Karena dosa yang Serein perbuat, ia dijatuhi hukuman mati. Serein di eksekusi oleh pedang suaminya sendiri, Pangeran Hector yang tak berperasaan. Alih-alih menuju alam baka, Serein justru terperangkap dalam ruang gelap tak berujung, ditemani sebuah sistem yang menawarkan kesempatan hidup baru. Merasa hidupnya tak lagi berharga, Serein awalnya menolak tawaran tersebut.
Namun, keraguannya sirna saat ia melihat kembali saat di mana Pangeran Hector, setelah menghabisi nyawanya, menusukkan pedang yang sama ke dirinya sendiri. Suaminya, yang selama ini Serein anggap selalu tak acuh, ternyata memilih mengakhiri hidupnya setelah kematian Serein.
Tapi Kenapa? Apakah Pangeran Hector menyesal? Mungkinkah selama ini Hector mencintainya?
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, Serein memutuskan untuk menerima tawaran sistem dan kembali mengulang kehidupannya. Sekaligus, ia bersumpah akan membalaskan dendam kepada mereka yang telah menyebabkan penderitaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 : Step Sister
...****************...
Ternyata bercengkerama dengan Heiden cukup menghabiskan energi Serein. Mau bagaimana lagi, ia sudah bertekad untuk tidak melakukan perubahan yang signifikan agar tak terjadi butterfly effect. Setidaknya semua harus berjalan semestinya kecuali kelakuan bodoh Serein. Ia tidak akan menyangkut pautkan perasaannya di kehidupan saat ini.
Beruntungnya tadi Lucy yang berisik datang dan membuat Heiden risih, cukup untuk mengusir laki-laki itu dari hadapannya. Tapi sekarang, Serein harus menghadapi adik tirinya yang mengoceh tak berhenti sepanjang perjalanan.
“Kenapa kakak jahat sekali? Harusnya kakak mengenalkan ku pada Pangeran! Tadi itu Pangeran Heiden yang sangat terkenal akan ketampanannya itu, kan?!” seru Lucy dengan semangat yang meletup-letup.
“Dia benar-benar tampan, apa laki-laki itu manusia?!” lanjutnya dramatis, kedua tangannya menggenggam erat rok seolah tak sanggup menahan gejolak di dadanya. "Jika aku bisa bersamanya, bukankah aku akan menjadi Ratu?!”
Serein memutar bola matanya malas mendengar ocehan gadis itu. Kalau dulu, ia akan langsung menegaskan jika Heiden adalah miliknya. Bahkan pada Lucy yang sangat disayanginya pun dulu Serein tidak bisa melepaskan Heiden, menunjukkan betapa ia sangat menyukai laki-laki itu.
“Kenapa kakak diam saja? Jawab aku, kakak!!” Rengek Lucy memekakkan telinganya.
Serein jadi cukup kesal sekarang.
“Lucy, Pangeran sepertinya tentunya harus menikah dengan orang yang setara juga.” Ungkap Serein.
“Bukankah aku setara? Aku ini Putri Duke yang paling berkuasa di Aethermere.” Ujar Lucy percaya diri.
Serein tertawa kecil, ia menangkup pipi sang adik agar sepenuhnya menatapnya.
“Tapi, Sekelas Pangeran Kerajaan tentunya tak ingin bersama anak tiri Duke?” Ujar Serein memelankan suaranya di akhir.
Lucy nampak tertegun, gadis enam belas tahun itu tak menyangka Serein akan mengatakan hal demikian. Sebuah kenyataan yang selama ini harus ia terima.
Serein mengusap rambut sang adik, “Maaf kakak mengatakan ini. Tapi, aku hanya tidak ingin kau berharap lebih, Lucy. Dan ingat, kakak juga tidak bermaksud menyinggungmu, adik kakak tersayang..” ujarnya lembut, seolah benar-benar berperan sebagai kakak yang peduli.
“Tapi, aku bukan anak tiri ayah..” gumam Lucy pelan.
Bertepatan dengan berhentinya kereta kuda mereka di halaman mansion, Serein turun lebih dulu meninggalkan adiknya yang masih tertegun itu.
Ia tersenyum miring, Lucy masih sangat muda saat ini. Ia masih remaja manja dari kota terpencil yang tidak tahu apapun, dan belum mewarisi kelicikan ibunya. Lagi pula, Araya mengatakan kebenarannya. Entah apa yang dipikirkan gadis itu saat dulu bertekad bersama Heiden sampai berani menyingkirkannya.
***
Di malam yang hampir larut ini, Duke Draka masih berkutat di ruang kerjanya. Ada banyak hal yang harus ia urus dan tidak bisa di tunda karena kembalinya ia ke ibu kota cukup tiba-tiba. Duke Draka harus turun tangan langsung memberantas siluman monster yang mulai kembali terlihat di perbatasan setelah bertahun-tahun tidak mengusik Aethermere.
Karena ia lebih berpengalaman, Raja Hilton yang memintanya untuk melindungi kekaisaran. Tentu dengan imbalan yang seimbang, karena ia harus menyesuaikan strategi sedemikian rupa dan mempertaruhkan nyawa banyak pasukan.
Terlebih, ini juga sudah saatnya ia kembali ke wilayahnya. Duchy Fàcto terlalu lama ia tinggalkan. Berat bagi Duke Draka untuk kembali ke rumah yang menyimpan banyak kenangan dengan mantan istrinya ini.
Tok tok tok...
Suara ketukan terdengar sebelum pintu ruangan kerjanya di buka, menampilkan siluet putri pertamanya di sana.
“Selamat malam, Ayah. Apa ayah sibuk? Ada sesuatu yang ingin ku bicarakan.” Ujar Serein.
“Kemarilah, Serein.” jawab Duke Draka sembari menutup map di tangannya dan mengalihkan pandangan pada putri sulungnya itu.
Serein memasuki ruang kerja sang ayah, ia mengambil duduk di kursi yang tersedia di hadapan Duke Draka, menjadikan meja kerja pria itu sebagai pembatas mereka.
“Ada apa?”
“Apa ayah sudah mencarikan guru untukku dan Lucy?” Tanya gadis itu.
Duke Draka mengangguk, “Ya, ayah sudah mempersiapkannya. Countess Savana De Ruth, kau tahu, bukan?”
“Aku tahu, tapi bisakah aku memilih guru ku sendiri?” Tanya Serein lagi.
“Apa ayah boleh mengetahui alasannya? Padahal dari yang ayah cari tahu, Countess Savana dikenal sebagai guru terbaik di Kekaisaran.”
Bagaimana cara Serein menjelaskan jika di masa depan nanti ada Marchioness Dietrich yang akan semakin terkenal di kalangan bangsawan atas, berbeda dengan sekarang di mana ia masi meniti karirnya. Serein akan mendapatkan privilege sebagai murid nya karena semakin lama Marchioness memiliki bayaran yang tinggi karena keahliannya dan mulai memilah putri bangsawan yang ingin ia ajar.
“Hanya karena aku ingin?” Jawab Serein tak yakin, “Itu pun jika ayah memperbolehkan.” Tambahnya.
“Memangnya siapa guru yang kau inginkan?”
“Namanya Marchioness Eleanor de Dietrich.” Jawab Serein.
Duke Draka nampak mengerutkan keningnya, “Istri Marquess Dietrich? Apa dia memang seorang guru?” Tanyanya memastikan, Serein menjawab dengan anggukan.
“Bisa di bilang ia terbilang baru. Tapi aku ingin mencoba diajari olehnya.” Jelas Serein, “jadi, apakah boleh?”
Duke Draka mengangguk ringan, “Jika kau menginginkannya, ayah akan mengirim surat ke kediaman mereka.”
Serein tersenyum tipis mendengar itu, “Terimakasih, ayah.”
Merasa tak ada yang perlu dibicarakan lagi, Serein sudah berancang-ancang untuk pergi. Ia tak terbiasa berbincang lama dengan sang ayah jika bukan sesuatu yang penting. Tapi, pertanyaan Duke mengurungkan niatnya.
“Tadi, Duchess mengatakan jika Lucy menangis setelah pulang dari istana.” Ucapan itu membuat Serein langsung tahu ke mana arahnya, “apa kalian bertengkar? Ayah hanya cukup heran, padahal sebelumnya kalian tidak pernah terlibat pertengkaran kecil sekalipun.” Lanjut Duke Draka.
Serein mengalihkan pandangannya ke arah lain, “Aku hanya akan mengatakan jika kami tidak bertengkar.” Ujar Serein tenang.
“Baiklah, kalian sudah dewasa, jadi selesaikan masalah kalian apapun itu.” Duke Draka berujar dengan intonasi yang sama.
Satu hal yang cukup Serein syukuri selama ini, adalah ayahnya yang selalu mempercayainya apapun yang terjadi. Hal inilah yang membuat Serein tak menjadi Cinderella walaupun ibu tirinya cukup licik. Sering mengadukan beberapa hal dengan berlebihan.
Hanya dengan jawaban tidak atau jika Serein tak ingin membahasnya, ayahnya sudah mengerti dan tidak akan membahasnya lebih jauh lagi.
“Kembalilah ke kamar mu dan langsung tidur, ini sudah larut.” Ujar Duke Draka kemudian.
Serein mengangguk, ia beranjak dan menuju pintu keluar ruangan ini, tapi sebelum benar-benar keluar Serein menoleh ke belakang dan mendapati sang ayah masih menatapnya.
“Ayah juga, beristirahatlah. Jangan bekerja terlalu keras.” Ujar Serein sebelum benar-benar pergi.
Duke Draka sendiri, seutas senyum tipis terbit di wajahnya mendengar itu. Mendengar perhatian kecil dari putrinya yang dingin, cukup menghilangkan kelelahannya hari ini.
...****************...
tbc.