Dara Respati, gadis cantik dan seksi. Gadis yang menjadi impian Dicky. Dicky yang sejak awal tahu bahwa mereka memang bukan saudara kandung, memendam cinta pada adiknya tersebut.
Dicky selalu menemani Dara disaat Dara susah maupun senang. Apalagi disaat Dara terpuruk, dikhianati oleh kekasihnya, Dicky yang selalu menemaninya.
Akankah Dara membalas cinta sang kakak, ataukah dia akan menikah dengan pria lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eni pua, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Salah siapa
Dara menahan airmatanya, yang mulai mengalir deras melihat kedua orang yang sangat dekat dengannya tega mengkhianatinya. Kakinya tiba-tiba terasa lemas dan pikirannya mulai blank.
"Dara, ini tidak seperti yang kamu lihat. Dia yang menggodaku," kata Raka membela diri.
"Bohong, bukankah Kak Raka yang bilang padaku, jika Dara tidak bisa romantis dan tidak tahu cara menyenangkan pacar?" ucap Meri menyalahkan Raka.
"Dara, jangan dengarkan dia. Dia ingin merebut aku darimu," kata Raka lagi sambil memakai pakaiannya.
"Diam semua. Aku tidak ingin mendengar apapun ucapan kalian," ucap Dara sambil menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya.
"Dara, aku akui aku memang jatuh cinta dengan Kak Raka. Jika kamu tidak bisa memberi apa yang dia mau, biar aku yang memberikannya untuk dia. Dan dia juga menikmatinya," ucap Meri tidak peduli perasaan Dara.
"Dara, jangan dengarkan dia. Aku hanya mencintaimu. Aku tidak pernah mencintainya," ucap Raka sambil mendekatinya
Dara merasa, mereka berdua menganggap Dara seperti anak kecil yang mudah dibohongi.
"Berhenti, jangan dekati Dara. Dara jijik pada kalian. Kak Raka, mulai sekarang kita putus. Silahkan lakukan apapun yang kalian suka. Kalian tidak ada lagi hubungannya denganku. Meri, ambil dia. Aku tidak menginginkannya lagi. Kalian memang cocok satu sama lain," ucap Dara lalu berlari pergi meninggalkan Raka dan Meri.
"Dara, dengarkan penjelasanku. Aku tidak mau putus, aku mencintaimu!" teriak Raka berniat mengejar Dara, tetapi Meri menghalanginya.
"Kak Raka, Kakak harus bertanggungjawab atas apa yang Kakak lakukan! Sekarang kalian sudah putus, bukan?" teriak Meri sambil memegangi tangan Raka agar tidak pergi.
"Meri, aku tidak pernah mencintaimu. Kamu yang menawarkan diri dan menggodaku. Jangan lupa, kamu sendiri yang bilang, bahwa kita hanya bersenang-senang dan tidak perlu ada ikatan. Jadi aku tidak akan pernah bertanggungjawab. Aku hanya mencintai Dara seorang," kata Raka sambil mengibaskan tangan Meri. Raka lalu pergi mengejar Dara.
"Kak Raka ...!" teriak Meri kesal.
Sementara itu, Dara berlari keluar. Sesampainya di jalan raya, Dara berhenti sejenak sambil menatap rumah sahabatnya yang mulai kini tidak akan pernah lagi dia datangi. Rumah yang dulu banyak memberinya kenangan manis, kini rumah itu berubah menjadi rumah yang memberinya kenangan paling buruk di dalam hidupnya.
Dengan hati hancur, Dara memanggil taksi agar bisa segera pergi dari tempat ini. Sebuah pesan singkat masuk. Ternyata dari Meri.
Dara, semua kejadian ini kamu yang salah. Kamu yang tidak bisa menjadi pacar yang baik. Berciuman saja kamu tidak bisa. Bagaimana kalian bisa disebut pacaran?
Aku yang bisa memberinya apa yang dia mau. Ciuman, pelukan bahkan lebih dari itu, dan kamu sudah melihatnya sendiri. Kak Raka juga menikmatinya. Dia bohong jika dia bilang dia mencintaimu. Karena tubuhnya tidak pernah menolakku.
Jadi jauhi Kak Raka.
Hati Dara semakin sakit dan sedih. Dunianya seakan gelap.
Mereka sudah berselingkuh dibelakang aku dan mereka juga menyalahkan aku, batin Dara.
Tidak berapa lama, taksi yang dipesan Dara sudah datang. Saat hendak naik, terdengar suara teriakan dari Raka.
"Dara, tunggu jangan pergi. Dengarkan penjelasan aku dulu!" teriak Raka sambil berlari mendekat.
Dara hanya berhenti sesaat. Dara sudah tidak ingin lagi berhubungan dengan Raka apalagi melihat wajahnya. Dara lalu segera masuk dan meminta pak sopir untuk secepatnya pergi dari tempat ini. Dara menangis sepanjang jalan, bukan karena Putus dari Raka tetapi dia merasa syok dan tidak pernah mengira ternyata dunia di luar keluarganya begitu kejam. Selama ini, Dara baik-baik saja saat dia masih dalam perlindungan sang Kakak.
Dara tidak menyangka, kehidupan diluar sangat menakutkan tidak seperti apa yang dia bayangkan. Mereka semua kejam. Sahabat, kekasih bahkan mungkin teman-temannya yang lain, mungkin saja juga tidak sebaik yang Dara kira.
"Neng, sepertinya mobil di belakang mengikuti kita," kata pak sopir sambil melihat kaca spion mobilnya.
"Yang mana, Pak?" tanya Dara sambil mengusap airmatanya.
"Mobil yang berwarna merah. Sejak tadi berusaha mengejar kita. Apa Eneng mengenalnya?" tanya pak sopir.
"Tidak. Tolong lebih cepat lagi dan hindari mobil itu!" perintah Dara.
"Siap, Neng," jawab pak sopir yang segera menambah kecepatan mobilnya.
Dara tahu siapa pemilik mobil itu. Mobil yang pernah membawanya menjadi ratu di hati Raka. Hati Hati Dara saat ini dipenuhi amarah. Dara sudah mengatakan dengan jelas, bahwa hubungan mereka telah berakhir. Untuk apa, Raka masih mengikutinya sepertinya Dara adalah seorang tersangka yang sedang melarikan diri.
"Neng, kita sudah bebas," kata pak sopir sambil tertawa kecil.
"Syukur kalau begitu. Terima kasih, Pak," ucap Dara.
"Sama-sama, Neng. Lalu kita mau kemana?"
"Turunkan saja di jembatan depan, Pak," jawab Dara datar.
Taksi berhenti tepat di tengah jembatan. Dara membayar biaya taksi lalu berjalan menuju ke pinggir jembatan. Dara duduk di pinggiran dan kakinya berayun-ayun di bawah.
Airmatanya kembali menetes, ketika kembali teringat kejadian di rumah Meri. Dara mengeluarkan ponsel dari sakunya. Dia ingin menghubungi Kakaknya, Dicky.
"Kaka, maafkan semua kesalahan Dara selama ini. Sampaikan juga kata maafku untuk Papa dan Mama. Dara tidak bisa lagi bersama kalian. Dara tidak bisa hidup dengan menanggung rasa sakit ini, Kakak."
"Dara, ada apa, kenapa kamu menangis? Apa yang terjadi padamu? Sekarang kamu dimana, cepat beritahu Kakak. Jangan melakukan hal yang bodoh. Jika ada masalah, bicara pada Kakak. Kakak akan membantumu. Dara ...."
Dara tidak bisa lagi mendengar suara panggilan Kakaknya setelah itu karena ponselnya terjatuh kebawah jembatan. Dara berusaha meraih ponsel miliknya, akan tetapi gagal. Saat itu sebuah tangan meraih dan menariknya hingga jatuh ke belakang. Dara berteriak kesakitan dan dia tampak marah karena orang itu membuat dirinya kesakitan. Hatinya sudah sakit, sekarang tubuhnya yang ikut sakit karena ulah orang itu.
"Hei, apa yang kamu lakukan?" tanya Dara kesal.
"Kenapa kamu malah marah. Dasar tidak tahu terima kasih. Hidup itu indah Nona, untuk apa bunuh diri," jawab pemuda itu kesal.
"Bunuh diri, siapa yang mau bunuh diri?" tanya Dara lagi.
"Loh, bukannya kamu tadi mau bunuh diri?" Pemuda itu balik bertanya.
"Tadi ponselku jatuh, mau aku ambil," jawab Dara akhirnya mengerti mengapa pemuda itu menganggapnya ingin bunuh diri. Tetapi Dara tetap tidak ingin mengucapkan terimakasih. Pemuda itupun pergi dengan hati kesal.
Dara berjalan tidak tahu arah tujuan. Tanpa ponsel tanpa uang. Dara ingin pergi sejauh-jauhnya dari dari orang-orang yang dia kenal. Dia ingin melarikan diri kemana saja, asal tidak akan bertemu mereka lagi.
Ditengah kegalauan hatinya, dia tidak fokus dengan keadaan sekitarnya. Suara klakson mobil sangat keras memperingatkan Dara, tetapi mobil itu sangat dekat dan Dara hanya bisa pasrah dan memejamkan mata.
Bersambungj