NovelToon NovelToon
KAKEK PEMUAS

KAKEK PEMUAS

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Dikelilingi wanita cantik
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Putri muda

seorang kakek yang awalnya di hina, namun mendapat kesaktian

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri muda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 5

Hanya sekali pukul dari anak buah Pak Marwan, langsung Mang Surya tergeletak di tanah. Beberapa orang yang mendengar teriakan anak buah Pak Marwan tadi tidak membiarkan untuk menganiaya Mang Surya lebih jauh, namun tak sedikit juga yang mencela perbuatan Mang Surya yang suka mengintip para gadis mandi.

Akhirnya, Mang Surya pun pulang tanpa membawa rumput untuk pakan ternaknya, karena perutnya sangat mules. Saat dia pulang melewati jalan, tak sedikit orang-orang yang menatapnya hina atau mencemoohnya, karena kabar kalau Mang Surya suka mengintip sudah tersebar luas dari mulut ke mulut.

Sesampainya di rumah, Mang Surya pun duduk termenung sendiri. Lalu timbul ide untuk pergi ke kota menemui anaknya saja, dan berencana akan tinggal di kota. Daripada di sini, akan lama jadi gunjingan para tetangga. Namun yang menjadi pikiran adalah sapinya. Itu sebabnya ia langsung bangun dari duduknya dan pergi ke rumah tetangganya yang menggarap sawahnya.

Mang Surya meminta tetangganya itu untuk merawat sapinya dengan pembagian hasil nantinya, dan tetangganya pun sudah setuju. Lalu Mang Surya kembali ke rumahnya.

Setelah sampai di rumah, dia tak nafsu makan karena teringat penghinaan warga desa tadi. Mang Surya lalu bangun dari duduknya, mengambil sebuah tas usang untuk dibawanya ke kota sebagai wadah pakaian.

Kakek Surya akan pergi malam ini, karena kalau sampai menunggu besok, ia sudah tak sanggup lagi bertemu para penduduk desa yang akan makin menghina dan mengata-ngatai bahwa dia suka mengintip para gadis mandi.

Dengan langkah tuanya, Kakek Surya berjalan di jalanan aspal yang ada di desanya. Dia terpaksa berjalan kaki karena malam-malam begini tidak ada ojek. Itu juga sengaja dilakukan Mang Surya, karena kalau sampai ada orang yang tahu bahwa dia pergi ke kota, tentu nama anaknya akan terseret juga nantinya. Anaknya juga akan malu kalau mendengar kabar bahwa dirinya suka mengintip para gadis mandi.

Kakek Surya terus melangkah dengan penuh semangat, karena dia berharap besok pagi bisa sampai di terminal terdekat untuk mencari angkot yang mengantarnya ke kota.

Di kegelapan malam itu, Kakek Surya terus menyusuri jalan aspal yang cukup sunyi, hingga melewati batas desanya dan masuk desa tetangga. Dengan memakai tongkat kayu, Kakek Surya terus melangkah melewati empat desa lagi untuk sampai ke terminal, atau paling tidak ke tempat orang-orang biasa mencari angkot.

Setelah melewati desa kedua, ternyata waktu sudah tengah malam saat dia sampai di perbatasan desa itu.

Alangkah kagetnya Kakek Surya melihat sebuah gubuk di batas desa itu. Sebab di perbatasan ini tidak ada perumahan sama sekali, yang dia ingat hanya hutan belantara. Walau gubuk itu cukup jauh masuk dari jalan aspal, Kakek Surya baru sadar saat melihat lampu di gubuk tersebut.

Dia baru sadar sekarang, padahal jalan ini sering dilaluinya kalau membeli sesuatu ke kota atau sekadar berbelanja ke pasar yang ada di dekat terminal yang akan ditujunya. Sebab akses desanya cuma lewat jalan satu ini saja.

Namun Kakek Surya tak terlalu memperdulikan gubuk tersebut. Ia terus melangkahkan kaki, berharap akan melewati satu desa lagi sebelum beristirahat.

Tiba-tiba, ia berpapasan di tengah malam dengan seorang kakek yang lebih tua darinya, mungkin berusia lebih dari 90 tahun.

“Mau ke mana tengah malam begini?” tanya kakek itu setelah dekat dengan Kakek Surya.

“Saya mau ke kota, Kang,” jawab Kakek Surya.

“Ke kota tengah malam begini? Jangan pergi malam-malam, kamu sudah tua. Nanti kalau kenapa-kenapa di jalan, keluargamu akan repot,” jawab kakek itu.

“Tidak apa-apa, Kang. Saya ingin cepat-cepat sampai ke terminal,” jawab Kakek Surya.

“Jangan bodoh. Terminal masih jauh dari sini. Sebaiknya kamu menginap di gubukku dulu, besok pagi baru berangkat lagi naik ojek. Kalau kamu paksakan pergi tengah malam begini, jangankan ke kota, ke terminal pun kamu tak akan sampai. Apalagi umurmu sudah tua begini,” ucap kakek itu menasihati.

“Ayo jangan ngeyel. Ikut ke rumahku sekarang, kamu menginap saja semalaman di gubukku. Besok kamu lanjutkan ke kota. Oh ya, perkenalkan, namaku Badarudin. Orang-orang memanggilku Mbah Udin. Namamu siapa?” tanya Mbah Udin.

“Saya Surya, Kang,” jawab Kakek Surya.

“Ya sudah, ayo menginap di gubukku dulu. Kasihan kalau kamu jalan sendiri tengah malam begini,” jawab Mbah Udin lagi.

Kakek Surya sangat heran kenapa Mbah Udin juga keluar tengah malam begitu, namun ia tak berani bertanya.

“Sudah, ayo ikut. Kalau gitu aku duluan,” ucap Mbah Udin lagi sambil menyentuh lengan Kakek Surya.

Kalau orang-orang muda bertemu dengan Mbah Udin tengah malam begini, mungkin dikiranya dia bukan manusia. Di samping karena ketemunya tengah malam, wajahnya berjenggot, berkumis, dan rambutnya agak panjang. Namun buat Kakek Surya yang sudah berumur, ia sama sekali tak takut dengan hal-hal gaib yang belum terbukti kebenarannya.

Kakek Surya lalu berpikir, kalau hanya menginap semalam di gubuk Mbah Udin, rasanya tak apa-apa. Lagi pula, orang-orang desa di sini tak mengenalnya, toh sudah melewati satu desa tetangga. Besok saja cari ojek. Apa yang dikatakan Mbah Udin masuk akal juga. Kalau sampai dirinya kenapa-kenapa, bukan hanya dia yang menahan sakit, tentu anaknya di kota juga harus pulang untuk merawatnya. Artinya, anaknya tak bisa bekerja lagi untuk menghidupi keluarganya. Begitu pikir Mang Surya.

“Tunggu, Kang. Saya ikut,” teriak Mang Surya yang akhirnya mengikuti saran Mbah Udin.

“Kenapa kamu jalan malam-malam begini?” tanya Mbah Udin setelah keduanya sampai di gubuk pinggir hutan itu.

“Saya mau ke kota, akan tinggal dengan anak saya,” jawab Kakek Surya.

“Kenapa malam-malam? Besok siang kan bisa. Apa kamu seorang pencuri yang kabur dari kejaran orang kampung?” tanya Mbah Udin menyelidik.

Lalu Kakek Surya pun menceritakan kejadiannya tadi, saat dirinya dituduh mengintip gadis-gadis mandi.

“Apa benar hanya dituduh, atau jangan-jangan kamu memang mengintip?” tanya Mbah Udin.

Kakek Surya pun hanya tersenyum simpul, karena apa yang dituduhkan Mbah Udin sebagian ada benarnya juga. Sebab dia memang sengaja melihat tadi.

“Apa kamu masih doyan perempuan? Apa kamu masih punya tenaga untuk berhubungan dengan seorang perempuan?” tanya Mbah Udin.

“Kalau perempuannya cantik, saya masih bisa memuaskannya. Tapi kalau sudah tua atau tak cantik, saya juga tak mau, Kang,” jawab Kakek Surya.

“Wah, kamu aki-aki yang pemilih juga ya. Apa kamu mau mendapatkan gadis yang kamu inginkan itu? Apalagi dia sudah menghinamu tadi?” tanya Mbah Udin.

“Emang bisa? Tak mungkin itu, Kang. Aku kan sudah tua,” jawab Kakek Surya.

“Kalau kamu mau, aku akan membantumu. Namun risiko kamu yang tanggung. Mau?” tanya Mbah Udin.

“Itu tak mungkin, Kang,” jawab Kakek Surya tak percaya.

“Bisa, itu sangat bisa. Dengan aku merajah lidahmu. Tapi pantangannya berat. Kamu harus puasa mutih tiga hari, dan pati geni satu hari satu malam. Lalu aku merajahmu, kemudian kamu kembali puasa mutih tiga hari lagi. Di hari keempat, kamu sudah bisa memakainya. Nanti setiap perempuan yang kamu katakan ayu atau cantik, pasti akan tergila-gila padamu dan siap melayanimu sampai kamu lemas. Tapi kamu tak boleh macam-macam. Kamu harus coba dan amalkan pada perempuan yang benar-benar kamu sukai. Mau?” tanya Mbah Udin.

“Sebenarnya saya tak ingin, Kang. Karena hal begituan sudah tak pantas buat saya. Juga kepunyaan saya kecil, tidak mungkin bisa memuaskan gadis-gadis itu,” jawab Kakek Surya.

“Aku bukan memaksa, tapi menawari. Untuk membalas penghinaan itu. Jujur saja, kamu ingin balas dendam, kan? Kalau masalah kamu bisa memuaskan atau tidak, aku nanti akan merajah lagi lidahmu agar kepunyaanmu terasa dua kali lebih panjang dan lebih besar dari sekarang. Rasanya saja, ukurannya tetap sama. Itu bisa diatur, asal kamu kuat menjalani puasa mutih dari syarat yang aku ajukan. Dan ada satu pantangan lagi, tapi ini harus kamu sendiri yang merasakan dan mencarinya. Karena pantangan itu beraneka ragam,” terang Mbah Udin.

“Maksudnya, saya kok enggak ngerti,” tanya Kakek Surya.

“Selama ini selalu berbeda-beda. Misalnya, tak boleh dipakai untuk orang bersuami, atau seorang perawan, atau orang menyusui. Bahkan ada yang tak mempan pada perempuan hamil. Itu harus kamu yang mencari tahu setelah lidahmu dirajah,” jawab Mbah Udin.

“Gimana kalau saya langgar pantangan itu?” tanya Kakek Surya.

“Sebenarnya itu bukan pantangan. Hanya saja, rajah itu tak akan mempan,” jawab Mbah Udin.

“Iya deh, kalau begitu. Emang apa yang harus saya berikan untuk membalas kebaikan Akang?” tanya Kakek Surya.

“Tak ada. Kamu harus siap risikonya saja nanti. Aku tahu kamu sangat tertekan, hingga harus pergi malam-malam begini. Makanya aku tawari. Kalau tak begitu, aku tak akan mengeluarkan pengasihan ini dengan harga berapa pun. Karena ini sangat berbahaya kalau dimiliki orang yang masih muda,” terang Mbah Udin.

“Iya deh kalau begitu, saya siap, Kang,” jawab Kakek Surya.

“Hatimu harus mantap. Aku sangat kasihan melihatmu dihina oleh penduduk desa. Kalau kamu mau, kamu harus tegas. Karena ini sangat berbahaya. Tapi kalau kamu masih bimbang, sebaiknya jangan,” terang Mbah Udin.

“Iya, saya mau, Kang. Kapan saya mulai melakukan ritualnya?” tanya Kakek Surya antusias.

“Besok.”

Bersambung

1
Haru Hatsune
Cerita yang bikin baper, deh!
Apaqelasyy
Bagaimana cerita selanjutnya, author? Update dulu donk! 😡
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!