follow IG Othor @ersa_eysresa
Di usia 30, Aruni dicap "perawan tua" di desanya, karena belum menemukan tambatan hati yang tepat. Terjebak dalam tekanan keluarga, ia akhirnya menerima perjodohan dengan Ahmad, seorang petani berusia 35 tahun.
Namun, harapan pernikahan itu kandas di tengah jalan karena penolakan calon ibu mertua Aruni setelah mengetahui usia Aruni. Dia khawatir akan momongan.
Patah hati, Aruni membuatnya menenangkan diri ke rumah tantenya di Jakarta. Di kereta, takdir mempertemukannya dengan seorang pria asing yang sama sekali tidak dia kenal.
Apakah yang terjadi selanjunya?
Baca kisah ini sampai selesai ya untuk tau perjalanan kisah Aruni menemukan jodohnya.
Checkidot.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Meskipun sempat diwarnai keraguan kecil, hati Aruni telah mantap. Ia memilih untuk percaya pada Ahmad dan komitmennya untuk berjuang bersama. Obrolan mereka sore itu di teras, tentang status kebun dan niat Ahmad untuk beternak lele, justru semakin memantapkan keyakinan Aruni. Ia melihat ketulusan dan semangat juang dalam diri Ahmad, sesuatu yang lebih berharga dari sekadar kepemilikan tanah.
"Saya akan tetap di samping Mas Ahmad," kata Aruni kala itu, setelah berpikir semalaman. "Kita hadapi dan berjuang bersama, ya?"
Wajah Ahmad langsung berbinar. Ia menggenggam tangan Aruni erat, berjanji tidak akan mengecewakannya.
"Terima kasih mbak, sudah mau berada di sisi saya. Saya berjanji akan bekerja lebih keras dari sebelumnya. Saya akan melakukan apapun untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga kita nantinya." ucap Ahmad penuh semangat.
"Terima kasih, ini adalah kata-kata indah yang aku dengar dari mu, mas. Aku bisa membayangkan kerja kerasmu nanti, " Aruni tersenyum kecil sambil menutup mulutmu. "Dan kita akan menghadapinya sama-sama. " imbuhnya.
Ahmad tersenyum lebar mendengar ucapan Aruni. Ucapan penuh tekadnya bisa membuatnya mendapatkan penerimaan tulus dari Aruni.
Rencana membentuk kehidupan berumah tangga dari nol pun sudah ada dalam bayang-bayang masa depan mereka berdua.
Sejak saat itu, persiapan pernikahan mereka pun mulai dilakukan. Kedua keluarga antusias membantu mempersiapkan semuanya. Terutama orang tua Aruni, Pak Burhan dan Bu Aminah begitu bahagia melihat Aruni akhirnya menemukan tambatan hati, apalagi selama ini Aruni sangat sulit untuk jatuh cinta.
Dan sekarang anak mendapatkan seseorang yang bisa mengetuk pintu hatinya. Walaupun Ahmad bukan tergolong dari orang kaya, tapi mereka mengenal Ahmad adalah sosok pria yang mereka kenal baik dan bertanggung jawab. Dan mereka selalu berkeyakinan kalau rejeki sudah ada yang mengatur.
Pernikahan sederhana, itulah yang akan menjadi konsep pernikahan mereka. Aruni tidak mau bermewah-mewahan hanya untuk acara satu hari itu. Karena kebutuhan setelah pernikahan jauh lebih penting daripada acara pernikahan sehari itu.
Bu Yanti pun tak kalah semangat. Ia tak henti-hentinya bersyukur putranya akhirnya mau menikah. Karena selama ini Bu Yanti sering memaksa anaknya untuk menikah, tapi Ahmad selalu menolak karena dia belum mendapatkan tambatan hatinya.
Sama seperti keluarga Aruni, dia menyambut bahagia keinginan anaknya itu. Karena pada akhirnya ada seseorang yang singgah di hati anaknya, dan hanya tinggal membuatkan untuk tinggal dan menetap disana.
Aruni, dengan statusnya sebagai guru SD, sedikit banyak memahami prosedur administrasi. Ia segera menyiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk pernikahan mereka, surat keterangan dari desa, fotokopi KTP, dan fotokopi Kartu Keluarga. Semua berkas itu ia serahkan kepada Ahmad, karena dia yang akan mengurusnya di Kantor Urusan Agama
"Dokumen-dokumen ini sudah siap, Terima kasih, ayah karena sudah membantu menyiapkan semua ini. Ayah sudah mau berkeliling untuk mengurus surat di kelurahan. " kata Aruni dengan senyum lebarnya.
"Tentu saja nak, kami hanya membantu sedikit karena kamu juga harus kerja di pagi sampai siang hari. Yang penting semua persiapan berkas-berkas ini sudah lengkap. " kata Pak Burhan.
"Terima kasih, ayah. " Sekali lagi Aruni mengucapkan terima kasih kepada ayahnya.
Dan di hari biasa Ahmad berkunjung, dia memberikan berkas-berkas yang sudah dia siapkan sejak beberapa hari lalu.
"Ini semua dokumennya, Mas. Semoga tidak ada yang kurang," kata Aruni saat menyerahkan map berisi berkas-berkas itu saat Ahmad sedang berkunjung ke rumahnya.
Ahmad menerima map itu dengan hati-hati dan memeriksanya. "Terima kasih banyak, Mbak Aruni. Saya akan urus segera. Kata Pak Modin, prosesnya tidak akan lama. Dan jika kita mengurusnya sendiri itu tidak membutuhkan biaya banyak. Hanya biaya administrasi saja.
Aruni mengangguk mengerti. Memang semua jika kita mau urus sendiri, itu tidak akan menghabiskan biaya banyak. Tapi kebanyakan orang malas untuk melakukannya dan lebih memilih kekuatan uang untuk bicara dan semua beres.
Dengan dokumen-dokumen di tangannya, Ahmad mulai bolak-balik ke kantor desa dan KUA. Bu Yanti, sang ibu, juga ikut membantu dengan mengurus beberapa hal kecil, seperti menyiapkan syarat-syarat dari pihak keluarga Ahmad.
Suasana di rumah Ahmad terasa begitu hidup dengan persiapan pernikahan yang semakin dekat. Obrolan tentang dekorasi sederhana, menu makanan untuk syukuran kecil, hingga daftar tamu yang akan diundang, menjadi topik sehari-hari antara Bu Yanti dengan keluarganya.
"Calon mantuku itu guru SD, Alhamdulillah. " itulah yang selalu dikatakan Bu Yani saat membanggakan calon anak mantunya.
Satu minggu berlalu, dan proses pengurusan dokumen pernikahan sudah hampir rampung. Tinggal menunggu jadwal penetapan dari pihak KUA dan pengumuman resmi. Ahmad sempat menyampaikan kabar gembira itu pada Aruni melalui panggilan telepon.
"Alhamdulillah, Mbak Aruni. Tinggal menunggu jadwal saja. Sebentar lagi kita sah menjadi suami istri," suara Ahmad terdengar riang di ujung telepon.
Aruni tersenyum bahagia. "Syukurlah, Mas. Tidak sabar rasanya menunggu hari itu datang. " kata Aruni tak kalah riang.
Pada suatu siang, setelah Ahmad pulang dari mengurus berkas di KUA, dia yang merasa lelah langsung meletakkan map berisi dokumen-dokumen pernikahan yang dia urus itu di meja ruang tamu, di dekat vas bunga. Ia buru-buru ke belakang untuk mencuci tangan dan berganti pakaian setelah seharian beraktivitas. Atau mungkin sekalian mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Bu Yanti yang baru saja selesai menjemur pakaian, melintas di ruang tamu. Pandangannya tak sengaja jatuh pada meja. Ia melihat map yang terbuka sedikit, menampakkan lembaran-lembaran kertas dan beberapa KTP yang berserakan di sampingnya. Rasa penasaran menggelitik hatinya. KTP siapa itu?
Dengan langkah pelan, Bu Yanti mendekati meja. Ia mengambil salah satu KTP yang paling atas. Jari-jemarinya yang sedikit keriput perlahan menggeser KTP itu hingga menampakkan foto dan tulisan di dalamnya. Ia membaca nama pemilik KTP: Aruni Kusuma Dewi dengan tersenyum, namun seketika, senyum di bibir Bu Yanti pudar. Matanya terus bergerak ke bawah, mencari tanggal lahir.
Dan mata Bu Yanti langsung membulat sempurna. Ia menghitung cepat dalam benaknya. Berapa usia Aruni saat ini, karena tahun kelahiran Aruni dan Ahmad tidak terpaut cukup jauh.
"Itu berarti usia Aruni sudah genap 30 tahun!
Tangannya bergetar. Sebuah fakta yang selama ini tidak pernah ia ketahui, dan tak pernah Ahmad ceritakan kepadanya, tiba-tiba terpampang jelas di hadapannya.
Senyum kebahagiaan yang tadi terpancar di wajah Bu Yanti mendadak sirna, digantikan oleh raut terkejut dan ketidakpercayaan yang mendalam. KTP di tangannya seolah terbakar, memancarkan kenyataan pahit yang mungkin akan mengguncang pondasi kebahagiaan yang baru saja akan dibangun.