Zakia Amrita. gadis cantik berusia 18 tahun, terpaksa harus menikah dengan anak pemilik pesantren Kais Al-mahri. karena perjodohan oleh orang tua Kais. sendiri, karena Pernikahan yang tidak di dasari Cinta itu, harus membuat Zakia menelan pahitnya pernikahan, saat suaminya Kais ternyata juga tidak memilik cinta untuk nya.
Apakah pernikahan karena perjodohan ini akan berlangsung lama, setelah Zakia tahu di hati suami nya, Kais memiliki wanita lain?
yuk baca Sampai Happy Ending.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Rencana perjodohan.
"Jangan duduk di bawah, di Sofa saja tidak Apa." Umi Salimah langsung melerai Zakia.
"Eh-iya Umi. Terimakasih." Zakia langsung beranjak dari duduk nya.
Ia nampak semakin canggung saat di tatap Bu Nyai Salimah dari atas hinga ke bawah, Bu Nyai Salimah nampak nya begitu memperhatikan dirinya, bahkan duduknya saja sampai terlihat tidak tenang karena begitu gugup berhadapan dengan Bu Nyai dan Pak Kiyai nya.
"Maaf Pak Kiyai. Bu Nyai. ada apa yah, saya di panggil kesini?" Zakia sedikit mengulum senyum, untuk menepis ketakutan hatinya.
"Ada sesuatu yang akan saya sampaikan." Umi Salimah juga sebenarnya tidak kalah gugup saat akan menyampaikan hal itu pada Zakia.
"Iya Umi. Monggo silahkan." Zakia meremas ujung jilbabnya begitu gugup.
Suasana di ruangan itu sejenak hening, karena Umi Salimah sedang memikirkan kata-kata yang akan ia ucapan agar tepat penyampaian nya.
"Kabar Bude sama Pakde mu sehat?" Umi malah nampak mengulur waktu, Abah saja di sebelah umi sampai sesekali menyikut lengan Umi. agar cepat bicara pada intinya saja.
"Alhamdulilah sehat Umi."
"Kalau ... kalau misalkan." Kata itu malah tertahan di tenggorokan.
"Kalau misalkan kamu di nikahan dengan Gus Kais kamu setuju tidak? dan kira Kira keluarga mu bagaimana?" Abah meloloskan kalimat umi yang tertahan itu.
Zakia melongo saat kalimat itu berhasil keluar dari mulut Kiyai nya.
"Bagimana maksudnya Pak Kiyai saya tidak faham." Zakia tak kalah gugup ia meminta Pak Kiyai mengulangi ucapannya.
"Jadi begini Nak' saya tidak mau mengulur banyak waktu, maksud kami memanggil kamu kesini karena kami ingin menyampaikan kepada Zakia sendiri kalau Zakia akan kami pingit jadi menantu."
Zakia menelan Saliva nya. matanya memerah, nafasnya naik turun tidak beraturan tidak percaya kalau ia akan di nikahan dengan Gus Kais.
Laki laki yang terkenal cukup dingin, beliau adalah aktifis sekaligus pebisnis muda, yang sangat sibuk dengan dunia luarnya, sedangkan Zakia sendiri adalah santri yang sibuk dengan segundang pelajaran bahasa arabnya, serta keinginan cita citanya menjadi guru namun semua itu sirna karena himpitan ekonomi.
"Maaf Pak Kiyai, Bu Nyai. Bukanya saya lancang tapi bolehkah Kia berfikir dulu, dan tolong kabari Bude dan Pakde jika mereka setuju insyaallah saya siap." Zakia menunduk dalam.
"Alhamdulilah Kia. secepatnya kami akan kabari Pakde dan Bude Mu. pernikahan kalian akan dilangsungkan minggu depan jika benar Bude dah Pakde mu setuju kami akan langsung undang mereka datang." Pak Kiyai Syarif dan Bu Nyai Salimah terseyum sumringah saat mendengar jawaban Zakia.
Setelah itu Zakia berpamitan keluar rumah Kiyai Syarif di jalan menuju gedung putri ia malah berpapasan dengan Ustadz Hisyam.
"Assalamualaikum Kia. darimana?" sapa Ustadz Hisyam.
"Waalaikumsalam Ustadz. ini baru saja dari rumah pak kiyai." Ucap Zakia menunduk tidak berani menatap Ustadz Hisyam dan ia langsung pamitan karena takut jika di lihat santri lain yang nantinya akan timbul Seuzon.
"Kalau gitu Kia pamit duluan yah Ustadz..."
"Iya Kia silahkan..." Ustadz Hisyam mengukir senyum tipis setelah Zakia pamit dari hadapan nya.
Jujur saja Ustadz Hisyam sudah lama memendam rasa pada Zakia Amrita. sejak pertama kali Zakia datang namun pemuda dua puluh lima tahu itu nampaknya belum juga mengungkapan perasaan nya pada Zakia, padahal perasan itu sudah sangat lama tumbuh, bahkan diam diam Ustadz Hisyam sudah menabung ingin membelikan cincin untuk Zakia nantinya
"Semoga saja Allah. mendengar niat baik ku ini." Ustadz Hisyam tersenyum simpul, kembali meneruskan perjalan nya.
.
.
Matahari mulai menerobos dari celah jendela kamar Zakia, sejak pagi Ia sudah terbangun meskipun tidak Shalat subuh karena sedang halangan.
Sejak kejadian kemarin ia lebih sering diam, sambil memikirkan bolak balik perasaan nya. karena ia belum kenal betul Gus Kais itu.
Zakia, tidak pernah berpapasan langsung dengan nya, hanya pernah sekali saja melihat dia saat sedang terburu buru mengambil air Wudhu di tempat yang dekat dengan rumah Kiyai Syarif. itupun dari kejauhan.
"Bagimana jika dia tidak mencintai ku?" Zakia bimbang sendiri.
Ia lebih takut sebenarnya hidup bersama dengan pria yang tidak benar-benar mencintainya, namun ia juga masih bingung kenapa Pak kiyai dan Bu Nyai, ingin sekali menjodohkan nya dengan anak mereka itu.
"Ya Allah. bantu aku..." Zakia meremas tangannya kuat.
Sebenarnya menikah muda bukankah pilihan, namun tawaran perjodohan dengan anak Pak Kiyai membuat ia berfikir lebih dalam. untuk saat ini cinta memang belum tumbuh tapi mungkin setelah menikah bisa tumbuh dengan sendirinya.
.
.
Sementara di dalam kamar Gus Kais sedang mondar mandir, sedari tadi ia sudah mengenggam ponsel namun belum juga menghubungi Ayunda.
"Apa yang akan aku katakan nanti padanya?" Gus Kais memutar ponselnya di tangan.
Otak nya begitu mumet, pikiran nya rued tidak karuan, pekerjaan nya sampai berantakan karena setelah kedua orang tuanya menolak ia menikahi Ayunda. dan malah milih menjodohkan nya dengan wanita lain, Gus Kais sejak kemarin sampai mengurung diri.
Jika sudah titah Umi nya Gus Kais mana berani menolak, yang ada semua bisnisnya akan di tarik Abah. ditambah ia juga sangat menyayangi Umi nya, sebab itulah ia menerima perjodohan meskipun entah nantinya akan seperti apa kedepannya.
"Kais... buka pintunya Umi mau bicara." Umi Salimah mengetuk pintu kamar Gus Kais berkali kali.
Jika tidak di bukakan Gus Kais tidak tega juga, akhirnya ia Langsung membukanan pintu kamarnya. dan tidak jadi menelfon Ayunda. padahal sudah puluhan pesan yang di kirim Ayunda tapi belum juga Gus Kais membukanya.
"Ada Apa Umi?..."
"Wajahnya sungkan gitu, ngak sopan loh ngomong sama Umi wajahnya di tekuk gitu." Umi Salimah bersedekap sambil memperhatikan wajah Gus Kais yang nampak menunduk lesu
Kalau menghadapai Umi Salimah memang harus banyak istigfar nya, akhirnya Gus Kais memaksakan senyuman di wajahnya.
"Ada Apa Umi datang ke kamar Kais? biasanya jam segini Umi selalu murojaah di aula."
"Yah memangnya ngak boleh kalau Umi mau kesini. dari kemarin kamu ngak makan memangnya ngak lapar?" Umi Salimah menatap Gus Kais.
Hanya gelengan kepala yang di sertai Gus Kais.
"Yakin ngak lapar?" Umi mengangkat alisnya.
"Iya Umi..." Gus Kais nampaknya begitu pasrah.
"Yah sudah terserah kamu saja." biasanya Umi selalu membujuk namun kali ini nampaknya begitu bodo amat. "Oh-Iya ada satu hal lagi. Ustadz Hisyam hari ini ngajar kelas Nafai jadi Umi minta kamu yang ngajar kelas Diniah yah." ucap Umi sedikit memaksa, sebenarnya ia sengaja menganti jadwal mengajar Ustadz Hisyam ke kelas Nafai karena niatnya agar Zakia bisa lebih dekat mengenal Gus Kais.