Aramina Dwi Fasya, gadis yang menyandang gelar lulusan S1 Pendidikan Ekonomi namun masih mempertinggi angka pengangguran, beban keluarga. Menjadi seorang EXE-L di usia 20 tahun membuat kehidupan gadis itu diwarnai dengan drama serta kehaluan bakal bersanding dengan sang bias favorit, Kay. Berawal dari sebuah konser dan Fanmeeting di ibukota menyadarkannya pada kenyataan bahwa menyentuh sang idol adalah nyata!
Belum lagi sebenarnya banyak kejadian tak terduga yang terasa bagai mimpi melengkapi imajinasinya soal hal paling tidak memungkinkan di dunia ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trii_e, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Cari Aman Masing-Masing
"Min?"
"Min?"
"Hah? Mimin di sini?"
Tersadar dari lamunan, kukira aku dan Arin sedang berjalan mengendap-endap di bawah jendela dan kebetulan dekat pertalian si Mimin, kan bisa bahaya. Pak Slamet saja tidak bisa membujuk kalau si bekantan betina itu cemburu berat. Orang sama istri majikannya saja dia tidak suka, konon betina lain macam aku dan Arin.
"Adek ... Kita sudah sampai, tapi Arin dan Jun di mana yah?" Mas Jiny menyusuri jalanan gang dengan matanya yang tajam. Benar juga, dua sejoli itu harus dikasih pelajaran, dikasih Fisika dan Kimia baru tahu rasa mereka!
"Bentar mas!"
Kucoba mendial nomor Arin.
"Hallo? Rin?"
Mungkin jaringan yang tidak bagus, suara perempuan itu tersendat-sendat.
"Coba loudspeaker dek." Perintah mas Jun yang langsung kuiyakan.
"Nomor yang anda tuju tidak dapat menerima panggilan karena pulsa anda tidak cukup ..."
Tut!
"Hehe ..."
Astaga dragon!!!! Malunya sampai ke ujung kuku!
Mas Jun memutar wajah 180 derajat dan mulai cekikikan, menahan getaran di perutnya yang kokoh sambil menutup mulut sebisa mungkin. Tidak tega kah ia tertawa langsung di depanku? Si gadis konyol lagi bodoh ini???
'Sudah kubilang mati saja kau Mina!!'
"Mas ... Kayaknya mereka masih di depan sana, deh ..."
"Pfth ... Iya, kalau begitu ayo naik lagi!" Ucapnya masih bertahan menahan rasa geli akibat ulahku. Tolong jangan tertawa lagi dong mas! Muka ku ini sudah tidak tahu mau pake topeng apa nanti, masa topeng Mimin, maksudnya topeng monyet, haihh!
"Ma-maaf dek, pegangan yang benar yah."
Kali ini tanpa canggung lagi kupeluk erat punggung kekarnya yang indah, berbanding dengan rasa malu, seakan punggung lebarnya bisa menutupi seluruh wajahku dari dunia. Plis jangan bilang aku gadis mesum, karena dimesumin saja aku tidak pernah, mana tahu yang begituan, ya kan?
"Nah, itu mereka!"
Tidak lama mengayuh sepeda, mas Jiny atau mas Juan langsung mengenali tampang kriminal itu dengan jelas. Keduanya sedang bercanda di bawah pohon nangka, masih di atas motor Jun. Keterlaluan parah si Arin! Sudahlah meninggalkan kami, masih sanggup juga tertawa gembira.
"Eh Mina! Kalian sudah sampai?" Tanya Arin sok basa-basi.
"Parah yah Rin! Demi menyelamatkan diri sendiri kau korbankan daku."
"Loh? Ini kesepakatan Min!"
"Jangan panggil Mimin!" Kesal sekali, sekali mendengar nama itu langsung mengingatkanku pada pak Slamet.
"Maksudku Mina, Aramina yang cantik natural dan elegan, kau sendiri yang bilang ... Saat akan ketahuan bukankah harus buat jalan masing-masing? Lupa yah?"
Sejenak kuterawang di jalur langit, memang ada yah aku berkata begitu? Perasaan lupa-lupa ingat.
"Lagipula ada sepupuku bersamamu kan Mina, kau pasti aman." Tambah Jun membela Arin.
"Sebenarnya apa yang kau takutkan dek? Aku mengenal abangmu dengan baik, dan pernah satu SMP dengannya dahulu. Satria Dewa Hermansyah kan? Lagipula dia sering melayaniku saat di toko."
"Loh? Kok mas baru bilang?" Jelas aku kaget.
"Aku terbawa panikmu dek."
Apa mau dikata? Kalau tadi tahu begitu kan jika jumpa dengan Abang pun sudah ada alasan yang tidak membuat nafasku terancam. Masa kan dia marah dengan pelanggan tetap? Apalagi itu sohibnya ketika SMP.
"Modus lo Juan!" Ucap Jun sambil terkekeh, entah apa yang dia pikirkan mengenai aku dan mas Juan. Tapi biarlah, seharusnya tujuan utama sekarang menyingkir dari jalan umum ini dan pulang. Lah percuma dong menghindar sampai kabur-kaburan dari si Abang kalau ujung-ujungnya ketahuan pas mau masuk kandang? Gak affair banget buat kita.
"Udah turun-turun! Emang mau kawin lari kalian?" Protesku, menggapai lengan Arin supaya cepat selesai masalah malam ini. Akhirnya dia mengerti, sudah begitu jalannya lelet seperti siput, kelihatannya tidak rela sekali pisah sama Jun.
"Mina!"
Berbalik ke belakang, kali ini kau harus lebih anggun Mina! Ayo praktekkan seperti ajaran Arin, kibaskan rambut dengan perlahan dan tersenyum manis sedikit manja.
"Iya mas?"
Yes berhasil!
"Ini ... Apakah aku boleh menyimpan nomormu?"
Lumayan bingung, tapi aku mengangguk jua.
"Terima kasih, nanti aku chat saat sudah sampai rumah." Dan seketika itu mesin motor mereka menjauh, meninggalkan kami di jalanan ini dengan mengendap entah takut ketahuan oleh siapa. Yang jelas, hatiku berbunga-bunga mendapati mas Juan sepertinya tertarik meski untuk sekadar berteman. Biasanya, mereka, maksudku uhmm ... laki-laki, sudah melihat tingkah anehku bakal ilfeel sampe ke tulang-tulang. Tapi kok dia beda, yah?
"Ciyee ...!! Tidak salah kan aku mengajakmu? Jiny dengan perbandingan berapa kau beri dia?"
Sontak bibir ini langsung tersenyum.
"Bisalah, 11 : 12."
"Sepetinya ada yang mulai melupakan Kay nih."
"Ehh? Siapa bilang? Dia tetap suamiku selamanya tahu!"
"Trus mas Juan?"
"A- apa sih ... Dia juga kan bukan berarti tertarik padaku."
"Masa?" Arin masih tak percaya.
"Yah kan siapa tahu, dia itu langganan di toko berkabar untuk menanyakan sesuatu yang penting gitu, terkait orderan." Jawabku tak yakin, agak bimbang juga.
"Lalu ... Aku chat setelah sampai di rumah itu? Mau nanya orderan batik juga? GK masuk akal! Aishhhh!! Kenapa kau tidak peka sekali sih Mina-ya!" Teriak Arin gemas.
"Ah bodo! Lihat nanti saja! Ayo lekas manjat sebelum abangku pulang!"
Akhirnya malam itu kami resmi memanjat tembok kamar masing-masing. Untung tidak ada yang curiga, tampaknya ibu dan ayah juga sudah terlelap di dalam kamar. Baru kali ini usaha kaburku berhasil, dulu pas mau bolos sekolah bareng Arin selalu ketahuan kepala sekolah tuh, dendanya bukan main, membersihkan WC umum sekolah dengan predikat tempat paling bau dan nggak banget. Beda sama Arin, dia lebih suka di sana ketimbang masuk pelajaran Fisika dan Kimia katanya. Halah ... Kalau otak udang, yah tidak tahu isinya.
[Mas sudah sampai, adek sudah tidur?]
Chat mas Juan yang masuk tepat setelah kubasuh wajah hendak bersiap tidur.
[Oke mas.]
Jawaban singkat, kuharap dari sini ia tahu bahwa seorang Aramina tak mudah luluh, meski dia setampan apa pun, seorang wanita harus tetap jual mahal dulu. Terakhir kemudian menghadap dinding, memandangi foto suami yang masih tersenyum tampan menemaniku lelap.
Ting!
[Mimpi indah Aramina]
"Apa sih ..."
Hatiku memang berbunga layaknya kuncup mawar merekah sempurna di pagi hari sesejuk surga. Tapi, motif yang mas tunjukkan ini sudah basi sekali. Bayangkan saja baru pertama kali bertemu, baru saja menyimpan kontak, langsung chat yang seakan-akan kita itu udah akrab banget. Buaya gak sih? buaya kan? jadi kalau aku meragukannya mulai sekarang sudah pasti itu hal yang wajar. But, wajah itu tak juga mau hilang, kenapa dia juga sangat tampan ya tuhan!!!!??
"Arrghhh!"
"Mianhae, Oppa ..."