝗲 𝗦𝗲𝘁𝗶𝗮𝗽 𝗛𝗮𝗿𝗶 -
Ria merupakan seorang mahasiswi yang dulunya pernah memiliki kedekatan dengan seorang pria bernama Ryan di dunia maya. Hubungan mereka awalnya mulus dan baik-baik saja, tapi tanpa ada tanda-tanda keretakan berakhir dengan menghilang satu sama lain. Sampai Ryan menghubungi kembali dan ingin memulai hubungan yang nyata.
Akankah Ria menerima atau menolaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nelki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Singapura
Beni yang tengah berdiskusi dengan tim perusahaan mendesah kesal saat ponselnya berbunyi. Siapa orang yang menghubungi di saat seperti ini? Pikiran yang tadinya jernih berubah keruh. Namun, setelah mengetahui orang yang menghubungi dia langsung ke labakan.
"Gawat, dia ke sini," katanya dengan panik setelah membaca sebuah pesan.
"Rapat ditunda!" kata Beni sambil berlari keluar ruang rapat
"Pak Ben tunggu dulu!" teriak asistennya Jony mengejar keluar.
"Tangani dulu Jon! Aku ada urusan penting yang mendesak," kata Beni sambil melambaikan tangan.
Jony tercengang melihat tingkah atasannya itu. Apa yang membuat dia sepanik itu? Pikiran Jony hampir saja melayang. Dia segera sadar untuk menangani orang-orang di ruang rapat.
...****************...
Turun dari pesawat dan disambut dengan semilir angin malam yang dingin. Untung saja bawahan sudah siap menjemputnya. Ryan masuk ke mobil Beni.
"Bagaimana keadaan perusahaan sekarang?" tanya Ryan.
" Kami tadi lagi membahasnya di rapat," kata Beni.
"Ke perusahaan!" perintah Ryan.
"Baik Bos," jawab Beni.
Sembari menyetir dia mengabari asistennya untuk menahan mereka. Beruntung orang-orang itu belum pergi. Jadi Jony lebih mudah untuk menahannya.
"Mohon kalian kembali lagi ke tempat duduk. Bos mau datang," kata Jony memberitahukan.
Orang yang sudah berjalan ke pintu keluar berhenti. Mereka saling pandang dan kembali duduk. Kata "Bos" ini membuat semua mempertimbangkan dua kali jika ingin pergi. Lagi pula mereka juga ingin melihat tampang bos yang sebenarnya.
Tak butuh waktu lama untuk sampai di perusahaan. Ryan turun dari mobil dan merapikan jasnya. Beni juga turut turun untuk menemani. Mereka memasuki gedung megah dengan tujuan ke ruang rapat.
Krek...
Pintu ruangan terbuka, penghuni di dalamnya serempak menoleh ke arah pintu. Sosok pria muda yang memiliki wajah tampan. Tubuh tinggi dengan stelan jas menambah kesan dominan. Siapa sangka Bos masih begitu muda?
Ryan melangkah ke kursi depan. Dia menyilangkan kaki sambil bersandar. Dia mengaitkan jari dan meletakkan tangan di meja. Sungguh pemandangan yang spektakuler dari seorang bos muda penuh wibawa.
"Siapa yang menekan perusahaan kita sampai seperti ini?" tanya Ryan serius.
Aura bos besar terlalu kental. Tak satupun berani menjawab pertanyaan. Beruntung Beni sudah siap sedia sejak menjemput bosnya.
"Beberapa minggu yang lalu ada yang ingin berkerjasama, tapi kami tolak. Alasannya proyek itu cenderung merugi. Siapa yang menduga sebuah perusahaan asing dari luar malah mendanainya. Tak hanya itu perusahaan asing itu juga menekan kita sampai turun seperti sekarang," jelas Beni kemudian mengusap keringatnya karena gugup.
"Oh..."
"Brak!" Suara meja digebrak oleh Ryan.
"Berani sekali mereka!" katanya kemudian.
"Sepertinya mereka menantangku. Baik aku layani kalian," kata Ryan sambil memberi kode untuk menyerahkan laptop di depan Beni.
Beni menyerahkan laptop itu. Dia melihat bosnya begitu serius. Kemudian, Ryan meminta asisten Beni untuk menyambungkan dengan proyeksi. Tampilan saham perusahaan dari waktu ke waktu. Apa yang ingin dilakukan oleh bosnya?
"Apa nama perusahaan asing itu dan komplotannya?"
"Perusahaan asing itu Polaris Industries dan komplotannya Royal Corporation," kata Jony.
"Lihat ini!" kata Ryan penuh penegasan.
Dalam waktu kurang dari satu jam, Ryan berhasil menjatuhkan saham lawannya. Saham perusahaan juga perlahan naik. Para hadirin tercengang dengan kemampuan bosnya. Pantas saja ada rumor kalau bos muda itu seorang jenius.
"Selesai, aku mau pulang dan beristirahat," kata Ryan dengan santainya.
"Ben, lanjutkan urusan lainnya. Besok aku ke sini lagi," pesan Ryan pada wakil perusahaan itu.
Beni mengangguk dengan patuh.
"Kamu siapa?" tanya Ryan pada asisten Jony.
"Saya Jony asisten Pak Ben," jawabnya.
"Antar saya pulang ke apartemen," kata Ryan sambil berdiri merapikan diri.
"Baik Bos," kata Jony menurut.
Mereka berdua turun ke parkiran, menaiki mobil Beni. Jony sudah dapat alamat apartemen dari atasannya. Dia harus menjaga image di depan bos besar.
Ruang rapat masih penuh orang. Saling memandang satu sama lain.
"Bos begitu hebat kenapa ga ngabarin dia dari awal," celetuk seorang sekretaris.
"Bener kalau dari awal ada dia. Pasti nih perusahaan kita ga sampe dipermalukan kaya gini," sahut karyawan lain.
"Diam kalian semua! Bos itu sibuk jangan ganggu waktu berharganya," kata Beni tegas.
Selanjutnya, Beni meminta bawah itu mengurus hal lainnya agar besok bos tidak marah.
...****************...
Apartemen mewah milik Ryan yang jarang ditempati. Paling hanya ada ayahnya jika kunjungan perusahaan. Siapa sangka kunjungan kali ini ada masalah?
Ayah Ryan duduk di sofa, dia menatap Ryan yang baru datang dengan menenteng jas. Kemeja putih berlengan panjang dan dasi hitam sudah cukup menampilkan tubuhnya yang bagus. Ayah memanggilnya duduk sebentar.
Ryan menurut dan duduk di sampingnya. Ayahnya yang tau anak lelakinya sedang dalam masalah hati mulai bertanya.
"Bagaimana cewekmu?"
Ryan menoleh dan menatap ayahnya. Dia mengalihkan pandangan. Dasi yang dikenakan dilepas. Dia menunduk dan berkata dengan nada putus asa.
"Gagal."
Sontak sang ayah tertawa. Akhirnya ada orang yang bisa membuat putranya yang sombong dan keras kepala menjadi seperti orang tak berguna. Beruntung sekali dia melihat kejadian langka ini.
"Ayah jangan ketawa lagi!"
"Iya, iya."
"Kok bisa kaya gitu? Cewekmu kabur sama cowok lain kah?"
"Jangan asal bicara Yah! Dia bukan tipe kaya gitu," bela Ryan.
"Semua cewek tuh sama aja. Asal kamu ada ini... " kata ayahnya sambil menggosok jari telunjuk dan jempol.
Kode itu artinya uang.
"Dia bukan cewek matre!" teriak Ryan.
"Oke, oke, dia cewek baik," kata ayah sambil merangkul pundak Ryan.
"Tapi kenapa dia tiba-tiba pergi? Bukannya waktu itu udah ada kesempatan."
"Aku ga tau Yah, salahku di mana? Mau ku samperin, tapi ada urusan di sini mana bisa aku diem aja. Kalau kakek nenek tau aku cuekin perusahaan yang bakal ku warisi, bisa dihukum aku."
"Sana tidur aja kalau gitu! Sementara kamu di sini aja ya cari cewek."
"Maksud Ayah apa nyuruh aku nyari cewek di sini?"
"Kamu itu udah dibuang. Apa kamu ga sadar?"
Ryan diam. Dia merenungi apa yang dikatakan ayahnya ada benarnya. Dia sudah dibuang buat apa kembali lagi?
"Lepaskan dia, cari yang lain aja!" kata ayah sambil menepuk-nepuk pundak Ryan.
Ayah pergi meninggalkan Ryan yang masih berpikir keras membuat keputusan untuk maju atau mundur. Dia lelah dengan semua. Mungkin benar aku harus merelakan, tapi apa aku mampu?
Ryan berjalan ke arah jendela, melihat gemerlap cahaya di gelapnya malam. Dia mendongak melihat langit malam. Pikirannya melayang penuh kebimbangan.
"Aku mungkin bisa mencobanya?" kata Ryan yang tak rela.
Hatinya sakit lebih sakit daripada putus dengan mantannya. Wanita kali ini terlalu membutakan hatinya. Membuat bekas luka yang menjalar di hatinya.
"Aku melepasmu karena itu keinginanmu. Jika kamu berubah pikiran kamu bisa langsung bilang. Aku masih berharap untuk bersamamu, Ria."
Mata Ryan berkaca-kaca. Dia menempelkan dahinya di kaca besar di depannya. Matanya terpejam menahan sakit di hati.