Bagaimana jadinya jika pernikahan yang telah dibina selama 10 tahun tak menghadirkan buah hati? Bagi sebagian orang itu sangat hampa. Tapi Bagi sebagian orang itu bukan masalah.
Seperti yang dialami pasangan suami istri, Agam dan Nisha. Mereka berdua seorang Dokter. Nisha terpaksa kehilangan rahimnya akibat kecelakaan 5 Tahun silam. Sampai sekarang Agam menerima itu. Cinta Agam pada Nisha tetaplah utuh. Namun Nisha malah mengambil keputusan, untuk mencari wanita yang mau melahirkan anak mereka lewat proses bayi tabung.
Bertemulah ia dengan Yasmine, seorang gadis muda berusia 25 tahun. Ia bersedia dengan tawaran Nisha. Namun saat harus mengandung anaknya Agam, ia malah memiliki perasaan pada adik kandung Agam yang mengalami redartasi mental,Lukka.
Mampukah Agam menepati janji setianya? Dan apakah Yasmine bisa menjaga perasaan Nisha?
Yuk, baca kisah mereka. Jangan lupa dukungan, kritik dan sarannya ya..😘😘❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wulan_zai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6 : Aku Membutuhkanmu
Yasmine menyerahkan proses pemakaman sang ibu kepada pihak Rumah Sakit. Di temani oleh beberapa petugas, Yasmine melepaskan kepergian Ibunya untuk yang terakhir. Bersama ribuan pasien yang gagal berjuang, kini ibu Yasmine beristirahat dengan tenang di pemakaman khusus itu.
"Ibu sudah berjuang sejauh ini, kini aku benar-benar sendirian, bu.."
Di iringi isak tangis, Yasmine meletakkan foto sang ibu di dekat batu nisan. Seikat bunga krisan berwarna putih juga ia letakkan disana.
Ia benar-benar kehilangan semuanya, semuanya. Sejak Lima tahun terakhir, Yasmine tak pernah berhenti menyalahkan dirinya.
Andai saja ia tak memaksa orang tuanya untuk datang hari itu. Andai ia bersabar, dan mau merayakan hari ulang tahunnya, setelah ujian selesai. Ia pasti masih bisa merayakan ulang tahun bersama kedua orang tuanya saat ini, esok, dan seterusnya.
Sungguh Yasmine menyesali sikap egoisnya. Andai ia bisa bersikap lebih dewasa saat itu, ia pasti masih memiliki segalanya.
-
Setelah proses pemakaman selesai, Yasmine kembali kerumah sakit untuk mengemasi barang sang ibu, dan menyelesaikan administrasi.
Sembari menata pakaian dan perlengkapan ke dalam tas, Yasmine terus meneteskan air mata. Ia benar-benar merasa putus asa. Hidup sebatang kara dan terlilit banyak hutang. Apakah ia sanggup menjalani sisa hidupnya sendirian. Tujuan hidupnya seperti hanya tersisa untuk melunasi hutang. Masa muda habis sia-sia, dan ia menyalahkan itu pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba tatapannya tertuju pada balkon. Pikirannya sungguh kalut, kacau. Membawa langkah kakinya menuju balkon tersebut.
Ia melihat ke bawah, jaraknya lumayan jauh. Karena ini lantai 23. Jika jatuh, maka kemungkinan besar ia akan langsung tewas.
Tanpa pikir panjang, Yasmine memanjat balkon tersebut. Ia menarik nafas dalam-dalam. Tak ada gunanya lagi ia tetap hidup. Keinginan untuk ikut dengan kedua orangtuanya begitu kuat.
Dalam sekejap, Yasmine sudah berdiri di atas pagar balkon setinggi 1,3 meter tersebut.
"Ayah, Ibu.., aku merindukan kalian..."
Brrukkk..!
Tubuhnya terjatuh dalam sekejap. Bukan terjun bebas ke luar, melainkan jatuh kebelakang. Bersama dengan Nisha yang juga terjatuh, karena ia menarik tubuh Yasmine begitu kuat.
"Apa yang kau lakukan..?!" Seru Nisha berusaha menyadarkan Yasmine.
Dengan cepat Yasmine bangkit, hendak memanjat balkon lagi.
"Kau sudah gila?!" Nisha menarik tubuh Yasmine sekuat tenaga.
"Biarkan aku mati..! Biarkan aku mati...!!" Pekik Yasmine meronta. Ia benar-benar sudah kehilangan akalnya.
"Yasmine.., sadarlah..." Panggil Nisha lembut, ia memegang wajah gadis itu dan menatapnya sendu.
Seketika Yasmine terdiam, ia mengamati wajah Dokter Nisha dengan deraian air mata mengucur deras.
"Kau tidak boleh seperti ini.., sadarlah.." Dengan penuh kasih sayang, Nisha membawa tubuh Yasmine kedalam pelukannya.
"Aku tidak ingin hidup lagi.., aku muak dengan dunia ini.." Tangis Yasmine pecah di atas bahu Nisha.
"Masih banyak hal-hal indah menantimu di depan sana. Apa kau tidak ingin menunjukkan pada ibumu, bahwa kau bahagia? Dia pasti sangat sedih melihatmu seperti ini." Tak terasa Nisha juga meneteskan air matanya. Ia mengusap pelan punggung gadis malang itu, untuk membuatnya lebih tenang.
Mendengar itu, Yasmine melepaskan pelukannya pada Nisha. Ia menatap parau wajah wanita yang menurutnya sangat beruntung itu. Karir, keluarga, keuangan dan masa depan. Ia melihat semua hal itu sangat cerah untuk Nisha, yang seorang Dokter. Sementara dirinya?
"Hal indah..? Aku akan menghabiskan waktu setidaknya 20 tahun bekerja, untuk bisa melunasi semua hutangku. Aku kehilangan satu-satunya orang yang paling ku sayangi. Aku rela melakukan semuanya, agar aku bisa menebus rasa bersalahku. Tapi apa? Ibuku tidak bisa diselamatkan, dan aku harus hidup menanggung hutang yang sia-sia. Bisa beritahu aku lebih rinci dimana letak indahnya?" Yasmine menuntut jawaban itu. Bahkan secerca cahaya pun takkan dapat ia rasakan.
"Lalu kau pikir semuanya akan berakhir ketika kau melompat dari sana?" Nisha menunjuk balkon dengan tatapan legam.
Sesaat suasana hening, terdengar senggukan nafas Yasmine yang mendominasi ruangan itu.
"Kalau begitu bantu aku, Anda sangat kaya bukan? Kudengar Anda juga anak pimpinan rumah sakit ini. Bantu aku melunasi setengah, tidak. Seperempat, biaya rumah sakit ini. Aku akan melakukan apapun. Aku benar-benar tidak tau harus bagaimana. Ku pikir ibu akan sehat, maka itu aku bekerja keras, tak memperdulikan semuanya. Aku rela bekerja seumur hidup untuk melunasi semua hutangku, asal ada ibu di sampingku. Kini semuanya berakhir... Tolong bantu aku..."
Yasmine bersimpuh di depan kaki Nisha. Ia tak tau lagi harus meminta bantuan pada siapa. Ia mungkin bisa menghandle biaya rumah sakit, namun bagaimana dengan kehidupannya? Dengan gaji yang tak seberapa, ia akan sangat tercekik nantinya. Apalagi ia telah kehilangan beberapa pekerjaan paruh waktu.
"Aku akan melunasi semua hutangmu. Tapi aku meminta imbalannya, dan jika kau mau, aku akan memberikan kompensasi untuk menunjang kehidupanmu."
Yasmine mendongakkan kepala, menatap wajah Nisha yang amat serius. "Imbalan..?"
"Aku tidak memiliki rahim." Ucap Nisha berat, kerongkongannya terasa tersekat oleh sesuatu yang pahit.
Pandangan Yasmine menyorot sayu, bernarkah yang ia dengar itu?
"Sementara aku ingin memiliki seorang anak dari benih suamiku. Jika kau mau meminjamkan rahimmu, aku akan melunasi semua hutangmu. Dan memberikan jaminan hidup untukmu seumur hidup."
Terdengar amat lugas memang, tapi mencari seseorang untuk mengandung bukanlah hal mudah. Untuk itu Nisha memakai kesempatan ini. Walaupun ia belum mendapat persetujuan Agam. Ia akan membujuk Agam, bagaimanapun caranya.
"Hanya melahirkan seorang anak?" Sahut Yasmine. Ia yang sangat putus asa dan hilang arah, menganggap itu sebuah syarat yang cukup mudah. Tak masalah jika ia harus kehilangan status nya. Lagipula ia tak memiliki apa-apa lagi sekarang, selain hutang.
"hm.., satu anak saja." Lirih Nisha dengan kedua bola mata berkaca. Sungguh ini sangat berat baginya. Ia sendiri bahkan tak yakin, bisa melewati keputusan gila ini.
Yasmine merasa terketuk. Beberapa saat yang lalu, ia menganggap Nisha memiliki kehidupan yang sangat sempurna. Namun ternyata apa yang dialami Nisha, tak kalah berat dari apa yang menimpanya. Bagaimana bisa seorang istri, meminta wanita lain untuk melahirkan anak suaminya? Pasti itu sangat berat. Berat sekali.
"Aku akan melakukannya." Ucap Yasmine yakin. Tak ada salahnya ia melanjutkan hidup dengan jalan terjal ini. Dengan begitu ia akan terbebas dari semua hutangnya. Setelah melahirkan ia akan bisa melanjutkan kehidupannya. Dan yang paling penting, ia bisa melakukan sesuatu yang sangat berarti untuk sesama wanita.
...~~...
Pukul 20:00
Nisha mengumpulkan semua anggota keluarganya di rumah. Tampak di sofa bernuansa putih itu, kedua mertua Nisha duduk tegap. Ambar dan Ghani.
Di sebelah kanan, ada Daniel, Ayah kandung Nisha. Dan Farah, ibu sambung Nisha.
Di sisi lain pula Nisha dan Agam duduk bersebelahan. Semua orang bertanya-tanya, ada apa kiranya hingga Nisha menyuruh mereka berkumpul.
"Aku sudah menemukan wanita, yang mau mengandung anak Mas Agam."
Semua orang disana tersentak. Terkecuali Ambar yang malah menatap Nisha dengan tatapan bangga.
"Sayang..?" Lirih Agam terperanjat.
"Mas, aku ingin kita memiliki anak. Tolong jangan tolak permintaanku." Ucap Nisha memelas.
"Nisha, ada apa sebenarnya?" Tanya Ghani, sebagai orang tua Agam. Ia sangat malu, terlebih berhadapan dengan besan. Pasalnya ia berjanji, akan menjamin kebahagiaan Nisha sebagai menantunya.
"Nisha, kamu tau ini bisa berdampak buruk pada pernikahan kalian?" Sergah Daniel tak terima. Sementara Farah, ia hanya diam. Sebagai ibu sambung, hubungannya dan Nisha memang agak canggung. Jadi ia tak berkomentar banyak.
"Aku tau, tapi aku yakin dengan cinta kami, Pa. Aku ingin seorang anak dari Mas Agam."
"Tapi jika wanita lain yang mengandung, itu bukan anakmu. Melainkan anak Agam dan wanita itu." Daniel tampak sangat kecewa, dengan keputusan gila putri semata wayangnya itu.
"Aku sudah buat perjanjian, Pa. Akan melalui proses bayi tabung, dan setelah anak kami lahir. Wanita itu bersedia pergi..."
"Tidak BISA! Sudah berapa kali Ku katakan, Aku menolak ini Nisha..!" Tegas Agam membelalak. Ia tak mau pernikahannya dan Nisha masuk campur tangan orang lain.
"Mas, jujurlah padaku... bukankah kau juga menginginkan seorang anak?Seorang anak yang bisa menjadi penerus mu, yang akan menemanimu dimasa tua nanti..."
"Iya Nisha, Aku memang menginginkan itu, tapi tidak dengan cara seperti ini. Aku lebih memilih silsilah keluarga ini punah, daripada harus mengorbankan pernikahan kita."
"Agam..! Nisha kan bilang kalian akan tetap bersama. Wanita itu hanya akan melahirkan anak untuk kalian. Mama juga ingin memiliki cucu dari kamu. Cucu yang bisa meneruskan darah daging kamu." Potong Ambar dengan suara goyah, wanita paruh baya itu tampak sangat setuju dengan Nisha.
...*************...
cerai aja
no teras po hlman blkang smbil dlok sawah maak... mo pilih yg mna... hyuu... kumpulin sklian reiders yg lain biar rame... 😁😁😁
biar emak semngat... 💃💃💃😘😘😘