Kota X adalah kota tanpa tuhan, tanpa hukum, tanpa belas kasihan. Di jalanan yang penuh mayat, narkoba, prostitusi, dan pengkhianatan, hanya satu hal yang menentukan hidup dan mati: kekuasaan.
Di antara puluhan geng yang saling memangsa, berdirilah satu nama yang ditakuti semua orang—
Reno, pemimpin The Red Serpent, geng paling brutal dan paling berpengaruh di seluruh Kota X. Dengan kecerdasan, kekejaman, dan masa lalu kelam yang terus menghantuinya, Reno menguasai kota melalui darah dan api.
Namun kekuasaan sebesar itu mengundang musuh baru.
Muncul Rafael, pemimpin muda Silver Fang yang ambisius, licik, dan haus kekuasaan. Ia menantang Reno secara terbuka, memulai perang besar yang menyeret seluruh kota ke jurang kehancuran.
Di tengah perang geng, Reno harus menghadapi:
Pengkhianat dari dalam kelompoknya sendiri
Politisi korup yang ingin memanfaatkan kekacauan
Hubungan terlarang dengan Vira, wanita dari masa lalunya yang tersembunyi
Konspirasi besar yang lebih gelap dari dunia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boy Permana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Reno di serang
keesokan harinya saat Reno sedang bersantai di sebuah bar.
Seseorang Datang Ke Bar
Pintu bar berderit perlahan. Damar masuk dengan wajah panik basah oleh hujan.
“Boss Reno!” serunya pelan tapi tegas. “Kita punya masalah besar.”
Reno membuka mata dan langsung fokus.
“Masalah apa?”
Damar menaruh sebuah amplop hitam di meja.
“Anak-anak menemukan ini di depan pintu markas,tidak ada yang lihat siapa yang menaruh surat ini.
Reno membuka amplop itu. Di dalamnya ada:
— foto Reno lima tahun lalu
— foto seseorang yang wajahnya disensor
— dan secarik kertas kecil bertuliskan:
“aku masih hidup.
Bagus bukan,!!
berikutnya adalah giliran mu yang mati.”
Reno hanya tersenyum tipis.
Damar menatap Reno. “Boss… mungkin kah Rafael yang melakukan ini.
“mungkin saja,” jawab Reno dingin.
Reno melempar kertas itu ke meja.
Ponsel Reno berdering ada panggilan dari nomor tidak dikenal.
Reno mengangkat.
“Siapa?”
Sunyi beberapa detik.
Lalu suara pelan, terdistorsi, tapi Reno mengenalnya.
“Reno… sudah lama sekali.”
Reno berdiri spontan. Napasnya memburu.
Damar menatapnya bingung.
“Di mana kau?” tanya Reno tajam.
Suara di seberang hanya tertawa pelan.
“sangat dekat.” jawabnya
Telepon mati mendadak.
Reno menurunkan ponselnya perlahan.
tatapan matanya berubah dingin.
“Boss…” Damar mendekat. “Itu… dia?”
Reno mengangguk sangat pelan.
“Damar, siapkan mobil. aku mau ke gudang distrik barat.”
baik boss, saut damar
Reno menyalakan rokoknya dan memasuki mobil yang sudah di siapkan.
perjalanan menuju gudang Reno duduk di kursi belakang di dampingi damar yang menyetir di depan.
Matahari sudah terbit tinggi sekitar jam 10, sinar matahari menyinari aspal jalan menuju Gudang Distrik Barat. Udara terasa segar setelah hujan pagi, bau tanah basah masih tercium di udara. "Cek barang masuk hari ini Damar
selesai kan cepat dan tepat. setelah ini kita akan makan siang," ucap Reno sambil memutar kunci pintu depan gudang.
Baru saja pintu terbuka setengah, suara orang tertawa dari arah gerbang masuk membuat keduanya terkejut. sekitar dua puluh orang tak dikenal dengan pakaian hitam dan topi menyergap mereka dari kedua sisi. Beberapa membawa tongkat, sebagian lagi memegang pisau dan pedang. "Serang! Jangan biarkan mereka lolos!" teriak salah satu penyerang.
Damar segera berdiri di depan Reno, mencoba melindungi bosnya dari serangan yang tiba-tiba. Tapi jumlah lawan terlalu banyak. pertarungan yang tidak seimbang itu membuat mereka terdesak mundur ke dalam gudang, badan mereka terus terkena pukulan tongkat. Saat Reno mencoba menggagalkan serangan dari depan, seorang penyerang menyusup dari samping dan menebas bahu kiri Reno dengan pedang. Darah membasahi baju nya, rasa sakit menyengat membuat dia terjatuh jongkok.
"Boss!" Damar berteriak sambil memukul seorang penyerang, tapi dia juga mulai kewalahan. Seorang penyerang mengangkat pisau tinggi, siap menusuk ke arah Reno yang lemah.
Tiba-tiba, bunyi suara motor yang mengerem kencang terdengar dari pintu samping. dia mencopot helm nya dan membanting dengan keras, Tomo — tangan kanan Reno yang datang tepat pada waktunya, berjalan dengan membawa tongkat besi di tangan. "Jangan sentuh dia!" teriak Tomo dengan suara keras, lalu memukul tongkat ke lantai sehingga penyerang terkejut mundur. Dia melompat ke tengah kerumunan, gerakan tangannya cepat memukul siapa saja yang mendekati Reno.
"Damar, bantu aku angkat bos bawa dia ke mobil di depan!" teriak Tomo sambil menendang seorang penyerang ke dinding gudang. Bersama-sama, mereka membuka celah di antara penyerang dan membawa Reno ke mobil. Tomo menekan kain baju ke luka Reno sambil Damar memacu mobil cepat meninggalkan tempat itu, meninggalkan penyerang yang kacau dan bingung di gudang.
Markas The Red Serpent hari itu jauh lebih sunyi dari biasanya. Tak ada suara musik dari lantai dua seperti biasanya, tak ada celotehan dari anak buah yang biasa bermain kartu di ruangan judi. Semua orang tegang dan berjaga.
Reno melangkah masuk dengan langkah berat. Bahunya masih berlumur darah kering, bekas sabetan parang di sisi punggung terasa perih setiap kali ia menggerakkan tangan. Dua anak buah membuka jalan untuknya, menunduk hormat namun mata mereka penuh kekhawatiran.
Tomo berjalan di belakangnya, wajahnya gelap, rahang mengeras.
“Bos, kita langsung ke ruang medis untuk mengobati luka mu dulu” katanya pelan.
Reno tidak menjawab. Ia hanya mengangguk dan terus berjalan.
Begitu pintu ruang medis tertutup, Tomo langsung mengunci dari dalam.
“Duduk dulu,” katanya, mengambil kotak P3K besar dari lemari.
Reno menjatuhkan diri di sofa, menarik napas panjang.
“Silver Fang… mereka berani sekali,” gumamnya lirih namun penuh amarah.
Tomo membuka baju Reno dengan hati-hati. Begitu luka di punggungnya terlihat, ia mengumpat pelan.
“sial… mereka berani sekali membuat mu terluka seperti ini.”
Reno tersenyum miring.
“Kalau aku tadi mati, mereka pasti sedang berpesta sekarang.”
Tomo membasuh luka itu dengan alkohol. Reno menahan peraih dan berdesis keras.
“Rafael selalu membuat gerakan baru,” Tomo melanjutkan. “Dia tidak mungkin menyerang tanpa rencana boss.”
Reno memejamkan mata sebentar.
“Dia bisa tau aku ke gudang hari ini dan gudang pun sepi tanpa penjaga.”
Tomo berhenti mengoleskan salep.
“ Bos apakah ada mata-mata di organisasi kita.
Reno membuka mata, tatapannya dingin.
“benar seseorang dari kita ada yang berkhianat.
Ruangan langsung terasa lebih dingin.
Tomo menatap Reno, wajahnya tegang.
“Pengkhianat?”
Reno mengangguk.
"Hanya orang-orang dekat yang tahu aku datang ke gudang itu” bisa siapa saja orang kepercayaan ku atau salah satu kapten divisi.
Tomo menutup kotak obat dengan keras.
“Aku bersumpah, Bos. Kalau aku menemukan siapa yang bocorin info itu—”
“Jangan bertindak gegabah,” potong Reno. “Kau tahu gaya Rafael bukan. Dia suka memutarbalikkan keadaan agar kita saling curiga.”
Tomo menunduk, tapi tensi tubuhnya jelas terlihat.
Reno bangkit perlahan, mengancingkan kembali bajunya.
“Kumpulkan semua kapten divisi The Red Serpent besok pagi. Aku ingin laporan penuh pergerakan Silver Fang, siapa saja yang terlihat keluar-masuk wilayah kita, dan siapa anggota kita yang hilang karena mustahil gudang ku tidak ada penjaganya.”
Tomo mengangguk. “Baik, Bos.”
Sebelum Reno melangkah ke pintu, ia berhenti sejenak.
“Tomo.”
“Ya, Bos?”
“Hari ini di gudang… kau datang cukup cepat. Bagaimana kau tahu mereka menyerangku?”
Tomo menelan ludah. “Insting boss.”
Reno tersenyum pelan. “Kau tak pandai berbohong, Tomo. Tapi aku percaya kau punya alasan.”
Tomo menunduk semakin dalam. “Saya… punya firasat, Bos. Rio terlalu diam akhir-akhir ini dan jarang terlihat seperti kapten divisi yang lain saya curiga dia menjual informasi makanya saya langsung menuju gudang takut dia memberikan info keberadan mu boss."
Reno meraih jaket hitamnya dan memakainya dengan perlahan agar tidak mengenai luka.
“Selidiki Rio dan Kita tidak boleh membuat kesalahan lagi. Silver Fang sudah meminta perang.”
Ketukan keras tiba-tiba terdengar di pintu.
Tomo langsung menjawab.
“Siapa?!”
Suara seorang anak buah terdengar dari luar.
“Bos! Ada seseorang… meminta bertemu Anda. Katanya dia membawa pesan penting dari petinggi Silver Fang!”
Reno dan Tomo saling bertatapan.
Reno menarik napas panjang dan berkata pelan,
“Bawa masuk.”