Tristan Bagaskara kisah cintanya tidak terukir di masa kini, melainkan terperangkap beku di masa lalu, tepatnya pada sosok cinta pertamanya yang gagal dia dapatkan.
Bagi Tristan, cinta bukanlah janji-janji baru, melainkan sebuah arsip sempurna yang hanya dimiliki oleh satu nama. Kegagalannya mendapatkan gadis itu 13 tahun silam tidak memicu dirinya untuk 'pindah ke lain hati. Tristan justru memilih untuk tidak memiliki hati lain sama sekali.
Hingga sosok bernama Dinda Kanya Putri datang ke kehidupannya.
Dia membawa hawa baru, keceriaan yang berbeda dan senyum yang menawan.
Mungkinkah pondasi cinta yang di kukung lama terburai karena kehadirannya?
Apakah Dinda mampu menggoyahkan hati Tristan?
#fiksiremaja #fiksiwanita
Halo Guys.
Ini karya pertama saya di Noveltoon.
Salam kenal semuanya, mohon dukungannya dengan memberi komentar dan ulasannya ya. Ini kisah cinta yang manis. Terimakasih ❤️❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa satya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terjebak bayangan masa lalu
Dinda dan Tristan menghadiri pertemuan penting dengan grup Beva di sebuah mini Bar.
Tempat yang tak biasa untuk di kunjungi tapi karena rekan bisnis ini adalah teman lama Tristan. Dia menyanggupi untuk datang ke tempat itu.
Suara alunan musik terdengar merdu, ini kali pertama Dinda Kanya memasuki tempat seperti ini.
"Pak Bos!"
Tristan menoleh.
"Harus banget apa kita ketemu kliennya di sini?"
Tristan mengangguk.
"Kamu gimana sih, kan kamu yang setuju sama pertemuan ini."
"Bro, sebelah sini!" Seseorang memanggil dari sudut ruangan.
"Luis! Sialan lo!" Luis tertawa dan segera memeluknya.
"Lama ngga ketemu, Tristan. Apa kabar? Gua dengar dari Daren lo balik beberapa hari yang lalu. Jadi, saat utusan perusahaan lo menghubungi kami, ya gue nggak bisa membuang kesempatan untuk ngajak lo kemari."
Tristan mengangguk. Luis telah menikah dua tahun yang lalu, dan hidupnya sangat baik.
"Kabar gua baik, Luis. selamat ya, Grup Beva sepertinya semakin berkembang."
"Itu karena kerja sama kita, Bro. Ayo duduk, oh iya gua udah pesanin cewe cantik buat lo malam ini."
"Hah?" Tristan mengeryit.
Dia baru saja duduk, di ikuti oleh Dinda dan seorang wanita malam langsung datang dan duduk di pangkuannya.
"Halo tampan."
Dinda terkejut dan segera mundur.
"Luis, jadi ini kejutan lo?"
"Yup, udah lama kan kita ngga bersenang-senang."
"Luis, tapi bukannya lo udah punya istri. Lo ngga lupa kan?" Tristan berusaha menghindari wanita yang sedang menggodanya.
"Istri itu tugasnya di rumah, Bro. Dia hanya perlu uang transferan dan kasih sayang, main dikit di luar ngga masalah kan?"
Tristan mendorong wanita itu mundur.
"Eh, gimana sih?"
Tristan bangkit dan Dinda juga bangkit. Luis menatap heran dengan sahabatnya itu.
"Tristan, ada apa?"
Wanita penghibur itu kembali mendekat dan Tristan memalingkan wajah, disaat yang sama Tristan melihat bagaimana reaksi jijik Dinda yang tak dapat di sembunyikan di wajahnya.
Tristan seketika menggunakannya sebagai perisai.
"Luis, sorry. Gua udah bawa cewek ngga perlu lo cariin lagi."
Dinda melotot, Tristan menarik pinggangnya dan membuatnya menempel sempurna dalam pelukan pemuda itu.
"Ini siapa?"
"Dia Dinda, sekertaris baru gua."
"Oho, akhirnya kita dengar juga berita mengejutkan dari lo. Selama ini, tak ada yang bisa mengisi posisi sebagai sekertaris, dan dia ...."
Tristan hanya tersenyum agar Luis memahami maksudnya.
"Dinda, kenalin sahabat saya Luis."
Dinda menatap takut.
"Halo, Pak Luis."
"Halo."
Mereka kembali duduk, dan Tristan berbisik di telinga Dinda.
"Luis sedikit gila perempuan, bisa kau tolong aku, bersikaplah seperti gadis centil. Setidaknya jauhkan wanita-wanita itu, aku akan memberimu bonus 3 juta saat kita keluar nanti jika kamu berhasil."
Mendengar nominal uang yang tidak sedikit, Dinda pun langsung mengangguk.
"Oke Pak Bos, serahkan padaku."
Dinda bangkit untuk menuangkan minuman di gelas Luis dan Tristan, gadis itu juga menuangkan minuman untuk wanita-wanita yang sudah di siapkan Luis sebelumnya.
"Bagaimana kerja sama kita?" ucap Tristan meminum segelas alkohol.
"Buru-buru banget bahas kerja sama, santai saja. Malam masih panjang, Bro."
Tristan bersandar lemas di sofa dan menatap Dinda.
"Bos, sepertinya Pak Luis ingin menahan kita di sini."
"Aku tahu, kamu tidak perlu mengatakannya padaku."
Suara musik semakin kencang, dan Luis mengajak Tristan untuk turun ke lantai dansa.
"Ayo!"
"Luis, gua ngga bisa. Gua ngga pernah lagi main ke tempat seperti ini."
"Ayolah, playboy kampus ngga ada istilahnya untuk pensiun. Ajak cewe lo sekalian."
Dinda meringis.
"Bos!"
"Sorry Dinda, tapi sebagian pekerjaan sekertaris memang seperti ini, kita ikuti saja maunya."
"Tapi, saya ngga bisa nari."
"Kamu ngga pernah ke Bar?"
Dinda menggelengkan kepala.
Tristan tertawa bukan karena lucu, tapi dia tidak menyangka jika ada gadis seusia Dinda yang tinggal di ibukota tapi tak pernah main ke Bar.
"Bapak ngetawain saya?"
Tristan menggelengkan kepala dan mengajaknya menari.
Dinda tampak kaku, dia bahkan tak tahu harus bagaimana.
"Menari saja, sama seperti kamu menari di kamar mandi."
"Oh, kalau itu aku jagonya." Dinda pun menari mengikuti irama, senyumnya manis dan mulai menikmati suasana.
Tristan dan Luis saling memandang dan tertawa.
"Sudah lama kita tidak berpesta."
"Ya, gua sampai lupa gimana rasanya."
Kelap kelip terus menyinari, lagu berganti dan Tristan masih bertahan.
"Wah, ini asyik banget, Pak." Dinda memegang kedua lengan bosnya dan tertawa bersama.
"Kau ini, lihat siapa yang kamu pegang?"
"Ngga apa-apa kali, kan kita rekan joged."
Musik kembali berganti dan raut wajah Tristan berubah sendu.
DJ memainkan musik, tapi itu lagu merana. Lagu dengan judul trauma di remake ala jedag jedug.
[Aku tak mengejarmu saat kau pergi, bukan karena ku tak cinta lagi. Tapi ku ingin berhenti, kita saling menyakiti, aku ... tak menahanmu tetap di sini. Bukan karena ku tak bahagia lagi. Tapi kini kusadari, cinta tak harus saling miliki.]
Tristan memilih mundur dan istrahat, tapi Dinda meraih tangannya dan bernyanyi mengikuti lagu.
[Lebih baik berpisah dari pada terus terluka, karena ku selalu yang salah, jujur aku trauma.]
Tristan kesal dan meninggalkan lantai dansa. Dinda bingung kenapa bosnya tiba-tiba marah. Luis ikut pergi dan semua kembali ke sofa.
"Bro, lu kenapa?"
Wanita penghibur datang mengerayani tubuh Tristan.
"Kenapa sih ganteng."
"Pergi sebelum lo, gua buat malu." Wanita itu masih merayunya dan Dinda datang menyelamatkan bosnya.
"Hey, dia datang ngga sendirian. Pergi sana!"
Tristan terpejam sejenak lalu menatap Luis.
"Gua harus ke Paris Minggu depan," ucapnya meraih sebotol minuman. Tristan menegaknya habis dan Dinda mulai panik.
"Bos, hentikan."
Kepala pemuda itu mulai keleyengan. Dia mendaratkan botol kosong di atas meja dan menatap sahabatnya.
"Kesempatan lo bertemu gua hanya kali ini. Besok-besok gua ngga ada waktu, percayalah."
Kontrak kerja sama dikeluarkan. Luis menghela nafas panjang dan terlihat kesal.
"Gua minta lo ke sini untuk bersenang-senang, bukan untuk mengenang masa lalu, lo ke ingat dia lagi kan?"
Dinda menyimak.
"Lupain dia Tristan, jangan ke Paris."
Tristan membubuhkan tanda tangan dan meraih tangan Dinda.
"Gua akan pergi, gua ngga bisa, ngga datang."
"Tristan."
"Gua cabut, bye!"
Tristan bangkit dan merangkul Dinda.
"Bos, kamu mabuk."
Tristan kembali mengambil minuman di atas meja.
"Bos! Hentikan!"
Tristan tersenyum.
Dinda berusaha merebut botol minuman di tangan pemuda itu namun Tristan terus menjauhkannya.
"Kau tahu, Dinda. Setahun sekali aku menyempatkan diri untuk melihatnya."
"Siapa?"
"Dia selalu terlihat bahagia, dia bahagia dan tak pernah memikirkan aku."
"Bos!"
Tristan mengenang Nana, setiap tahun dia melihat gadis itu di Montmartre, dia dan suaminya, keluarga mereka terlihat sangat bahagia.
Dinda berhasil keluar dari bar dan membawa Tristan ke mobil.
"Duh, bisa hilang 3 juta gue kalau dia ngga sadar."
"Bos, bangun!"
Tristan kembali ingin meneguk minumannya namun Dinda menghalangi.
"Stop! Hentikan! Bos ini kenapa? Orang bersenang-senang bos malah galau. Ngga asyik banget."
Tristan kembali ingin meraih minumnya namun Dinda membuangnya.
"Kenapa kau lakukan itu?"
"Ya karena ini bahaya buat kita, bos nggak akan bisa fokus menyetir kalau kepalanya pusing."
"Hah!" Tristan duduk di kursi mobil, dia menatap Dinda yang perlahan berubah menjadi Nana.
Tatapan lelaki itu begitu mendamba, Tristan meraih tangannya dan menggenggamnya erat, hal itu membuat Dinda jadi salah tingkah.
"Bos, anda kenapa?"
"Bos!"
"Bisakah kau mencintai aku saja?"
"Hah?" Dinda tertegun.
"Kembali mencintaiku seperti dulu, bukankah kau bilang akan menaklukkan aku?"
Dinda yang hampir terhanyut dalam ucapan manisnya seketika tersadar, Tristan sedang mengigau.
"Kenapa kita tak bisa bersama, Na? Kenapa kau meninggalkan aku?"
Dinda mulai mengerti, Bosnya tak menikah bukan karena dia tak laku.
"Bos, ini aku, Dinda."
Tristan menariknya dan memeluknya.
"Tetap seperti ini, Na. Aku sangat merindukanmu."
Dinda diam tak berani bergerak, gadis itu membalas pelukannya untuk melegakan hati bosnya.
"Apa dia begitu cantik hingga Pak Bos tak bisa melupakannya?"
"Seperti apa sosok perempuan itu? Mengapa dia bisa membuat Pak Tristan sekacau ini?"
"Aku hanya menunggu kau memanggilku, tapi kau tak pernah datang."
"Kalau begitu lupakan saja dia, dia sudah bahagia bukan?"
Tristan melerai pelukannya dan menyadari jika orang yang ada di hadapannya adalah Dinda.
"Kau!"
"Bos."
"Dimana Nana?" Tristan melihat ke sekeliling.
"Siapa Nana?"
"Nana adalah ...." Seketika Tristan menyadari jika dia telah bicara tidak jelas.
"Dia adalah?"
Tristan menatapnya sedih.
"Seseorang yang setengah mati ingin aku lupakan. Seseorang yang telah mencuri hatiku dan tak mengembalikannya."
Dinda tak percaya ini.
"Anda sangat mencintainya?"
"Cinta saja tidak cukup untuk membuat kami bersama."
Dinda mengerti.
"Baiklah, kalau begitu lupakan dia! Bos, aku akan membantumu melupakannya."
lnjut thor
kalau bos mu tak bisa melindungi ya sudah kamu pasang pagar sendiri aja ya
kejar dia, atau justru anda yg akan d tinggalkan lagi
bikin ketawa sendiri, makin rajin upnya ya thor,