Pembalasan Zevanya.

Sejak kenyataan itu di dengar Zeva, dia sama sekali tidak keluar dari kamar dan bergabung bersama mereka.

Nenek dan Ratih sudah memanggil serta membujuknya, namun Zeva tetap diam dan tak membuka sedikitpun pintu kamar nya.

🍌

Malam tiba, dan akhir nya pintu kamar Zeva terbuka dengan lebar.

"Nak kamu mau kemana?" tanya Nenek.

"Zeva akan pindah, kalian baik-baik disini dan jangan kemanapun kalau tidak ada hal penting" jawab Zeva datar.

"Baik jika memang itu tetap keputusanmu, Nenek akan selalu mendoakan keselamatanmu" ucap Nenek pasrah.

"Tolong jaga Nenek" ucap Zeva pada ratih.

"Hati-hatilah diluaran sana, kamu harus kuat demi misi kita" balas Ratih dengan tatapan sendu.

Zeva mengangguk saja, dia lalu pergi dari sana dengan menggunakan motor pemberian Surya.

"Aku takut membuat kalian bahaya, jadi aku memutuskan untuk pergi dari sini" gumam Zeva.

Zeva melajukan motor nya ke arah kos yang khusus untuk perempuan, dia juga mencari pekerjaan lain dan akan bekerja di perusahaan hanya bayangan saja.

𖠇

Sampailah dia di kost'an yang khusus untuk perempuan, Zeva memilih kost'an yang ada di dekat kampus nya.

"Ini kunci nya, Nak" ucap Ibu kost.

"Terimakasih, Bu" balas Zeva ramah.

Zeva masuk ke dalam kamar kost nya, dia membereskan pakaian dan peralatan yang di perlukan untuk masuk kampus besok.

Setelah selesai, Zeva keluar kamar kembali dan bergegas mencari pekerjaan yang ada di dekat sana.

"Aku akan mencari pekerjaan di Cafe ataupun Restoran" gumam Zeva sambil membenarkan letak kacamata nya.

Kaki nya terus melangkah dan sesekali singgah di Cafe yang dia lewati.

Ekor mata nya melihat lowongan di Restoran yang ada di seberang jalan.

Zeva dengan gegas melangkahkan kaki nya kesana.

🌿🌿

"Akhirnya aku keterima juga kerja di Restoran itu, mana dekat dari kost lagi" ucap Zeva dengan tersenyum sengan.

Zeva berjalan ke arah tempat tinggal nya sekarang dengan menenteng makanan yang di beli nya tadi.

"Zeva" panggil seseorang dari arah belakang.

Hah.

"Dani" ucap Zeva setelah melihat siapa yang memanggil nya.

"Kamu ngapain disini?" tanya Dani dengan penasaran.

"Aku tinggal di tempat kost itu" jawab Zeva.

Hah.

Dani kaget dengan penuturan Zeva, lalu dia mengajak Zeva duduk di penjual sate yang tak jauh dari sana.

"Aku traktir ya, habis gajian hehe" ungkap Dani dengan terkekeh kecil.

"Wah boleh deh" balas Zeva tersenyum.

Keduanya duduk dan Dani memesan makanan untuk mereka.

"Bukannya kamu keponakan Tuan Surya?" tanya Dani.

"Kau ini ada-ada saja, dia itu hanya tetangga ku di kampung dan bukan Om ku" jawab Zeva tertawa kecil.

"Aku kira Om mu" ucap Dani menggaruk kepala nya.

Zeva menggelengkan kepalanya seraya tertawa kecil.

"Lalu kamu sekarang kerja dimana?" tanya Dani kembali.

"Di Restoran itu, besok sudah mulai kerja dan minggu besok aku kebagian sif siang karena pagi nya kuliah" jelas Zeva sambil menunjuk ke arah Restoran yang tak jauh dari sana.

"Kalau kuliah boleh bareng gak? Nanti aku kasih buat bensin deh, soalnya kalau jalan kaki aku sering telat" jelas Dani hati-hati.

"Boleh, tapi kalau besok bawa aja motornya setelah nganterin aku kerja" balas Zeva santai.

"Oke, ayo makan dulu" ucap Dani seraya memberikan pesanan milik Zeva.

Setelah selesai menikmati sate, Zeva dan Dani melangkah pergi dari sana karena hari sudah mau magrib. Kebetulan Rumah Dani juga dekat dengan kost Zeva jadi mereka berjalan bersama.

𖠇

Malam semakin larut namun tak membuat mata Zeva tertutup.

Dia masih memikirkan nasib orangtua nya yang mati terbunuh dengan tragis oleh Bibi angkatnya.

"Aku akan datang dengan semua rasa yang pernah kau torehkan pada orangtuaku" gumam Zeva dengan mengepalkan tangannya.

Zeva menangis kembali dalam diam, dia melihat poto Ayah dan Bunda nya yang sedang tersenyum bahagia.

"Kenapa semua membohongiku, kenapa Nenek dan Om Surya juga berbohong dengan dalih aku belum dewasa. Ayah, jika saat aku dewasa dan tahu semua ini mungkin aku tidak akan semarah ini" gumam Zeva

"Aku akan memberikan mereka sakit yang setimpal dengan apa yang Ayah dan Bunda rasakan" gumam nya lagi dengan air mata yang sudah menetes.

"Mereka begitu keji Ayah, mereka memisahkan aku dengan kalian saat aku belum mengenal kalian sama sekali" lirih Zeva dengan isak tangis yang mulai keluar.

Zeva menangis dalam sepi nya malam, bahkan tak ada yang tahu bahwa sebenarnya dia sedang rapuh dan kalut akan kebenaran semua ini.

Hingga tak terasa Zeva tertidur karena kelelahan menangis.

🌿🌿🌿

-Amerika.

Surya dan Kania merasa sedih saat tahu Zeva pergi dari Nenek.

Mereka sudah yakin kalau Zeva akan memilih melindungi orang yang di sayangi nya daripada melihatnya menderita.

"Bagaimana kalau dia tahu kita kesini demi mengelabui Bibi nya?" tanya Kania dengan lirih.

"Entahlah, aku yakin pasti dia akan marah dan mungkin menyuruh kita pulang" jawab Surya dengan helaan nafas kasar.

"Aku menyayangi nya lebih dari apapun, aku tidak menganggapnya orang lain, dia sudah seperti Putri kandungku sendiri" ucap Kania pelan.

Tok Tok

"Tuan" panggil Asisten Surya.

Ceklek.

"Masuklah" ucap Kania.

"Ada apa? Kenapa kau terlihat tegang?" tanya Surya.

"Sonia sudah berada di Negara dan Kota ini, dia sudah mengetahui bahwa kalian kesini dengan seorang gadis" jelas Asisten Surya.

"Lalu?" ucap Surya kembali.

"Lambat laun mereka akan menyerang kita dan bahkan bisa saja mencelakai kita, kita harus segera mengecoh nya lagi" jelas Asistennya.

Kania memeluk lengan Surya, dia merasa takut kalau keberadaan Zeva akan terendus oleh Sonia.

"Bagaimana dengan Zeva?" tanya Kania.

"Dia akan aman kalau dia tidak melepaskan kacamata, lulur hitam dan kepangan nya" jawab Asisten tersebut.

"Aku yakin mereka tidak akan mengenali Zeva kalau dia tetap culun, karena kalau culunnya hilang dia sudah seperti duplikatannya Tuan Igra" jelas Surya.

Kania mengangguk, dia juga selalu menekan Zeva agar berdandan seperti itu saja dan jangan pernah merubahnya.

"Kau pantau saja terus Zeva dan ingat jangan sampai lengah ataupun kecolongan" ucap Surya tegas.

Asistennya mengangguk, dia lalu keluar dari ruang kerja Surya.

Disana hanya tinggalah Surya dan Kania yang duduk dengan perasaan was-was.

"Semoga saja Sonia tidak menyadari bahwa Zeva asli ada di indonesia" ucap Kania.

"Aku yakin kalau Zeva mampu menjaga dirinya, dia juga bukan wanita bodoh. Kecerdasaan yang di miliki orangtua nya menurun pada Zeva" balas Surya seraya memeluk Kania lembut.

Keduanya saling menguatkan dengan sebuah pelukan hangat.

Kania selalu saja was-was kala mendengar Zeva berinteraksi dengan oranglain yang baru dia jumpai.

.

.

.

.

.

.