Zely Quenby, seorang gadis yang bekerja di sebuah perusahaan. ia hanya seorang karyawan biasa disana. sudah lama ia memiliki perasaan cinta pada Boss nya yang bernama lengkap Alka farwis gunanda. Hingga timbul lah tekad nya untuk mendapatkan Alka bagaimana pun itu. meskipun terkadang ia harus menahan rasa sakit karena mencintai seorang diri.
bagaimana yah keseruan kisah antara Alka si bos galak dan crewet dengan gadis bermulut lembek itu?
pantengin terus yah, dan jangan lupa untuk tekan favorit biar bisa ngikutin cerita nya😍.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sopiakim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Aaah terasa manis sikapmu
Langkah kaki mereka terdengar pelan menapaki lantai rumah. Setelah obrolan hangat di depan Mamah, yang diakhiri dengan alasan pamit ke kamar, suasana yang tadi sedikit cair kini kembali membeku. Zely tidak menyangka akan berakhir dalam satu kamar dengan Alka lagi, ia tau tidak akan terjadi apa-apa tapi tetap saja jantungnya merasa tak aman karena detakannya semakin keras.
Pintu kamar tertutup pelan, menyisakan keheningan yang menekan. Zely berdiri di dekat ranjang, mengalihkan pandangannya pada vas bunga di meja kecil, mencoba mencari sesuatu untuk dilakukan. Alka, di sisi lain, hanya berdiri sebentar di dekat pintu, seperti sedang memilih kata-kata yang tepat—tapi tak ada satu pun yang keluar.
Suara detik jam yang bergerak semakin terdengarjekas karena keheningan itu. Zely menunduk, jemarinya sibuk membetulkan lipatan selimut yang sebenarnya sudah rapi. Alka melirik sebentar, ingin mengatakan sesuatu, namun takut suasana jadi makin aneh. Tatapan mereka sempat bertemu, tapi hanya sekilas, seperti dua orang asing yang tak sengaja berpapasan di jalan. Lebih tepatnya mereka segera mengalihkan pandangan kearah lain.
“Aku... mandi dulu,” ucap Alka singkat, suaranya berat.
Zely hanya mengangguk tanpa menoleh. “Iya mas, apa perlu aku siapkan air?.”
"Tidak apa, mas saja yang siapkan. " Balas Alka lembut.
Lagi dan lagi Zely semakin terhipnotis, ia tidak seharusnya menumbuhkan rasa yang sengaja ia paksa mati itu.
Setelah itu, langkah Alka menuju kamar mandi menjadi satu-satunya suara yang memecah kesunyian. Zely menarik napas panjang, mencoba menenangkan hatinya yang entah kenapa ikut berdebar. Suasana di depan Mamah tadi seolah menyingkap sedikit hal yang ingin mereka sembunyikan—dan kini, di dalam kamar, semua emosi itu mengambang di udara, tak ada yang berani menyentuhnya.
Zely masih mencoba untuk menenangkan hatinya, mencoba berkompromi demi kebaikan nya sendiri, bagaimana kalau ia jatuh lagi. Ia tidak boleh berharap lebih karena rasanya sangat tidak pantas. Seorang Alka yang begitu sempurna seharusnya bersama dengan gadis yang sempurna juga. Bukan dengan gadis yang penuh kekurangan seperti Zely.
Apalagi mengingat ucapannya sendiri tadi, ibu yang baik akan melahirkan anak yang baik pula. Sedang dirinya? Sangat berantakan, bagaimana jika ia mencemari keturunan Alka karena asal usul tidak jelas itu.
Benar-benar kenyataan yang begitu memilukan bagi Zely dan itu perlahan menggerogoti hatinya yang semakin merasa jatuh terperosot.
Namun di sisi lain di malam yang sama Radi duduk di ruang jaga malam itu, memandangi langit yang mulai gelap dari balik jendela rumah sakit. Sejak mulai bertugas sebagai dokter muda dua tahun lalu, hidupnya nyaris steril dari urusan hati. Ia terlalu fokus. Terlalu kaku. Bahkan teman-temannya menyebutnya “jomblo berkarat”—bukan karena tak laku, tapi karena tak tertarik.
Sampai kemudian, datang Yesha.
Gadis itu masuk IGD dua bulan lalu karena serangan asma. Usianya masih 17, tubuhnya lemah tak berdaya , dan rambutnya nyaris menutupi setengah wajah saat pertama kali Radi dengan sepenuh hati mencoba menyadarkannya.
Biasa saja, pikir Radi waktu itu. Tapi ternyata tidak.
Karena sejak saat itu, Yesha jadi sering kontrol ulang. Dan entah bagaimana, Radi yang biasanya dingin kepada pasien, jadi orang yang selalu menawarkan diri untuk memeriksanya langsung. Radi memang tipe orang yang ramah dan banyak bicara namun kepada pasien dia sangat dingin juga membatasi diri. Namun kepada Yesha dia berbeda.
Radi tak hentinya mengingat beberapa momen dengan yesha, apakah dia benar-benar sudah gila karen terus saja memikirkan gadis SMA itu.
“Dokter Radi lagi?” tanya Yesha suatu kali sambil duduk di depan meja. “Bosen, tahu.”
Radi tersenyum tipis, lalu berkata, “Yang penting paru-parumu nggak bosen sesak.”
Yesha tertawa—dan di sanalah, tanpa Radi sadari, getaran itu mulai muncul. Kecil. Halus. Tapi pelan-pelan tumbuh.
Minggu berganti minggu. Setiap kali Yesha datang, Radi merasa ruangan itu jadi berbeda. Lebih hangat. Lebih hidup. Padahal, pembicaraan mereka hanya seputar hasil spirometri dan dosis inhaler.
Namun semakin sering bertemu, semakin sulit bagi Radi untuk mengabaikan perasaannya. Dan malam ini Radi semakin tersiksa dengan perasaan tak karuan itu.
Alka keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah, tetesan air jatuh membasahi bagian kaos yang menempel di bahunya. Ia melihat Zely yang merapikan beberapa barang di kamar itu. Alka tahu gadis itu pasti merasa canggung sama halnya dengan dia.
Sebenarnya Alka ingin bertanya bagaimana hari ini untuksekedar basa basi? atau Kamu senang tadi ngobrol sama Mamah? Tapi setiap kata yang terbentuk di kepalanya selalu terdengar terlalu personal. Dan ia takut Zely akan salah paham. Ia takut tanpa sebab.
Zely sendiri sejak tadi merasa jantungnya tidak tenang. Bayangan tatapan Mamah yang penuh arti membuatnya bingung—apakah Mamah bisa membaca sesuatu yang bahkan ia sendiri berusaha untuk menolak? Ia ingin berterima kasih pada Alka atas sikapnya di depan Mamah tadi, tapi bibirnya kaku. Ia sangat senang karena berkunjung kerumah mamah hari ini tapi ia takut disebut berbasa basi juga.
Alka duduk di tepi ranjang sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil. Pandangannya sesekali melirik Zely yang sibuk mengatur bantal di lantai. Gadis itu semakin terlihat sibuk dan Alka baru sadar ternyata Zely tengah bersiap siap untuk tidur di lantai.
Sofa di kamar sudah mamah pindahkan karena takut berdebu, kamar Alka kosong setelah menikah.
“Kamu mau tidur di situ?” tanya Alka, alisnya sedikit terangkat. Jelas heran dengan tingkah gadis itu.
Zely menoleh cepat. “Iya...Mas, nggak apa-apa kok,” jawabnya singkat. Ia pura-pura sibuk membenarkan lipatan selimut, padahal hatinya sedang berdebar kencang. Kaku, canggung tak karuan.
Alka menaruh handuk di kursi, lalu berkata dengan nada datar tapi matanya menatap lekat, “Kamar ini cuma punya satu ranjang, Zel. Kalau mau, kita tidur di sini bareng. Nggak usah di lantai, nggak nyaman.”
Kalimat itu membuat Zely terpaku. Otaknya langsung dipenuhi bayangan-bayangan yang membuat pipinya panas. Ia menunduk cepat, berusaha mengusir pikiran aneh yang muncul begitu saja. Tidur bareng? Dekat seperti itu?. Ya tuhan bisa bisa Zely kehilangan nafasnya dengan cepat.
“Tidak apa mas, aku di bawah aja,” jawabnya buru-buru, bahkan tanpa menatap Alka. “Aku nggak papa.” gadis itu bahkan tidak berani untuk menatap Alka lebih lama. Matanya bergerak kaku, Alka bisa melihat ia sedikit gelagapan.
Alka diam sebentar, bibirnya seperti menahan senyum kecil melihat reaksi Zely. Ia bisa merasakan kecanggungan yang memenuhi udara, tapi entah kenapa ada rasa ingin menggodanya sedikit. Ahh benar benar candu sekali wajah Zely, terlihat polos dan juga lucu.
Zely membelakangi ranjang, pura-pura fokus pada selimutnya, tapi telinganya menangkap jelas suara napas Alka yang mulai melambat. Anehnya, ia tidak bisa tidur. Pikirannya terus melayang ke tawaran tadi, dan semakin ia mencoba mengabaikannya, semakin wajahnya terasa panas.
Zely sudah meringkuk di lantai beralaskan selimut tipis. Alka berdiri di sisi ranjang, menatapnya cukup lama sebelum akhirnya membuka suara. Ia sama sekali tidak bisa tidur entah kenapa?.
“Naik… ke sini,” ucapnya pelan.
Zely mendongak, bingung. “Hah?”
Alka mengalihkan pandangan, menggaruk tengkuknya.
“Tidur di ranjang. Lantai itu… dingin. Nanti kamu sakit. Aku nggak… mau repot ngurusin kalau kamu sakit.” Alka terkesan cuek dalam menyampaikan nya tapi jujur saja Zely seolah merasakan perhatian yang tersembunyi disana.
Nada suaranya terdengar datar, tapi Zely bisa menangkap ada sedikit kehangatan terselip di situ. “Aku nggak apa-apa mas. Serius.”
Alka menghela napas, lalu mencoba lagi. “Kalau kamu tidur di sini, mas juga bisa tidur tenang. Jadi… ya, anggap aja ini mas yang… minta tolong.”
Zely menatapnya lekat-lekat. Ucapan itu terdengar seperti permintaan manis, tapi disampaikan dengan cara yang kaku—persis seperti Alka.
“Tapi aku nyaman di sini mas,” gumamnya.
Alka berjongkok, matanya sejajar dengannya. “Nyaman itu kalau kamu nggak bikin aku khawatir. Jadi… naiklah. Sekarang.”
Nada terakhirnya terdengar seperti perintah, tapi wajahnya malah sedikit memerah. Alka malu mengakui kalau ia khawatir jika Zely tidur di lantai dingin itu.
Zely masih ragu. Ia menggenggam ujung selimutnya, menatap lantai seolah mencari alasan untuk menolak. “Mas, aku sungguh—”
Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Alka menghela napas panjang, lalu tanpa banyak bicara, menyelipkan kedua lengannya di bawah tubuh Zely.
“Alka! Aku bisa sendiri—” protesnya panik, tapi tubuhnya sudah terangkat dari lantai dengan mudah. Alka mengangkat tubuh Zely begitu enteng.
“Aku tahu kamu bisa. Tapi kalau aku biarin, kamu nggak akan naik-naik,” balas Alka, suaranya terdengar tenang tapi jelas menyimpan sedikit nada kesal bercampur manis.
Wajah Zely memanas, kedua tangannya otomatis mencengkeram bahu Alka, takut terjatuh. “Kamu tuh… suka maksa,” gumamnya, hampir tidak terdengar. Lirih dan wajahnya semakin memerah.
“Bukan maksa,” jawab Alka sambil menatap lurus ke depan, “mas cuma nggak mau kamu tidur di tempat yang bikin mas khawatir, toh kalau kamu sakit mas juga yang repot.”
Ia membaringkan Zely di sisi ranjang dengan hati-hati, lalu menarik selimut hingga menutupi tubuhnya. “Nah… sekarang mas bisa tidur tenang.”
Benar-benar membuat Zely tidak bisa berkutik, Alka begitu lembut memperlakukan nya. Sopan dan juga menjaganya.
Zely menatapnya sekilas sebelum buru-buru memalingkan wajah ke arah lain. Jantungnya berdebar tak karuan, dan entah kenapa, ucapan kaku itu malah membuatnya merasa hangat.Jelas siapapun yang diperlakukan seperti ini akan merasa diperhatikan dan Zely benar-benar sulit untuk membentengi dirinya, ia terbawa perasaan.
...🎀Bersambung 🎀...
Aaaa makin kesini Alka semakin manis, plisss kasih tau akuu biar ga ikutan baper jugaaa. ALKAAAAAA🎀❤️🩷🤎💗🤍
Jangan lupa like komen dan votenya wan kawan.
See you guyss 🫶
ini beda 👍👍👍👍