Update: 12:00 WIB
Chen Sisi, seorang koki terkenal di zaman modern, tiba-tiba saja meninggal karena kelelahan dan jiwanya pindah ke tubuh seorang gadis di zaman Tiongkok kuno. Melalui gelang giok putih warisan keluarga neneknya, Chen Sisi membuka ruang ajaib dan memelihara seekor kucing putih spiritual.
Jago memasak, pandai pengobatan serta memiliki kakek eksentrik, Chen Sisi membuat sang raja perang, Tianlong Heyu yang membenci wanita, langsung memikirnya. Dengan resep-resep andalan zaman modern, Chen Sisi mengguncang dunia kuliner Tiongkok kuno.
Awalnya Tianlong Heyu hanya menyukai masakan Chen Sisi. Tapi semakin lama, dia ingin membiarkan gadis itu memasak untuknya seumur hidup.
Akankah sang raja berhasil mengikat koki cantik itu di sisinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Risa Jey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Back Home
Chen Sisi tidak merasa kagum atau aneh saat memakan masakannya sendiri. Dia sudah terbiasa membuat resep ayam bakar sebelumnya. Bumbunya sama dengan yang dia masak saat ini. Hanya karena tidak ayam liar yang ditemukan, kelinci pun jadi.
Tidak mungkin baginya mengeluarkan ayam dari ruang giok putih. Mungkin tidak ada ayam liar sama sekali di sekitar kaki bukit. Dan musim dingin ini, ayam liar bisa saja enggan meninggalkan sarangnya bukan?
Di saat Chen Sisi makan, Tianlong Heyu masih sedikit linglung. Baiyue yang juga menikmati makanannya mau tidak mau mendengus.
Humph! Manusia yang tidak tahu makanan enak itu seperti apa! Baiyue bicara di pikiran Chen Sisi.
Tanpa sadar, Chen Sisi pun menatap kucing Persia itu dan mengalihkan pandangannya pada Tianlong Heyu. pria itu makan tidak terlalu cepat atau lambat. Tapi setiap gerakannya jelas menunjukkan sikap keluarga bangsawan.
Mungkinkah pria ini berasal dari keluarga terkemuka di kota?
Setelah menghabiskan kelinci bakar, Chen Sisi merasa kenyang.
Tianlong Heyu juga menghabiskan bagiannya. Lalu dia mulai berpikir jika satu kelinci tidak bisa membuatnya kenyang.
Chen Sisi membereskan semua barang-barangnya dan bersiap untuk pergi ketika langit mulai terang. Hujan salju sudah berhenti. Chen Sisi harus pulang sebelum pria tua itu khawatir.
“Aku akan pulang. Apakah tidak apa-apa jika kamu sendirian di sini?” tanyanya.
“Tidak apa-apa. Kamu bebas,” jawab pria itu cuek.
Menghadapi wajah batu dan sikap acuh tak acuhnya, Chen Sisi menghela napas.
“Kalau begitu, selamat tinggal.” Chen Sisi segera meninggalkan gua bersama kucing putihnya. Dia membawa barang di punggungnya.
Tianlong Heyu menyaksikannya semakin menjauh, mau tidak mau mengerutkan kening. Jejak kaki gadis itu bersama seekor kucing terlihat jelas di permukaan salju.
Pada akhirnya, Tianlong Heyu tidak memikirkan apa-apa. Tapi rasa kelinci bakar tadi sangat enak.
Menunggu selama waktu dua dupa (±satu jam), ringkikan kuda terdengar tak jauh dari gua.
Tianlong Heyu melihat dua kuda menuju ke arah tempat itu, salah satunya adalah kuda hitam milik Tianlong Heyu.
“Yang Mulia, akhirnya kami berhasil menemukanmu,” ujar Bi Yan, salah satu penjaga gelapnya.
Lalu Bi Shi juga keluar dari bayang-bayang untuk memberi hormat pada Tianlong Heyu.
“Ya.”
Tianlong Heyu tidak menderita sama sekali saat ini dan kondisinya sudah membaik. Mungkin karena sudah sarapan, tubuhnya jauh lebih nyaman saat ini?
“Kenapa kamu tidak langsung membiarkan kuda itu kembali semalam? Jika terjadi sesuatu, aku akan langsung datang. Tahukah kamu betapa cemasnya aku saat kamu belum kembali sebelum fajar?”
Chen Yelang mulai memberi omelan seperti ayah tua yang melihat putranya bermain di sungai berarus deras.
Tianlong Heyu tidak peduli. “Kaki kuda terluka.”
“Terluka?” Chen Yelang sedikit kebingungan. “Tapi kaki kudamu baik-baik saja,” katanya.
Tianlong Heyu mengerutkan kening dan melihat kaki kuda bagian depan yang tadi malam masih dibalut oleh Chen Sisi. Dia memeriksanya dan benar saja, kaki kuda tidak terluka sama sekali. Ini membuatnya heran. Lagi pula dia memeriksa kaki kudanya sendiri dan memang terluka sebelumnya. Chen Sisi tidak berbohong.
Melihat bahwa Tianlong Heyu terdiam, Chen Yelang bahkan lebih khawatir.
“Apakah kepalamu terbentur sesuatu sebelumnya hingga bermimpi panjang?”
Wajah Tianlong Heyu menggelap dan menatap Chen Yelang seperti elang mengunci mangsa.
“Kamu bilang aku berhalusinasi?”
“Tidak, tidak!” Chen Yelang buru-buru menggelengkan kepala dan langsung ‘He he’ dua kali. “Kupikir kepalamu pusing,” gumamnya.
“Lupakan saja,” kata Tianlong Heyu.
Di saat keduanya hendak pergi meninggalkan tempat tersebut, Chen Yelang mencium aroma daging panggang yang sangat harum hingga membuat perutnya keroncongan. Dia mengendus udara dan menatap Tianlong Heyu penuh curiga.
“Sepertinya kamu tidak menderita di sini, bahkan memanggang daging tanpa menyisakannya untukku. Aroma daging apa ini? Kenapa lebih harum?” Chen Yelang merasa hidungnya seperti anjing saat ini.
Sisa api unggun di dalam gua membuat Chen Yelang yakin jika Tianlong Heyu baru saja makan daging panggang. Perut pria itu segera berbunyi cukup nyaring.
Chen Yelang menggosok ujung hidungnya, tampak malu. Dia belum makan apa-apa sejak memutuskan untuk menyusul Tianlong Heyu.
“Pokoknya sebelum kembali, aku juga ingin makan daging panggang. Daging apa yang kamu makan sebelumnya?”
“Daging kelinci,” jawabnya datar.
“Kalau begitu aku akan pergi menangkap kelinci dulu.”
Tianlong Heyu tidak sabaran. Dia sudah menunggu di sini cukup lama dan orang yang menjemputnya malah ingin sarapan lebih dulu.
Untungnya Chen Yelang melaporkan apa yang terjadi di barak sebelumnya. Jika sesuatu yang genting terjadi, surat burung pos akan datang.
Mau tidak mau, Tianlong Heyu hanya bisa menunggu. Dia sesekali akan berkeliling di sekitar bukit untuk mencari bunga biru es yang sangat dibutuhkannya. Tapi tidak menemukannya sama sekali.
Mungkin bunga itu sudah ditemukan orang lain. Atau … bisakah gadis itu menggalinya juga?
Saat Tianlong Heyu kembali ke gua, Chen Yelang sedang memanggang daging kelinci. Tapi aroma daging tidak seharum buatan Chen Sisi sebelumnya.
“Bagaimana mungkin ini tidak seharum buatanmu? Bahkan aku enggan untuk memakannya,” gumam Chen Yelang. Dia menatap Tianlong Heyu. “Mungkinkah kamu tidak sendiri di sini?” tanyanya.
“Ya.” Tianlong Heyu hanya bisa mengangguk.
“Ck! Tidak heran … kamu baik-baik saja dan bisa makan enak. Mungkinkah itu pemburu yang lewat sini? Jalan di sekitar bukit sangat kecil dan khawatir jika tidak ada warga yang berani datang ke tempat seperti ini malam-malam. Mereka bisa tersesat,” jelasnya.
Tianlong Heyu tidak menjawab. Tidak mungkin baginya untuk bilang jika seorang gadis menyelamatkannya tadi malam.
Chen Yelang kadang memiliki mulut bocor dan berkicau sepanjang waktu hanya untuk hal-hal sepele.
“Apakah kamu menemukan bunga biru es?” Chen Yelang mengganti topik pembicaraan.
“Tidak.”
“Sebelum kembali, kita bisa mencarinya satu kali lagi.”
“Tidak perlu.”
Tianlong Heyu yakin jika bunga itu sudah tidak ada lagi. Dia merasa kondisinya baik-baik saja untuk saat ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Chen Sisi menemukan banyak tanaman herbal dan bunga herbal musim dingin di sepanjang perjalanan pulang. Dengan Baiyue yang memiliki kemampuan untuk menemukan semua hal yang baik, Chen Sisi panen besar.
“Ternyata di zaman kuno masih banyak tanaman herbal yang sangat luar biasa. Tidak seperti di zaman modern, semuanya hanya rumput yang bergoyang,” ujarnya seraya menghela napas panjang.
“Lingkungan di sini masih asri dan belum banyak populasi sehingga alam masih terjaga dan lingkungan tidak tercemar. Tidak ada pemanasan global atau bahan kimia lain yang mampu merusak lingkungan.” Baiyue merasa bangga.
Semua barang-barang yang dibawa Chen Sisi dari gua sudah dimasukan kembali ke ruang giok putih. Kali ini dia memegang sekeranjang tanaman herbal dan bergegas pulang.
Di kejauhan, Chen Sisi melihat sebuah bangunan bernuansa kuno, halaman luas penuh tanaman dan bunga serta paviliun.