Brakk
"Tidak becus! aku bilang teh hangat. Kenapa panas sekali? kamu mau membakar tanganku?"
Alisa tidak mengatakan apapun, hanya menatap ke arah suaminya yang bahkan memalingkan pandangan darinya.
"Tahunya cuma numpang makan dan tidur saja, dasar tidak berguna!"
Alisa menangis dalam hati, dia menikah sudah satu tahun. Dia pikir Mark, suaminya adalah malaikat yang berhati lembut dan sangat baik. Ternyata, pria itu benar-benar dingin dan tak berperasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28. Karina Mengadu pada Ibunya
Di rumah sakit, Karina mencoba untuk sangat bersabar. Dia adik Mark itu memang sangat manja. Kalau dia tidak punya maksud tertentu pada keluarga itu, mana mau dia mengurus Rena dan Tasya.
"Kak Karina, aku bosan sekali! ambilkan laptop di rumah ya, aku mau nonton film saja!" kata Rena.
Karina sebenarnya masih lelah, tapi karena dia memang harus cari muka pada seluruh anggota keluarga Austin. Dia segera berdiri dan tersenyum pada Rena.
"Tentu saja, aku akan pulang dan ambilkan laptop untukmu!" katanya sambil berjalan dengan cepat keluar.
Begitu menutup pintu ruangan rawat Rena. Karina mendengus kesal.
"Ada supir, ada pelayan, kenapa dia minta aku yang ambil. Huh, dia menyebalkan!" gerutunya sambil berjalan ke arah tempat parkir.
Belum lagi ketika dia sudah mengambil laptop untuk Rena. Tasya mengirim pesan padanya. Dia sangat tidak nyaman. Dan terus meminta Karina memanggil perawat untuk mengganti perban, dan memberinya obat penghilang rasa sakit. Baru juga Karina duduk, Tasya kembali minta Karina panggil dokter karena dia ingin konsultasi dan ganti obat.
Baru menempelkan bokongnya di sofa, Rena kembali menghubunginya. Wanita itu tidak ingin makan makanan rumah sakit. Minta Karina membelikan makanan di restoran favoritnya.
Karina pun pergi dari ruang sakit itu sambil mengusap wajahnya kasar. Kakinya pegal, tangannya pegal, dia lelah.
"Huhhh, ya ampun. Enak bibi dong. Dia menjaga Rena dan Tasya di malam hari, ketika mereka berdua tidur. Aku menjaga keduanya di siang hari. Ketika mereka tidak tidur dan banyak mau. Aduh, sekarang bahkan baru jam 12, masih ada 7 jam lagi sebelum bibi dan Mark datang ke rumah sakit. Agkhh, tidak bisa. Aku mau pulang saja dulu ke rumah!" katanya sambil memesan makanan, dan minta mereka menyiapkannya jangan buru-buru.
Karina kembali ke rumah ibunya. Rumah yang cukup bagus sebenarnya. Karena itu adalah rumah yang dibangun dari jerih payah ayahnya selama ayahnya masih hidup.
Karina masuk ke dalam rumahnya dan langsung membanting tasnya di atas sofa. Karina juga duduk dan menyandarkan punggungnya di sofa itu.
"Bibi, buatkan aku jus!" serunya.
Ibunya Karina, Hesti. Segera keluar dari dalam kamar, mendengar anaknya datang.
"Karina, kamu pulang? bagaimana? apa ada perkembangan? apa hubunganmu dengan Mark sudah lebih dekat?" tanya Hesti sangat antusias.
Karina masih memejamkan matanya sambil bersandar di sandaran sofa. Rasanya malas sekali membuka matanya. Apalagi pertanyaan ibunya itu juga bukan seseorang yang ingin dia jawab.
"Ibu, aku lelah. Bisakah biarkan aku istirahat sebentar disini!"
"Memangnya kamu melakukan apa? bukannya Berta, Mark dan kedua adiknya sangat menyukaimu. Tidak mungkin mereka membuatku bekerja di rumah itu kan?" tanya Hesti.
Kali ini wajah wanita paruh baya itu sedikit cemas.
Karina pada akhirnya, juga harus mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah ibunya.
"Huhhh, kedua adik Mark itu masuk rumah sakit Bu. Satunya dicambuk oleh wanita gelandangan itu, satunya lagi kena setrika!"
Hesti langsung terkejut.
"Kok bisa? bukannya wanita gembell itu penakut. Mana mungkin dia bisa melukai kedua adik Mark?" tanya Hesti bingung, dan heran.
"Aku juga heran, kenapa bisa seperti itu. Tapi gara-gara itu aku harus menjaga dua adik Mark yang manja itu. Aku lelah, bolak-balik di suruh ini itu!" keluhnya pada ibunya.
Baru seperti itu saja dia sudah mengeluh. Bagaimana jadi Alisa dulu, setiap hari tidak ada yang perduli, apa dia sudah makan atau belum. Tidak perduli kalau seseorang itu juga butuh istirahat, tapi terus di suruh ini dan itu.
"Hem, kalau begitu kamu istirahat di sini saja. Hal ini juga bagus Karina. Nanti setelah perjuanganmu ini. Ibu akan kembali minta kejelasan tentang nasibmu pada Mark. Perjodohan ini sudah disetujui oleh mendiang ayahnya. Dia tidak bisa menolak hal ini!" kata Hesti begitu yakin.
Karina hanya bisa mengangguk setuju. Dan kembali menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.
**
Sementara itu di perusahaan, Mark yang memang sedang mencoba mengajukan proposal bisnis pada perusahaan terbesar di kota A. Di bawah naungan Helmith grup. Tampaknya sedang sangat tidak puas membaca proposal yang di ajukan tim perencanaan.
"Memperlihatkan kalau kita menginginkan keuntungan sebesar ini, apa yang akan dipikirkan oleh perusahaan Gultom itu?" tanya Mark melemparkan dokumen dari tim perencanaan itu ke atas meja.
Brakk
Beberapa orang tampak mundur dari tempatnya berdiri. Mereka terlihat saling pandang satu sama lain.
Anggun yang berada disana juga melihat ke arah tiga orang dari tim perencanaan itu.
"Buat proposal yang baru, yang lebih baik dari ini. Aku sudah katakan pada kalian bukan? perusahaan Gultom, selalu mementingkan kualitas. Kata-kata seperti itu saja kalian tidak paham?" tanya Mark dengan garang pada ketiga bawahannya itu.
Anggun juga tidak berani bersuara. Dia tahu, tuannya itu sedang banyak masalah keluarga. Di tambah orang-orang di depannya itu yang bekerja sudah bertahun-tahun tapi masih amatiran saja. Bagaimana bosnya itu tidak marah.
"Bawa pergi proposal itu! rencanakan ulang!" pekik Mark.
"Maaf tuan, tapi anggaran yang disediakan benar-benar tidak bisa mencukupi, jika kita menaikkan grade...." Tommy, kepala bagian perencanaan tampak menjeda ucapannya ketika mendapatkan tatapan tidak senang dari Mark.
Anggun yang merasa harus meluruskan masalah ini, takutnya Mark lupa karena banyaknya masalah yang dia pikirkan. Mencoba menengahi.
"Tuan, sebenarnya proposal ini memang agak kurang. Tapi apa yang dikatakan Tommy juga benar. Anggaran perusahaan masih belum terkendali. Proyek dengan perusahaan Wiratama dan Benhil masih berjalan. Sementara kerugian proyek dengan Perusahaan Mera, mengakibatkan perusahaan kehilangan banyak sekali kas perusahaan. Jika memaksakan ikut proyek Gultom, khawatirnya memang tidak bisa membuat proposal dengan anggaran maksimal!" jelas Anggun.
Tommy dan kedua rekannya tampak menghela nafas lega. Apa yang dikatakan Anggun cukup membantu mereka sebenarnya.
Mark segera duduk di kursinya. Dan meminta Tommy pergi.
"Pergilah, buatkan proposal yang baru. Seharusnya kamu yang selama 5 tahun menjadi kepala perencanaan bisa membuat proposal lebih baik dari itu!"
Tommy mengambil kembali laporan itu dan pergi.
"Bagaimana masalah dengan perusahaan Mera, apa mereka sudah mau ganti rugi?" tanya Mark pada Anggun.
"Ini sedikit sulit tuan, mereka juga mengalami kerugian yang besar. Kecuali perusahaan dan pabrik mereka ada yang membeli. Kemungkinan mereka tidak bisa mengganti kerugian pada perusahaan ini juga" jawab Anggun.
"Memangnya siapa yang mau membeli perusahaan dan pabrik yang jelas-jelas sudah bangkrut?" tanya Mark yang tidak banyak berharap tentang hal itu.
"Entahlah, jika ada orang kaya yang ingin membangun perusahaan baru mungkin. Sebenarnya perusahaan Mera itu sudah legend. Tapi managementnya memang yang sudah kacau. Isinya orang-orang rakus akan uang dan kekuasaan. Kalau sebuah perusahaan sudah banyak orang-orang seperti itu, pasti akan bangkrut!" kata Anggun.
Mark juga setuju.
"Baiklah, fokus ke perusahaan Wiratama. Bagaimana perkembangan proyek kita..."
Mark sangat sibuk, ada sebuah pepatah mengatakan, kalau pria itu memang akan terlihat tampan kalau sedang serius bekerja. Dan itu benar, saat ini Mark terlihat tampan saat dia serius bekerja. Kalau saja Anggun belum menikah, mungkin juga akan tertarik pada bosnya itu.
***
Bersambung...