Sequel : Aku memilihmu.
Rega adalah seorang arsitek muda yang tidak hanya berbakat, namun dia juga menjadi CEO muda yang sukses di bidangnya. Dia memiliki tunangan bernama Rhea yang seorang dokter muda, pertunangan mereka sudah berjalan hampir satu tahun.
"Maaf, Rhea. Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan kita,"
"Baiklah! Silahkan kak Rega katakan pada kedua orang tua kita," jawaban Rhea membuat Rega terkejut, alih-alih marah padanya. Rhea justru dengan mudah menyetujui untuk membatalkan pernikahan keduanya yang tinggal dua minggu.
Apa yang terjadi dengan keduanya setelah itu? bagaimana kisah mereka dan pada siapakah akhirnya Rega maupun Rhea akan melabuhkan hati ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5 # Bolehkah kecewa?
Rhea duduk di kursi yang ada di nurse station, dia masih berada di balik layar PC yang ada disana. Dia memainkan jari-jarinya pada keyboard, menuliskan laporan sebelum pergantian shift (handover) pagi itu.
Rhea melihat jam dinding yang menunjukkan 06.45, lima belas menit lagi shift malamnya berakhir. Jas dokter yang melapisi scrub suitnya bahkan sudah tidak serapi ketika dia baru masuk awal shift tadi malam, wajah lelahnya setelah bertarung dengan tugas dan tanggung jawabnya tidak membuatnya lantas mengeluh.
Dokter muda tersebut tetap fokus menulis laporan, mengisi kolom-kolom. Memastikan kembali dengan seksama tidak ada yang terlewat satupun yang dia tuliskan, juga memastikan semua sudah sesuai termasuk nama dan nomor ranjang pasien. Karena semua yang ada di hadapannya berkaitan dengan nyawa manusia, keputusan satu detik yang dia ambil menentukan keselamatan pasien-pasiennya. Begitupula dengan catatan rekam medis pasien yang datang ke UGD semalam.
Rhea mengangkat kedua tangannya keudara sambil melakukan peregangan singkat, dia sudah selesai menulis laporan untuk dokter yang selanjutnya akan bertukar shift dengannya pagi itu.
Rhea menghela napas lega, malam panjangnya berakhir pagi itu.
“Morning dokter Rhea,” sapa suster Lina.
“Pagi mba. Shift pagi, ya?” jawab Rhea yang masih duduk di nurse station.
Suster Lina mengangguk. “Tukeran shift sama mba Gita,” ucapnya.
“Biasa dok pengantin baru, lagi anget-angetnya. Makanya minta tukeran shift,” sahut mba Gita.
Rhea terkekeh. “Oh ya mba Lina. Aku ada sedikit kenang-kenangan buat mba Lina, nanti ambil di lokerku yang ada di ruangan kalian ya! Ada nama mba Lina kok, maaf kemarin aku ada keperluan mendadak. Jadi tidak bisa hadir waktu nikahan mba Lina,”
“Ah dokter Rhea, repot-repot segala. Kan aku jadi enak,” Rhea dan mba Gita tertawa ringan gara-gara ucapan mba Lina.
“Mbak Gita, mba Lina. Aku duluan ya!” pamit Rhea pada keduanya. “Barengan dok,” mbak Gita melambaikan tanga pada Lina, dia kemudian menyusul Rhea.
Keduanya berjalan menyusuri koridor rumah sakit menuju ruang ganti. “Mau ikut nyarap dulu Rhe?” tanya mbak Gita yang memang akan memanggil nama saja jika keduanya sudah lepas jam kerja, tentu saja hal tersebut atas permintaan Rhea karena mba Gita yang usianya satu tahun diatas Rhea.
“Aku langsung pulang saja deh mba. Rebahan di kasur empuk sudah terbayang di kepalaku ini,” ucap Rhea yang memang sudah merasa ngantuk.
“Kamu di jemput mas tunangan kan, Rhea?” tanya mbak Gita digelengi kepala Rhea. “Kak Rega sibuk, mbak. Jam segini dia pasti sudah berangkat kekantor,” jawabnya.
“Jangan nyetir sendiri, ya!” seperhatian itu memang mbak Gita pada Rhea.
“Siap ibu peri,”
Keduanya kemudain berpisah jalan, mbak Gita menuju ruang ganti perawat. Sedangkan Rhea menuju ruangannya, dia hanya berganti pakaian dan cuci muka. Sampai rumah baru nanti dia akan mandi, lebih tepatnya Rhea ingin berendam untuk merilekskan badannya.
Setelah mengunci ruangan, dia bergegas untuk ke lobi rumah sakit. Rhea memang jarang menggunakan mobil, terlebih saat dia shift malam. Hari itu Almira sedang mempersiapkan meeting, jadinya tidak bisa menjemput Rhea lebih dulu.
“Pesan ojol saja kali, ya!” monolognya, Rhea mengambil ponsel dari tasnya. Dia bahkan baru sempat membuka ponselnya.
“Mbak Rhea,” Rhea yang masih fokus dengan aplikasi mendongak begitu mendengar seseorang memanggilnya.
“Aldo! Kamu di sini? Siapa yang sakit?” tanya Rhea saat melihat asisten Rega ada di depan lobi rumah sakit.
Aldo menggaruk tengkuknya. “Saya di minta pak Rega menjemput mbak Rhea. Nyonya Indah sudah menunggu di rumah, pak Rega masih ada perlu. Nanti dia menyusul,” Aldo mebukakan pintu untuk Rhea.
“Perlu berdua dengan Karin maksudmu, Do.” Bukan sebuah pertanyaan dari Rhea, namun sebuah pernyataan yang membuat Aldo hanya diam tanpa kata.
Rhea duduk di kursi penumpang yang ada di belakang, baru setelah itu Aldo masuk dan duduk di belakang kemudi. Dia melajukan mobil menuju rumah keluarga Setyadarma, yakni rumah keluarga Rega.
“Apa bisa mampir keapartemen sebentar, Do? UGD sangat padat pasien semalam, aku belum sempat mandi selesai shift tadi. Atau kamu turunkan aku diapartemen saja,” pinta Rhea.
“Kamu tidak perlu menunggu. Nanti aku kerumah mama Indah sendiri,” imbuhnya.
“Maaf mbak Rhea. Tapi pak Rega minta langsung kerumah,” jawab Aldo.
Rhea menghela napas. “Oke,” Rhea tidak bertanya lagi, dia memilih menyandarkan kepalanya pada pinggiran pintu mobil.
Suasana dalam mobil menjadi hening, energi Rhea juga sudah terkuras semalaman selama di UGD. Bayangan berendam dan juga kasur empuk lenyap begitu saja, karena dia harus datang kerumah calon mama mertuanya.
Sebenarnya bukan itu yang membuat Rhea merasa semakin lelah, lain ceritanya jika yang duduk di belakang kemudi itu adalah Rega. Mungkin lelahnya akan sedikit berkurang, setidaknya itu yang ada dalam benak Rhea. Bolehkah kecewa? Harusnya dia kecewa, ekspresi lelah dan kecewa bercampur menjadi satu. Rhea memilih untuk memejamkan matanya, membiarkan tubuhnya sejenak menerima penghargaan setelah kerja kerasnya.
Aldo melihat Rhea yang sudah terlelap dari rear vision, asisten Rega tersebut melihat gurat kecewa bercampur lelah dari wajah Rhea.
“Semoga pak Rega tidak terlambat menyadari perasaannya pada mbak Rhea,” lirih Aldo, dia satu pemikiran dengan Leo dan Dio.
Jika Rhea sedang berusaha mengurai lelah dan kecewanya dengan tidur sejenak, berbeda dengan Rega yang saat ini masih berdiri diam menatap langit dari jendela kamar apartemennya.
Pikirannya semakin berkecamuk, terlebih setelah Karin mengatakan padanya jika dia menyukai Rega. Bukankah itu tandanya perasaannya bersambut? Tapi kenapa harus datang di saat yang justru pernikahan Rega dan Rhea yang tidak lain kakak Karin sudah tinggal menghitung minggu.
Flashback on
Rega baru saja keluar dari ruangannya malam itu, Aldo kebetulan sudah pamit pulang lebih dulu.
“Kamu belum pulang, Rin?” Rega terkejut saat Karin masih ada di meja kerjanya.
“Ada yang masih Karin selesaikan, kak. Tapi ini sudah selesai kok,” jawabnya.
Karin melihat arlojinya. “Karin boleh numpang sampai pertigaan ya, kak?” tanyanya.
“Aku antar sampai rumah saja, Rin. Lagipula ini sudah malam, tidak baik perempuan pulang malam sendirian. Papa sama mama pasti khawatir,”
“Tidak merepotkan, kak?”
“Tidak. Ayo! Keburu malam,” Rega mengantarkan Karin pulang.
Jalanan lumayan lengang malam itu, jadi tidak butuh sampai satu jam untuk Rega sampai di rumah keluarga Darmawan.
Karin menatap Rega lekat. “Kak,” panggilnya pada Rega.
“Hmm?”
“Aku tahu kakak tidak mencintai kak Rhea,”
Rega terperanjat mendengar ucapan Karin. “Ma-maksudmu apa, Rin? Aku dan Rhea tidak lama lagi menikah,”
Karin menggeleng. “Aku menyukai kak Rega dan aku juga tahu kalau kak Rega menyukaiku, bukan kak Rhea.” Karin mendekatkan wajahnya pada Rega, refleks Rega memundurkan dirinya.
Drrt
Drrt
Ponsel Rega berbunyi. Dering telepon menyelamatkan dirinya, itulah yang ada dipikirannya. Dia memang menyukai Karin, tapi ada Rhea yang harus dia selesaikan agar tidak menambah luka pada Rhea. Dia tidak mau membuat Rhea semakin terluka jika dia harus menjalin hubungan terlarang sebelum dia menyelesaikan semuanya dengan Rhea.
“Iya, ma. Ada apa?”
“Mama mau lusa kamu kerumah bersama Rhea. Pagi, Ga. Jam delapan pagi, tidak ada penolakan. Mama pecat kamu jadi anak mama nanti,”
“Oke, ma. Rega sambil nyetir ini, ma. Aku tutup dulu,”
Rega memutus sambungan telepon, ternyata mama Indah yang tadi meneleponnya. Dia kemudian beralih pada Karin. “Sudah malam, Rin. Kita bicarakan lain kali,” ucap Rega.
“Aku serius kak,” ulang Karin.
“Aku tahu,” jawab Rega.
Karin kemudian turun dari mobil Rega, tanpa keduanya sadari ada seseorang yang memperhatikan mereka sedari tadi. Kedua tangannya mengepal meliha Rega dan Karin.
Flashback off
di tunggu sepak terjangnya bang Axel buat jungkir balik si Rega yg sedikit extrim ya bang
rayen and rhea
wah blokir ini benaran ?
biar regaerasakannkehilangan rhea
ko pamit apa ada rencana pergi keluar negri ini
Rhea nunggu satu tahun loh biar impas regong nya nunggu lima tahun aja Thor kalau berjodoh sih
hilang ingatan jangan" dulu pernah ketemu regong waktu kecil kaya cinta monyet apa Kitty yah
😂😂