Enam bulan pernikahan Anindia, badai besar datang menerpa biduk rumah tangganya. Kakak sang suami meninggalkan wasiat sebelum meninggal. Wasiat untuk menjaga anak dan juga istrinya dengan baik. Karena istri dari kakak sang suami adalah menantu kesayangan keluarga suaminya, wasiat itu mereka artikan dengan cara untuk menikahkan suami Nindi dengan si kakak ipar.
Apa yang akan terjadi dengan rumah tangga Nindi karena wasiat ini? Akankah Nindi rela membiarkan suaminya menikah lagi karena wasiat tersebut? Atau, malah memilih untuk melepaskan si suami? Ayok! Ikuti kisah Nindi di sini. Di, Wasiat yang Menyakitkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#05
Nisa meraih tangan Desi dengan lembut. "Dengarkan mama. Lakukan pernikahan dengan Afi. Anggap saja ini sebagai memenuhi wasiat yang Ali berikan. Ali sungguh sangat menyayangi kalian berdua, Des. Makanya, mama ingin tetap menjaga kamu dan Lena dengan baik."
Desi mengulum senyum. Hatinya sangat bahagia. Tapi, sebisa mungkin, kebahagiaan itu dia tahan agar tidak terlihat oleh Nisa dan Hana. Sungguh, manusia bermuka dua terlalu menakutkan.
*
"Apa lagi yang harus kita bicarakan, Mas? Semuanya sudah jelas. Tidak ada hal lain lagi yang perlu di bahas."
"Aku tidak akan pernah menceraikan dirimu, Nindi. Tidak akan pernah."
"Aku akan tetap ingin bercerai, Mas. Jika kamu menikah dengan mbak Desi. Maka, kamu harus menceraikan aku dulu. Karena aku tidak akan pernah merestui pernikahan kalian jika aku masih berstatus sebagai istrimu."
"Nindi! Kamu!" Nada tinggi terdengar memenuhi ruangan tersebut. Tatapan mata tajam tak bisa Afi sembunyikan lagi.
Dia yang dulunya selalu menatap Nindi dengan penuh kasih, sekarang berubah menakutkan. Semua hanya karena sebuah wasiat. Kehidupan manis yang harusnya Nindi jalani, menjadi neraka yang tidak lagi ingin Nindi tempati.
Sementara Afi kalap karena amarah dan kekesalan yang memuncak, Nindi yang ada di dekatnya malah tidak bergeming sedikitpun. Tatapan tajam Afi, nada tinggi karena amarah yang Afi lepaskan, ternyata tidak mampu membuat Nindi terguncang.
Mungkin, ketika hati sampai pada titik terdalam dari rasa sakit, ketakutan sudah tidak lagi bisa dia rasakan. Cinta langsung padam seketika. Kasih sayang mendadak menghilang. Kemudian, sekeras apapun amarah, Nindi tidak lagi bisa merasakan guncangan dari amarah tersebut.
"Keputusan ku sudah bulat, Mas Afi. Aku akan tetap bercerai darimu. Karena aku tidak akan pernah rela jika harus berbagi suami dengan wanita manapun di dunia ini." Anindia berucap dengan nada tenang. Datar seakan tanpa goncangan sedikitpun.
Ucapan tanpa ekspresi, tanpa getaran sedikitpun, membuat Afi terpaku selama beberapa saat. Sungguh, Afi sangat tidak percaya akan ekspresi itu. Tapi, inilah kenyataannya. Hati Nindi terlalu sulit untuk dia lunakkan. Keras seperti batu.
Hembusan napas berat penuh beban Afi lepaskan. "Baiklah kalau begitu. Jika kamu tidak ingin merelakan aku menikah dengan mbak Desi, maka aku tidak perlu restu darimu, Anin. Kau tidak perlu mengizinkan aku menikah. Tapi, aku akan tetap menikahi mbak Desi karena wasiat dari mas Ali."
Anindia mengangkat wajahnya. Menatap wajah sang suami dengan tatapan dingin. Sungguh, ucapan itu sangat sulit untuk ia cerna. Dia bingung seketika. Namun, bibirnya terlalu berat untuk dia gerakkan. Hanya wajah. Wajah sajalah yang terlihat mempertanyakan apa yang baru saja Afi bicarakan.
Afi pun langsung bangun dari duduknya. Lagi, helaan napas berat dia lepaskan. Sungguh, itu memang beban terberat yang pernah menindih dadanya. Dia sungguh sangat mencintai Anindia. Namun, dia merasa punya tanggungjawab besar atas wasiat yang kakaknya tinggalkan.
Dia sedang berada di antara dua jurang sekarang. Di satu sisi, dia harus melakukan apa yang telah kakak pertamanya wasiatkan. Sedangkan di sisi lain, rumah tangganya dengan Nindi harus dia pertahankan bagaimanapun caranya.
"Anindia. Aku akan menikah siri dengan mbak Desi. Aku tidak akan menceraikan dirimu. Aku akan tetap mempertahankan rumah tangga kita sampai kapan pun. Sampai kapan pun, kamu akan tetap jadi istri aku, Anin."
Deg. Kali ini, barulah Nindi berekspresi. Matanya membulat. Bibirnya bergetar, amarahnya meninggi. Rasanya, mungkin jika dia diizinkan memukul Afi. Jika memukul suami tidak berdosa. Maka akan dia lakukan sekarang juga. Akan dia pukul Afi sekuat tenaga. Akan dia jungkir balikkan pria itu supaya amarahnya bisa mereda.
Sayang, dia tidak bisa melakukan hal tersebut. Dia tidak bisa bertingkah sekarang. Dia tidak bisa tiba-tiba menggila di saat kondisi yang begitu buruk. Dan lagi, dia tidak bisa menambah masalah, karena pada dasarnya, dia sudah merelakan Afi untuk wanita lain.
Nindi bangun perlahan dari duduknya. Dengan tatapan mata yang hampir tidak berkedip, yang membulat sempurna, Anin terus menatap lekat wajah suaminya itu.
"Kamu keterlaluan, Mas. Sungguh sangat keterlaluan."
"Aku hanya ingin bebas. Tapi kamu malah dengan jahatnya menahan diriku di sini. Apa kurang cukup rasa sakit yang sudah kamu timpakan ke hatiku sebelumnya?"
Tatapan tajam Afi berubah teduh dengan cepat. Hatinya benar-benar terusik. Dia sungguh sangat tidak rela jika melihat wajah terluka Nindi terlihat di depan matanya. Tapi takdir terlalu tega luar biasa. Bisa-bisanya memberikan badai di saat bahtera rumah tangganya baru berlayar dalam hitungan bulan.
"Anin. Aku mencintai dirimu. Aku tidak akan pernah rela melepaskan dirimu, Nin."
"Cinta mu terlalu menyakitkan, Mas. Aku tidak sanggup untuk bertahan."
"Aku menikah hanya karena wasiat, Anindia. Tolonglah. Istriku hanya kamu satu-satunya. Selamanya, orang yang aku cintai juga hanya kamu."
"Tapi sayangnya, tidak akan lama lagi, itu tidak akan menjadi aku, Mas. Karena jika kamu menikah lagi, kamu sudah pasti harus membagi hatimu dengan wanita lain. Mungkin membagi hati akan cukup sulit untuk saat ini. Tapi, seiring berjalannya waktu, itu akan terjadi."
"Tidak, Anin."
"Jangan bohong, Mas. Jangan putuskan hari ini apa yang akan terjadi hari esok. Karena kamu sama sekali tidak akan pernah tahu, seperti apa hari esok akan kamu lalui."
Afi benar-benar putus asa. Dia menundukkan wajahnya. Buliran bening jatuh secara perlahan. Sesaat lamanya dia terdiam. Namun, detik berikutnya, Afi kembali mengangkat wajahnya, menatap lekat wajah Nindi yang saat ini ada di depannya.
"Sampai kapan pun, aku tidak akan melepaskan dirimu. Sekalipun aku kamu anggap egois, aku tetap tidak akan perduli. Kamu istriku. Aku akan pertahankan kamu. Pernikahan ku dengan mbak Desi hanya karena wasiat dari mas Ali saja. Tidak akan pernah lebih."
Setelah berucap kata-kata barusan, Afi langsung beranjak meninggalkan kamar tidur mereka. Dia membawa luka hatinya untuk menjauh. Meninggalkan Anin yang sudah pasti lebih terluka dari yang dia sadari sebelumnya.
Sesaat setelah Afi pergi, pemilik dari sepasang telinga yang sudah menguping sejak tadi, langsung menggenggam erat tangannya. Tatapan tajam penuh kebencian terlihat dengan sangat jelas. Tak lupa, gigi dari si pemilik telinga juga menggertak dengan kuat.
'Apa yang akan menjadi milikku, tidak akan pernah aku biarkan lepas lagi. Aku akan buat kamu menyesal sampai ke tulang karena telah bersedia bersaing dengan ku. Dasar, wanita tak tahu malu.'
Desi pun beranjak setelah menatap lekat daun pintu kamar yang sedang tertutup rapat. Ya, pemilik sepasang telinga itu adalah dirinya. Dia kesal bukan kepalang saat tak sengaja melewati kamar tidur Nindi yang ternyata sedang memperdengarkan perdebatan dari si pemilik kamar.
Desi Susanti adalah wanita yang cukup pintar bersandiwara ternyata. Sangat mudah untuknya mengubah raut wajah secara tiba-tiba. Saat di depan kamar Nindi, wajahnya memperlihatkan kebencian. Namun, saat berada di depan kamar Nisa, wajahnya langsung berubah sedih.
anak selingkuhan desy..
kmu pasti bisa melewatix ,ad x
dukungan ayah mu nin...
sdh gk layak dipertahan kan rmh tangga mu nin...
tinggalkan afi .sdh gk ad yg pantas
pertahan kan ,jangan paksakan untuk
melewati kerikil2 itu ...
semoga pd menyesal ntt x setelah pisah sma nindi...biar tau rasa
itu karma mu.desi enak kan, dah rahim rusak gk bisa punya anak pelakor lagi. iuhh amit amit.
mnikah diatas derita wanita lain kok mau bhgia, nyadar lah kau itu pelakor.