pertemuan yang membuat jatuh hati perempuan yang belum pernah mendapatkan restu dari sang ayah dengan pacar-pacar terdahulunya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Laila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Minggu pertama di bulan Agustus, Maharani sudah menginjakkan kakinya di kantor ADT Group. Rapat panjang dengan seluruh jajaran Direktur yang menguras energi dan sedikit banyak membuat kepalanya sakit dengan semua argument mereka.
Maharani yang baru selesai dari toilet, menyusul kedua kakak perempuannya ke ruang kerja Dona. Membuka pintu kaca itu ada tulisan General Manager dengan nama Dona H. Adhitama terpampang di sana. Maharani memasuki ruangan itu dan ikut duduk di sofa dan meletakkan tas di sampingnya.
“Omongan cangcimen mereka lo gak usah gubris,” kata Miranda pada Dona.
“Muka lo tadi keliatan kesel banget Kak Dona.”
“Gua kesel bukan karena bahas guanya, Ra, tapi karena dia tau-tau bawa-bawa nama Jo dan ngerendahin Jo. Bilang Jo gak tau dirilah jadi mantu, sombong, duh mentang-mentang Jo hari ini gak bisa ikutan meeting.”
“Tapi gua seneng denger lo tadi bikin mereka diem,” ujar Miranda dan terkekeh mengingat kejadian tadi di ruang meeting.
“Emang harus digituin tuh mereka,” samber Maharani. “Dah ah, ngomongin ini mah malah emosi terus. Makan aja yuk. Tadi siang makanan gua gak nyangkut nih. Kayak cuma numpang lewat,” tawanya, “laper banget.”
“Wolfgang’s mau gak?” Dona menawarkan. “Jo tadi ngabarin dia udah booking di sana.”
“Maulah,” jawab Maharani semangat.
Mereka bertiga langsung pergi dari kantor ADT Group menuju wolfgang’s steakhouse yang masih ada di daerah SCBD. Duduk di area outdoor dekat dengan kolam dengan langit kota yang sudah berubah menjadi jingga. Memesan soup, salad, serta steak sebagai main dish mereka. Tak lupa sorbet dan tiramisu sebagai dessert.
“Lo udah tau belom cemcemannya Ara?” kata Dona membuka percakapan sembari memakan saladnya.
“Aldo?”
“Lah kok Aldo? Ck. Udah basi dia mah.”
“Nih anak gak ada cerita sama gua dari kemaren. Siapa Ra?”
“Baskara. Anak Arsitek UI. Seangkatan sama Jo. Temen deket Jo juga,” kata Dona.
“Senior lo dong,” kata Miranda. “Terus-terus?”
“Gak ada terus-terus,” jawab Maharani santai.
“Ganteng, Ra?”
“Ganteng.”
“Sejak kapan ih? Kok gak pernah cerita sih ke gua?”
“Gua aja,” kata Dona bersemangat sore itu, “dia cerita pas acara sosial taunannya Hera, si Baskara dateng, gak cuma sendiri, tapi sama 2 temennya juga. Bawa segala macem juga buat anak-anak di sana.”
“Ya tersentuh aja gua waktu itu.”
“Mereka juga udah sering makan bareng, waktu kita CFD-an juga dia ngajak Baskara.”
“Temen aja, Kak Donaaaaa.”
“Temen apa temeeen?” goda Miranda.
“Ya ampun. Temen. Sumpah demi apapun, gua sama dia cuma temenan kakak-kakakku. Masa gua gak boleh deket sama cowok?”
“Temen apa yang jalan makan bareng terus,” ledek Dona.
“Ya lunch mate aja gitu, Kak.”
“Temen tapi bikin degdegan ya, Ra,” goda Miranda.
“Dikit,” jawab Maharani sambil tersenyum dan pipinya yang merona, membuat kedua kakaknya tertawa melihat tingkah adiknya yang seperti sedang jatuh cinta. “maybe, just maybe, I have crush on him. Gak ada rencana sama sekali naksir cowok ini. Beneran platonic relationship between man and woman awalnya. Tapi, berawal dari yang itu, hati gua mulai tersentuh.”
“Jadi gua penasaran, kayak apa orangnya?” ucap Miranda yang langsung di sambut antusias oleh Dona. Dona mengeluarkan ponselnya dan masuk ke Instagram Baskara.
“Heeeemm, gak salah sih kalo Ara naksir. Ini mah sekelibat juga pada banyak yang demen. Liat aja bentukkan begitu. Tipe Ara banget.”
“Apaan tuh tipe gua banget?” tanyanya terkekeh.
“Ya begini. Ganteng, fit, tinggi.”
“Weeeell, secara fisik siiih iya,” Maharani tak mengelak.
...♥...
Senin tiba, Baskara bertemu dengan atasan Bu Dwi yang tak lain dan tak bukan adalah Andi Adhitama. Saat menapakkan kakinya di depan ruangan dengan pintu *double swing* bertuliskan CEO, Andi Adhitama, Baskara tercengang. Dia berfikir akan bertemu dengan seseorang yang mengurusi ADT motors di kantor pusat ADT Group, bukan CEO itu sendiri.
Andi menjelaskan *project* dari salah satu anak perusahaan besar itu. Bahkan dalam pertemuan itu, Baskara dengan terang-terangan mempertanyakan kenapa CEO ADT Group sendiri yang bertemu dengan dirinya untuk membahas project anak cabang perusahaan.
“Alasannya sederhana. Saya hanya ingin bertemu secara langsung dengan Mas Baskara.”
Baskara makin bingung. Andi berkekeh melihat wajah bingung pemuda yang duduk di hadapannya, “Teman saya, Pak Lubis, sering bercerita tentang kamu.”
Baskara tentu kenal siapa Pak Lubis yang di maksud. Beliau adalah salah satu klien untuk on going project yang sedang Raghamy kerjakan. “Semoga Pak Lubis cerita yang baik-baik soal saya,” katanya terkekeh.
“Karena itu saya jadi penasaran. Beliau suka dengan designmu dan profesionalitasmu. Projectnya belum selesai saja, beliau banyak menggembor-gemborkan soal kamu,” kekehnya, Baskara pun ikut tersenyum mendengar hal positif itu. “Oh, kalau saya boleh tau, kamu kenal Maharani darimana?”
“Kebetulan waktu itu ketemu di lapangan futsal, Pak. Maharani dateng bareng Dona buat nonton Johnny main waktu itu.”
“Kamu kenal Johnny juga?”
“Iya kami temen sejak kuliah dulu, Pak. Satu angkatan dan satu fakultas.”
“Oooh. Kapan-kapan kita lunch bareng Johnny ya.”
“Siap, Pak,” Baskara tersenyum. “Lalu untuk presentasi design konsepnya nanti di sini lagi, Pak?”
“Oh iya, jadi lupa saya. Nanti kita meeting di Bekasi ya, di kantornya ADT motors. Jangan lupa perkiraan budget untuk pembangunannya ya.”
“Baik, Pak.”
Bu Dwi, sekretaris Andi, masuk ke ruang kerja setelah mengetuk pintu tinggi berbahan kayu itu. Membawa map berisikan kontrak yang sebelumnya mereka bahas dan sudah diperbaiki tambah kurangnya dari diskusi tadi.
Baskara dan Andi menanda tangani kedua kontrak kerja dan saling tukar berkas sebelum mereka berjabat tangan tanda jadinya kerja sama mereka. Baskara memasukkan dengan rapi kontrak kerja itu ke dalam mapnya lagi.
“Minggu depan ya, Bas.”
“Iya, Pak. Sampai ketemu minggu depan, Pak,” ujarnya dengan wajah berbinar penuh semangat.
“Saya suka semangat kamu,” katanya tertawa menepuk pangkal lengan Baskara. Ikut berdiri mengantar tamunya.
“Saya pamit, Pak. Terima kasih.”
“Ya. Sama-sama ya.”
“Selamat siang.”
Dari meeting itu, Baskara pun terbang ke Bali untuk mengecek lokasi bersama perwakilan ADT Motors begitu mereka mengirimkan tiket pesawat untuk Baskara ke email Raghamy. Dengan timnya, Baskara menggarap konsep dan menuangkan ide-ide yang cocok untuk tema yang diinginkan. Mematangkannya dalam waktu singkat. Bahkan saat sudah pulang pun, Baskara masih meneruskan zoom dengan kedua sahabatnya membahas project tersebut.
Senin pagi, Baskara ditemani Dewo, menjabarkan konsep mereka serta budget project tersebut. Diskusi berlangsung tak begitu lama dan selama meeting, mereka pun setuju dengan salah satu design yang diajukan Raghamy. Sedangkan Andi, lebih banyak memperhatikan pemuda yang menarik perhatiannya.
...♥
...