Tak ingin lagi diremehkan oleh teman-temannya, seorang bocah berusia enam tahun nekad mencari 'Ayah Darurat' sempurna; tampan, cerdas, dan penyayang.
Ia menargetkan pria dewasa yang memenuhi kriteria untuk menjadi ayah daruratnya. Menggunakan kecerdasan serta keluguannya untuk memanipulisi sang pria.
Misi pun berjalan lancar. Sang bocah merasa bangga, tetapi ia ternyata tidak siap dengan perasaan yang tumbuh di hatinya. Terlebih setelah tabir di masa lalu yang terbuka dan membawa luka. Keduanya harus menghadapi kenyataan pahit.
Bagaimana kisah mereka? Akankah kebahagiaan dan cinta bisa datang dari tempat yang tidak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emergency Daddy 5.
"Daddy mau ke mana?" tanya Elvano dengan wajah yang serius tertuju pada Nathan.
Pertanyaan singkat Elvano membuat William yang berdiri di sampingnya menoleh, menatap teman barunya itu dengan terkejut.
Daddy?
Elvano memanggil Uncle Rania dengan sebutan Daddy?
Tak hanya William, Rania dan Olivia bahkan sampai menganga, juga beberapa orang tua yang ada di sana bisa mendengarnya.
"Ini." Elvano mendekat pada Nathan dan langsung memberikan undangan yang beruntung bentuknya masih terlihat layak meski sempat menerima kekesalan dari bocah itu.
Nathan menerimanya dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Apa ini?" tanyanya dan menatap tajam pada Elvano.
"Undangan untuk Daddy. Sekolah mengadakan pentas seni."
"Daddy? Kau memanggilku Daddy? Hei... Aku bukan daddymu!"
Elvano diam. Netra polosnya membalas pandangan tajam Nathan yang tertuju padanya dengan biasa saja.
"Apa itu putranya?"
"Jadi itu putranya."
"Mereka mirip."
"Tuan Nathan ternyata sudah memiliki anak, bukannya dia belum menikah, ya?"
"Mungkin anak yang disembunyikan."
"Atau tidak diakui."
Astaga!
Nathan menoleh pada suara-suara sumbang yang terdengar. Pria gagah yang mengenakan setelan eksekutif dengan rambut yang berwarna sama dengan Elvano itu menatap kembali pada Elvano. Tatapan yang lebih tajam dari sebelumnya.
"Dengar, ya bocah kecil... Aku bukan daddymu! Kau sudah salah mengenali orang." Nathan berusaha menahan diri, jangan sampai ia bertindak keras hanya karena ucapan seorang bocah yang jahil.
Nathan kembali membawa Rania untuk masuk ke dalam mobil. Ia tidak memiliki waktu untuk meladeni lelucon yang bocah laki-laki itu berikan padanya.
Namun, lagi-lagi langkah Nathan harus terhenti saat mendengar ucapan Elvano selanjutnya.
"Setidaknya hadirlah sekali saja dalam hidupku... Meski sebagai solusi sementara." Nada suara Elvano terdengar lirih. Seperti korban atau bahkan seseorang yang perasaannya tengah dicampakkan. Begitu mengenaskan dan mengsedih.
Setelah itu, Elvano lebih dulu pergi dari sana. Seringai kecil muncul di wajahnya. Elvano tidak berniat menunggu balasan apa yang selanjutnya akan diberikan oleh pria yang baru saja ia sebut sebagai Daddy. Elvano meninggalkan mereka semua dalam rasa keterkejutan dan penasaran yang kian tinggi. Dan tak lupa perasaan terenyuh dari sebagian wanita yang bergelar sebagai ibu.
Netra Nathan sudah membola. Perkataan bocah itu terlalu berat. Dan membuat para orang tua semakin berspekulasi liar tentang dirinya.
***
"Bagaimana hari pertama cucu Kakek, sekolahnya bagus, kan?"
Elvano yang duduk di kursi penumpang bagian depan itu menoleh ke arah Galang, ia tersenyum lebar seraya memberikan anggukan.Tergambar jelas sebuah kepuasan di sana.
Ekspresi bocah itu sudah berubah riang, berbeda jauh saat baru saja tadi ia melempar boom pada kehidupan seseorang.
Elvano langsung beranjak meninggalkan Nathan saat netranya mendapati mobil Galang yang masuk ke area sekolah, bocah itu sama sekali tak memberikan kesempatan pada sang kakek untuk keluar dari dalam mobil. Elvano langsung bergerak masuk, jangan sampai kakeknya melihat kehebohan yang terjadi di luar sana karena ulahnya.
"Bagus. Kau harus giat belajar. Masa depanmu harus sukses. Kakek yakin kau akan jadi orang besar nantinya."
"Iya, kan El?" tanya Galang lagi karena melihat Elvano yang diam saja. Bocah tampan itu sebenarnya tengah memikirkan sesuatu.
"Iya, Kek. Aku akan jadi orang besar dan membahagiakan Mommy," serunya bersemangat.
Membuat Galang mengangguk. Ia mengusap kepala cucunya itu. Tadi, Anggita lah yang menghubunginya meminta bantuan untuk menjemput Elvano, karena Anggita belum bisa meninggalkan pekerjaannya.
Galang terus melajukan mobil, sesekali netra tua itu menoleh pada Elvano yang memperhatikan jalanan, dan ia tersenyum tulus bercampur haru untuk cucunya. Sekali lagi, tangannya terangkat untuk mengusap rambut perak Elvano.
Sedangkan Elvano juga tengah larut dalam pikirannya sendiri, ia tersenyum samar menatap gedung-gedung pencakar langit yang mereka lalui. Bocah itu tidak menyangka akan bisa bertemu kembali dengan pria tampan yang ada di bandara.
Sosok pria dewasa yang sempat mengisi imajinasinya, menjadi seorang Daddy.
Pria yang memiliki rambut berwarna perak, sama seperti miliknya, terlihat cerdas dan lagi tadi, saat Nathan berbicara pada Olivia, pria itu begitu hangat penuh sayang. Kriteria sempurna untuk menjadi seorang Daddy sesuai standar yang dimiliki oleh seorang bocah bernama Elvano Abraham.
Dan saat ia mengingat apa yang terjadi di sekolah tadi, Elvano semakin tersenyum bangga. Bocah itu begitu pandai memanipulasi situasi. Dengan sedikit melempar umpan, Elvano hanya akan tinggal menanti bagaimana kekuatan terbesar di bumi ini bekerja untuknya.
Sungguh, Elvano tidak sabar menanti hari berikutnya.
Berbeda jauh dengan apa yang kini dirasakan oleh Nathan. Setelah meninggalkan area sekolah dengan tatapan ibu-ibu dan penilaian buruk yang secepat kilat ia terima, pria itu lebih dulu mengantar sang keponakan pulang, pertanyaan Rania sepanjang jalan bahkan sudah terasa seperti teror bagi Nathan.
Belum lagi selentingan yang akan bermunculan.
Nathan kembali ke perusahaan dengan raut wajah dingin. Pria itu berjalan cepat masuk ke dalam ruangannya, membuat sang asisten yang ada di luar ruangan sigap mengikuti langkah sang tuan.
"Sial! Apa-apaan bocah itu!" Kekesalan Nathan tak dapat lagi disembunyikan. Pria itu berdiri dengan napas yang cukup memburu.
"Uncle jawab, apa El itu anak Uncle? Tapi bagaimana bisa? Uncle kan belum menikah. Uncle menyembunyikannya? Uncle tidak mengakui El?"
Nathan mendengus kasar mengingat pertanyaan-pertanyaan dari Rania. Pertanyaan yang Nathan yakin, Rania dapatkan dari mendengar ucapan ibu-ibu di sekolah tadi. Ia menyugar kasar rambutnya.
"Bisa-bisanya dia memanggilku Daddy di depan banyak orang. Siapa dia, hah!"
Kepala Nathan semakin sakit saat mengingat apa yang terjadi di sekolah Rania tadi. Tiba-tiba mendapatkan panggilan Daddy dari seorang bocah yang bukanlah putranya.
Belum lagi, wajah-wajah dari para orang tua itu, tidak sedikit di antara mereka mengenal Nathan dengan baik, bahkan di antara mereka ada istri dari relasi bisnisnya.
"Apa yang terjadi, Tuan?" Asisten Nathan bernama Rendi itu bertanya karena heran melihat sikap Nathan yang kembali dengan kondisi mencak-mencak.
"Bocah berambut perak itu berani sekali memanggilku Daddy di depan semua orang saat aku menjemput Rania."
Rendi berusaha memahami apa sebenarnya yang dialami oleh Nathan. Dan dengan tenang Rendi pun bersuara, "mungkin anak itu hanya mengagumi Anda saja, dan tidak sengaja memanggil dengan sebutan Daddy." Rendi masih terlihat tenang menanggapi cerita sang tuan, karena ia memang tidak melihat langsung apa yang sudah Nathan alami. Bagaimana cukup syoknya Nathan, geram dan marahnya ia saat tiba-tiba disebut Daddy oleh seorang bocah.
Nathan menoleh pada asistennya. Ia memicing dan melempar apa yang dari tadi ia pegang ke atas meja kerja. Entah sadar atau tidak, dari tadi sebenarnya Nathan tak melepaskan undangan yang Elvano berikan padanya di sekolah.
"Bukankah memang banyak dari teman Nona Kecil yang mengagumi Anda," tambah Rendi lagi.
Nathan tetap tak menanggapi ucapan asistennya itu. Tapi benaknya mengakui apa yang asistennya itu katakan. Benar, teman sekolah Rania memang banyak mengidolakannya, salah satu dan yang paling terdepan adalah Olivia.
Akan tetapi sejauh ini belum ada yang bertingkah absurd seperti bocah pemilik rambut perak itu. Anak laki-laki itu terlalu frontal jika harus memanggilnya Daddy di depan semua orang hanya karena kagum terhadap dirinya.
Ia masih lajang. Nathan belum menikah.
Bagaimana ceritanya ia sudah memiliki anak?
Nathan terduduk di kursi kerja, dengan mata tertutup, ia berusaha mengenyahkan perasaan kesal yang sempat menghinggapi. Lebih baik ia fokus saja bekerja dan melupakan lelucon bocah perak itu.
Ya. Nathan akan menganggap apa yang terjadi di sekolah Rania hanyalah candaan dari bocah laki-laki yang tak akan berdampak apa pun pada hidup dan dirinya.
Tanpa Nathan sadari, kehidupannya akan berubah drastis setelah ini.
***
Adakah yang masih ingat siapa Anggita Abraham dan Nathan Joan Raksa?😅🤭
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/