"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5 Sepeda Baru Tapi Bekas
"Kamu harus mau nerima pemberian
saya" ujar haji Maliki.
"Pemberian nopo bah?" tanya Alvin
penasaran.
"Itu, pakai itu untuk akomodasi kamu
ke sekolah, biar gak jalan kaki terus" ujar
haji Maliki seraya menunjuk sebuah
sepeda pancal yang tersandar di dinding
rumahnya.
"Waduh maaf bah, saya jalan kaki saja
gpp" tolak Alvin, ia merasa tak enak jika
menerima pemberian secara cuma-cuma.
"Kalau kamu gak mau, lebih baik
pekerjaan ini gak jadi saya kasih ke kamu
aja" ancam haji Maliki.
"Eh kok gitu bah" ucap Alvin sedikit
kecewa.
"Lah kamu cuma disuruh make sepeda
aja gak mau kok" ujar haji Maliki.
"Saya ndak enak nerima pemberian
cuma-cuma bah, atau gini saja sepeda itu
saya beli saja ya bah, nanti bayarnya
potong uang gaji saya tiap bulannya" ujar
Alvin memberi solusi.
"Wes terserah kamu le, pokok kamu
bawa aja dulu itu sepeda. Untuk mulai
kerjanya mulai Senin besok ya, sekalian
awal bulan" ujar haji Maliki pada
akhirnya.
Alvin pun hanya bisa menurut, kini
ia mendekati sebuah sepeda bekas yang
tersandar di dinding. Ada rasa bahagia
ketika ia memegangnya, meski hanya
sebuah sepeda bekas, tapi sepeda itu masih
sangat layak pakai.
"Sepedanya emang cukup jelek, ta
insyaallah masih bisa dipakai lah" ucap Haji Maliki saat melihat Alvin memegang sepeda tersebut.
"Jelek apanya bah, ini masih sangat
bagus, terimakasih banyak ya bah. Jangan
lupa potong gaji saya tiap bulan" jawab
Alvin menegaskan.
"Wes bawaken pulang sana!" usir haji
Maliki kemudian.
Membuat Alvin segera meraih
tangan haji Maliki, untuk ia salam
kemudian pamit berlalu.
Alvin mengayuh sepedanya dengan
rasa bahagia. Seraya membayangkan
setelah ini ia tak perlu berjalan kaki ke
sekolah, waktu tempuhnya juga akan
berkurang. Membayangkannya saja sudah
membuat Alvin senang.
Tak terasa rumah Alvin sudah di
depan mata, ralat rumah orang tua yang
sudah membesarnya. Belum benar sampai,
Alvin sedikit tersentak melihat sang
bapak keluar dari rumah dengan sedikit
emosi, ditambah dengan pintu rumah
yang tertutup dengan kerasnya.
Membuat Alvin turun dari sepeda
dan menuntunnya mendekati sang bapak.
"Assalamualaikum!" sapa Alvin
seraya mnencium tangan sang bapak.
"Waalaikumsalam" jawab pak Rohman
sedikit tersentak.
"Sepeda siapa yang kamu bawa itu le"
tanya pak Rohman.
"Ah ini dari Abah Maliki pak, kita
duduk dulu aja biar Alvin jelasin" jawab
Alvin.
"Ya udah sambil minum es tebu depan
situ aja ya le, kamu pasti haus kan" ajak pak
Rohman, sebenarnya beliau hanya ingin
agar Alvin tak segera masuk ke dalam
rumah, karena suasana hati sang istri
sedang tidak baik. Dan biasanya Alvin akan menjadi sasaran amarahnya.
Dengan mengangguk Alvin pun
segera mengikuti pak Rohman yang sudah
berjalan terlebih dahulu.
Pak Rohman yang sudah sampai
duluan pun memesan es tebu untuk
Alvin dan untuk dirinya sendiri.
"Duduk sini le, sekarang kamu jelasin
kenapa bisa bawa pulang sepedanya Abah
Maliki" perintah pak Rohman, seraya
menyerahkan segelas es tebu yang sudah
ditangannya.
"Aku mau berhenti markir pak" ucap
Alvin mengawali ceritanya.
"Boleh, sejak awal kan bapak juga
kurang suka kalau kamu kerja begituan,
lagian kamu juga masih sekolah le, bukan
tanggung jawabmu mencari uang" jawab
pak Rohman.
Beliau memang berkali-kali
mengingatkan Alvin bahwa mencari
nafkah adalah tanggung jawab seorang
bapak, bukan anak yang masih sekolah.
Namun mengingat kebiasaan sang istri,
pak Rohman akhirnya mengijinkan
Alvin menjadi tukang parkir.
"Alvin mau jadi tukang sampah pak"
ucap Alvin.
"Maksudmu gimana le?" tanya pak
Rohman mengernyitkan dahi.
"Jadi kemarin Abah Maliki nawari
Alvin buat jadi tukang sampah di
kampung kita pak, nah hari ini Alvin
sanggupi. Sepertinya jadi tukang sampah
lebih baik daripada tukang parkir. Dan
sepeda yang Alvin bawa itu pemberian
Abah Maliki, tapi Alvin gak langsung
terima pak, Alvin minta buat bayar
sepeda itu dengan memotong gaji Alvin
tiap bulannya nanti" ujar Alvin memberi
penjelasan.
Ada gurat kecewa di wajah pak Rohman.
"Kamu gak bisa jadi pelajar aja tah le?
Bapak liat kamu itu sekarang sekolahnya
kan lebih jauh, pulang juga lebih sore. Apa
gak sebaiknya kamu gunakan waktumu
buat istirahat dan fokus sekolah aja" ujar
pak Rohman tampak sedikit keberatan.
"Alvin gak mau terlalu membebani
bapak, biar sekolah Alvin saat ini dapet
beasiswa, gak menutup kemungkinan jika
nantinya Alvin akan butuh biaya untuk
kepentingan lain. Dan Alvin gak pingin
merepotkan bapak" jawab Alvin.
"Kamu gak pernah ngerepotin bapak
le, kamu bukan beban. Kamu memang
tanggung jawab bapak" ucap pak Rohman
sedih.
"Tapi pak, Alvin ingin membantu
keuangan rumah kita" sanggah Alvin.
Rayu merayu Alvin pada sang bapak
pun terjadi. Meski Alvin sudah tahu jika
pak Rohman bukanlah bapak kandungnya, tapi mengingat kebaikan dan
kasih sayang pak Rohman selama ini,
membuat Alvin amat patuh dan hormat
pada beliau.
Hingga tercapailah tujuan Alvin.
Mendapat izin dari sang bapak, untuk
pekerjaan barunya.
Usai berbincang, keduanya pun
kembali ke rumah. Bu Eleanor jarang
memarahi Alvin jika sang suami sedang
bersama mereka, meski begitu pak
Rohman pun tau jika Bu Eleanor memang tak
menyukai Alvin.
Lepas magrib Alvin menuju toko
tempat biasa ia markir, berjalan kaki,
sebab Abah Maliki hanya berpesan jika
sepeda pemberiannya sebaiknya dipakai
untuk akomodasi sekolah. Karena Alvin
merasa belum membeli sepeda itu, maka ia
tak berani memakainya untuk
kepentingan lain.
Dengan sopan Alvin berpamitan
pada pemilik toko, menjelaskan bahwa tak
bisa membantu menjadi tukang parkir di
toko tersebut lagi. Meski Alvin cukup
tau, jika sebenarnya pemilik toko sudah
menempatkan orang baru untuk markir
disana.
Usai berpamitan Alvin masih
berbincang dengan tukang parkir yang
baru. Sampai seorang wanita berusia 40an
menghampiri dan menitipkan barang
belanjaannya.
"Eh Alvin lama gak ketemu, nitip
belanjaan Tante sebentar ya, ini tadi ada
yang ketinggalan di dalem" pinta wanita
tersebut.
"oh iya Tante" jawab Alvin seraya
menenteng belanjaan wanita itu, ketika
beliau berlalu.
Beberapa waktu menunggu, tak lama
kemudian tampak seorang remaja laki-laki menghampirinya.
"Hei murid beasiswa, orang kaya gini
kok sekolah pakai beasiswa!!" sapa laki-
laki tersebut, ya dialah Alex.
"Apaan sih!" Acuh Alvin malas
menanggapi.
Disusul oleh kedatangan wanita tadi
yang sudah datang.
"Alvin makasih ya udah mau
bawain barang Tante" ucap wanita
tersebut seraya membuka pintu belakang
mobil, untuk meletakkan barang
belanjaannya.
"Mama!" Sapa Alex
"Kamu itu dari mana aja sih Lex.,
mama cari dari tadi juga jawab Bu Rosa,
mama Alex.
"Mama kenal Alvin?" tanya Alex
penasaran.
"Lah, kamu kenal juga?"jawab Bu Rosa balik bertanya.
"Alvin ini penerima beasiswa di
sekolah ma" jawab Alex.
"Benar begitu Alvin?" tanya Bu Rosa
pada Alvin.
"Ah iya Tante" jawab Alvin merasa
tidak enak, pasalnya beberapa waktu yang
lalu, Bu Rosa ingin memberi bantuan
untuk sekolah Alvin, namun kala itu
Alvin menolak dengan tegas. Ia
bersikeras tidak mau menerima sebuah
bantuan.
"Ah syukurlah kalau gitu, kalau tau
gini kan Tante jadi gak khawatir. Kamu
masih markir disini nak?" tanya Bu Rosa
seraya mengusap kepala Alvin. Bu Rosa
adalah pelanggan di toko sebelah, tempat
biasa Alvin markir.
"Iyah Tante, tapi mulai hari ini tidak.
Ini tadi saya cuma pamitan sama bos aja"
jawab Alvin.
"Oh gitu, kalau boleh tau kenapa
berhenti?" tanya Bu Rosa penasaran.
Sedikitnya beliau cukup mengenal Alvin
sejak 3 tahun yang lalu.
"Saya sudah dapat pekerjaan lain
tante, ya meskipun cuma jadi tukang
sampah di kampung sih. Tapi tetep aja
sepertinya masih mending daripada
disini" jawab Alvin jujur.
Sementara Alex hanya berdiam diri,
keberadaannya seolah tak di anggap oleh
sang mama, hingga ia berdehem.
"Ekhem! Mama sudah belanjanya?"
tanya Alex..
"Oh iya, sudah ini Lex. Eh kalau kalian
satu sekolah, satu kelas juga gak?" tanya Bu
Rosa.
"Enggak Tante" "Gak!" jawab Alvin
dan Alex hampir bersamaan.
"Wah kompak banget sih, sayang banget yah gak sekelas. Tapi kamu kalau kesulitan di sekolah bisa minta ajarin
Alvin loh Lex, dia ini kan pinter" ujar
mama Rosa yang lebih memuji Alvin.
"Alex juga pinter ma" jawab Alex tak
terima.
"Iya iya, anak mama juga pinter. Tapi
kayaknya lebih pinter Alvin deh" ucap
Bu Rosa seraya tertawa menggoda sang
anak.
Sementara Alex tampak kesal dan
memilih masuk ke dalam mobil lebih
dulu, seraya duduk di kursi kemudi.
"Tante pergi dulu yah Vin, semoga
kerjaan kamu dan sekolahnya lancar yah
nak" ujar Bu Rosa berpamitan dengan
tulus.
"Makasih doanya Tante, hati hati ya"
jawab Alvin
Bu Rosa pun mengangguk kemudian
Berjalan hendak masuk ke dalam mobil.
Belum sempat masuk, Bu Rosa
kembali beliau memberikan selembar
uang 100rb untuk Alvin.
"Jangan Tante, Alvin kan udah gak
markir" tolak Alvin.
"Buat jasa bantuin Tante pegang
belanjaan" jawab Bu Rosa, beliau tau jika
gengsi Alvin cukup besar untuk
menerima sesuatu tanpa bekerja.
"Tapi ini kebanyakan te" ucap Alvin.
"Anggap itu pesangon dari Tante" ucap
Bu Rosa yang kemudian berlalu
menghindari Alvin agar tak
mengembalikan uangnya.
Bu Rosa pun segera masuk ke dalam
mobil, saat Alvin masih berusaha
mengembalikan uang tersebut.
"Ayok jalan Lex!" Perintah Bu Rosa
pada Alex.
Saat sudah berjalan perlahan barulah Bu Rosa membuka kaca jendela mobil dan
melambai pada Alvin.
Membuat Alvin akhirnya mau tak
mau menerima uang tersebut.
"Makasih te!" Teriak Alvin
mengiringi mobil yang dikemudikan Alex
berlalu.
"Mama kok bisa kenal sama Alvin?"
tanya Alex sambil mengemudi.