NovelToon NovelToon
Dua Bilah Yang Tak Menyatu

Dua Bilah Yang Tak Menyatu

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan Tentara / Perperangan
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mr_Dream111

Dalam dunia yang koyak oleh perang berkepanjangan, dua jiwa bertolak belakang dipertemukan oleh nasib.

Yoha adalah bayangan yang berjalan di antara api dan peluru-seorang prajurit yang kehilangan banyak hal, namun tetap berdiri karena dunia belum memberi ruang untuk jatuh. Ia membunuh bukan karena ia ingin, melainkan karena tidak ada jalan lain untuk melindungi apa yang tersisa.

Lena adalah tangan yang menolak membiarkan kematian menang. Sebagai dokter, ia merajut harapan dari serpihan luka dan darah, meyakini bahwa setiap nyawa pantas untuk diselamatkan-bahkan mereka yang sudah dianggap hilang.

Ketika takdir mempertemukan mereka, bukan cinta yang pertama kali lahir, melainkan konflik. Sebab bagaimana mungkin seorang penyembuh dan seorang pembunuh bisa memahami arti yang sama dari "perdamaian"?

Namun dunia ini tidak hitam putih. Dan kadang, luka terdalam hanya bisa dimengerti oleh mereka yang juga terluka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr_Dream111, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengepungan Vyord & kegagalan misi

Pagi hari sebelum kicau burung bersenandung dan mentari belum sejengkalpun menyingkap tabir cahayanya, sebanyak 15.000 pasukan infantri dari divisi 70 Magolia mulai berangkat menuju medan perang. Sementara aku bersama pasukan Faks sudah berangkat lebih awal sambil mengawal kuda-kuda yang menarik meriam palsu dari bekas kayu yang kami bungkus dengan kain hitam.

Sebelum memulai misi, aku sudah memberangkatkan regu 3 untuk memantau sekitar bukit. Baru saja aku mendapat surat dari mereka yang berisi informasi bahwa sebanyak 70 pasukan sabotase Varaya sudah bersiap menyergap dengan senjata api semi otomatis mereka.

Selain itu, aku juga  menyisipkan 3 regu lain ke dalam barisan infantri Magolia untuk melumpuhkan para penyusup di barisan. Sebenarnya walau mereka menyusup dengan memakai soflen dan cat rambut, bau semut merah khas ras mereka sangat mudah dikenali. Hanya saja bau semacam ini susah dideteksi tanpa menggunakan energi sihir. Karena itulah mengapa pasukan Faks yang bisa membasmi mereka.

Oh ya, untuk pasukan artileri yang asli diletakkan 5 kilometer dari kaki bukit dengan perubahan lokasi untuk mengelabuhi musuh.

Dan inilah waktunya.

Kami telah sampai kaki bukit dan membariskan meriam-meriam palsu. Gesekan semak belukar ditambah suara dedaunan kering yang terinjak semakin memperjelas langkah musuh yang mulai berjalan ke arah kami.

...Bush...! Bush...!...

Sesuai rencana, bom asap yang dilempar regu 3 mengepul menyelimuti bukit bukit. Suara tembakan mulai kudengar berulang kali. Mereka sepertinya panik dan asal menembak ke segala arah. Bom asap tadi juga penanda pasukan Faks untuk menyerang.

Aku merasa takut, tapi juga siap untuk bertindak. Merangsek masuk dalam kepungan asap dengan belati di tangan kanan dan kiriku, siap menyergap musuh yang datang dari arah manapun. Dalam asap yang tebal, aku merasakan napas yang semakin berat dan rasa ketegangan yang memenuhi tubuh. Kupegang semakin erat kedua belati ini, mempersiapkan diri untuk melawan musuh yang mulai datang.

Dalam pekatnya asap, aku melihat sebuah gerakan dan dengan refleks cepat, aku melompat dan menebas belati ke arah musuh yang tiba-tiba muncul itu. Jantungku berpacu makin kencang saat melihat musuh yang tergeletak di tanah setelah tertikam belati. Merasa takut dan gelisah, tetapi aku juga merasa adrenalin dan kekuatan untuk terus melawan, untuk terus melindungi diriku dan demi misi yang ku emban sebagai pemimpin pasukan Faks.

Tak ada waktu untuk terus tenggelam dalam kegelisahan dan ketakutan lagi. Bagaikan singa lapar, aku tak pandang bulu menyerang musuh sebelum traumaku kambuh. Berkat sihir yang mempertajam indra penglihatan dan instingku yang terasah selama bertahun-tahun sebagai pasukan Faks, aku mudah menumbangkan mereka dibalik pekatnya bom asap. 

Hanya bersenjatakan 2 buah belati dan pistol, setidaknya 8 musuh tewas tertikam dan beberapa berhasil lari walaupun akhirnya kepala mereka harus tertembus peluru-peluru Gideon yang menembaki dari atas pohon.

Tidak sulit bagi kami melawan prajurit Varaya karena memang kelemahan mereka adalah pertarungan jarak dekat. Ketergantungan mereka terhadap senjata terbaru yang lebih cocok digunakan pada pertarungan jarak jauh membuat mereka lemah jika diserang jarak dekat. Karena itulah mengapa pasukan Faks lebih memilih pedang atau bayonet sebagai senjata utama mereka.

Hanya dalam waktu 20 menit saja, bukit ini berhasil kami bersihkan dan para prajurit Varaya yang menyusup juga sudah tak tersisa lagi. Aku bersama yang lain segera mengibarkan bendera Magolia diatas puncak pohon tertinggi di bukit sebagai tanda kepada pasukan infantri yang berjalan maju.

Sementara itu pasukan artileri langsung menghujani parit musuh dengan peluru mereka setelah melihat bendera Magolia di puncak bukit.

Oh ya, meriam artileri yang digunakan pasukan merupakan meriam jarak jauh yang baru diproduksi Magolia 4 tahun lalu. Meriam ini bisa menembak sampai jarak 6 sampai 9 kilometer dengan peluru berisi peledak bukan bola hitam pada meriam zaman dulu. Laras meriamnya sendiri juga panjang dan lebih kecil dari meriam zaman dulu hanya saja bentuk badan meriam lebih besar.

...Boom! Boom! Boom!...

Dari atas bukit, terlihat jelas jalanya peperangan. Melihat peluru-peluru artileri menghujani parit dan meluluhlantakan para pasukan Varaya di dalamnya. Rentetan hujanan peluru juga tak henti kudengar disambut dengan gugurnya para pasukan Magolia maupun Varaya.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat kebrutalan perang dari kejauhan dan mungkin inilah yang sering disaksikan para penduduk sipil saat terjadi perang. Dan selama ini aku selalu berada diantara salah satu pasukan yang bertempur, namun hari ini untuk pertama kalinya menjadi saksi atas perjuangan para pahlawan Magolia di bawah sana.

***

Hampir 5  jam lamanya kami berjaga disini dengan duduk bersandar dipohon sambil mengamati perang yang masih berlangsung. Setelah membersihkan bukit,  tidak ada lagi yang bisa kami lakukan kecuali Gideon dan beberapa anggota regu lain. Mereka bisa menembaki musuh dari kejauhan. 

Ada ribuan mayat bergelimpangan di parit itu sampai aku tak sanggup menghitung berapa banyak pihak kami maupun musuh yang gugur.

Sedangkan di kota Vyord tak kulihat satupun pasukan bantuan musuh yang datang. Mereka hanya menahan diri dan seperti membiarkan rekan-rekanya berjuang sendirian di garis depan.

Tak lama, kudengar sorak sorai di parit pertama. Kualihkan pandanganku ke sana dan bendera Magolia sudah berkibar. Kami di atas bukit juga ikut bersorak dan bahagia. Bagaimana tidak, ini adalah kali pertama kami berhasil mengalahkan Varaya di garis depan wilayah timur sejak dimulainya invasi Varaya ke Magolia 30 tahun lalu.

Dulu Magolia selalu bertahan dan kehilangan banyak wilayah. Sekarang dibawah kepemimpinan ratu, negeri ini bisa menunjukkan pada Varaya kekuatannya.

" Yoha apa kita bisa bergabung dengan mereka? " tanya Gideon dari sampingku.

Ku menengok dan menggelengkan kepala. " Kita harus terus di sini sampai misi kedua kita nanti! "

" Tapi aku lapar..., " 

" Harusnya pasukan pembawa logistik sudah bergerak sekarang, " pungkasku.

Baru saja ku berkata begitu, para pasukan logistik benar-benar datang. Mereka membawa makanan dan amunisi-amunisi. Kami pun langsung menyantap makanan itu mengingat sejak pagi, kami hanya meminum teh hangat saja belum sempat menyantap secuilpun makanan.

Kami berkumpul di depan api unggun untuk makan malam, tetapi suasana terasa hening dan tegang. Tiba-tiba, butiran salju mulai turun dari langit, menambah kecemasan di antara kami. Entah kenapa aku merasa ketakutan, tidak yakin apa yang harus kami lakukan selanjutnya. Tubuhku mulai merasa kedinginan, dan aku membayangkan berada di tempat yang hangat dan nyaman. 

Walaupun tak sesuai jadwal musim, turunya salju sebenarnya berdampak baik bagi kami dan memperbesar kesempatan merebut kota Vyord karena musim dingin adalah kelemahan bangsa Varaya.

Kulihat Gideon memandangi langit sambil bergumam, " Saljukah...? "

" Ini sudah kedua kalinya kita melihat salju jatuh diatas tumpukan mayat di medan perang bukan? " sahutku melirik Gideon.

Gideon tersenyum kecil lalu menengokku. " Kuharap setelah perang ini, aku bisa melihat salju ini dengan kekasihku. "

Ku tepuk pundak pria kurus itu dan membalas senyumnya. " Itu pasti terkabul! Karena itu ayo kita selesaikan misi dan kembali ke Magolia, "

" Ya..., kau benar! Mari selesaikan dan kembali pulang! " Pungkasnya dengan semangat yang familiar kulihat tiap hari.

" Kapan kita akan menyelesaikanya kapten? " tanya Gideon dengan nada mengejek seperti biasa.

Dengan sedikit kesal ku kucengkram bahunya. " Sampaikanlah ke semua pasukan Faks untuk bersiap dengan perlengkapan yang sudah disediakan. Kita akan berangkat tengah malam nanti, "

" Siap! " 

Setelah makan malam, aku merasa perlu untuk menjauh sejenak dari pasukanku dan menenangkan pikiran. Aku berjalan menuruni bukit yang dilanda salju, mencari tempat untuk beristirahat. Akhirnya kutemukan pohon besar yang tampaknya memberikan perlindungan yang cukup dari badai salju.

Aku merangkak masuk di bawah cabang-cabangnya yang lebat, dan berbaring di bawah perlindungan alami itu. Guyuran salju semakin deras, menutupi tubuhku dan mengusik ketenangan malam. Namun, saat ini, di bawah pohon ini, aku merasa tenang dan terlindungi.

Aku merenung sejenak tentang perjuangan kami dan kemungkinan bahaya yang mungkin menanti kami di misi nanti. Tapi meski salju semakin deras, aku justru merasa bahwa semangat dan tekadku masih berkobar. Aku harus tetap bertahan, bersama dengan pasukanku, dan pulang dengan selamat. Sebagai pemimpin aku harus bisa membawa sisa pasukanku untuk pulang bersama tanpa ada satupun yang gugur lagi.

" Kapten! " ucap Gideon dari balik pohon tempatku berteduh.

" Ada apa? " tanyaku.

" Mayjen merubah misi kita. "

" Apa maksudmu? " Tanyaku lagi, mencoba membangkitkan badan.

Gideon melempar secarik kertas yang terlipat kepadaku. Kubuka kertas itu dan kubaca isinya.

Kedua tanganku gemetar setelah membaca surat tersebut yang isinya perintah membunuh salah satu petinggi militer Varaya yang sekarang masih bertahan di gedung pemerintahan kota Vyord.

Aku gemetar bukan karena perintah membunuh tetapi target yang harus dibunuh yaitu seorang petinggi militer Varaya berpangkat Letkol dan namanya adalah Julius. Orang yang membunuh ibuku sekaligus orang  paling kutunggu kemunculanya. Sekarang saat yang tepat untukku membalaskan kematian ibu.

Hatiku berdegup kencang. Rasanya seperti ada yang mendorong untuk segera beraksi. Aku tahu apa yang harus kulakukan. Aku harus membunuhnya.

Ya... tak akan kubiarkan pembunuh ibuku hidup sampai besok pagi.

Aku membaca surat itu berulang kali, mataku tidak bisa melepaskan huruf-huruf yang tercetak dengan jelas di atas kertas. Perintah untuk membunuh pemimpin pasukan musuh yang selama ini telah kudambakan untuk kujatuhkan. 

Kegelapan merayapi hatiku saat aku memikirkan semua kenangan tentang ibuku. Kenangan yang selalu menghantui setiap langkahku dan memacu kemarahanku.

Aku tahu tidak bisa berpikir dengan jernih jika membiarkan emosi memimpin diriku, tapi bagaimana aku bisa melupakan apa yang telah ia perbuat?

Aku menggenggam surat itu erat-erat, menghela nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Tapi ketika aku melihat namanya di surat itu, seakan-akan memanggilku untuk segera membunuh. Aku tahu, aku harus mengekang amarahku dan tidak membiarkan perasaanku menghancurkan segalanya.

" Gideon persiapkan pasukan Faks. Kita akan memasuki Vyord sesuai jalur yang sudah kita buat sebelumnya, " ucapku.

" Baik! "

" Perintahkan semua pasukan Faks untuk fokus pada misi sebelumnya. Soal misi terbaru biar aku sendiri yang melakukanya, "

" Tapi itu terlalu berbahaya! "

" Ini perintah! " tegasku sambil menatap tajam Gideon. 

" Baiklah jika itu maumu. Tapi ingat, kau mungkin tidak akan mendapatkan bantuan. " Jawab Gideon yang langsung pergi dengan memasang wajah datar padaku.

Aku terlalu dipengaruhi emosi karena surat ini sampai membuat Gideon memasang wajah seperti itu padaku. Tanpa pikir panjang dan banyak persiapan, aku langsung pergi lebih dulu menuju kota Vyord. Aku mengambil arah memutar dan berencana masuk dari utara kota.

***

Ketika tengah malam tiba, kamu mulai bergerak dari arah barat parit yang berhasil pasukan Magolia kuasai. Mengendap-endap melewati area mematikan natara parit yang berhasil kami kuasai dengan parit pertahanan terakhir musuh.

Dengan rambut pirang palsu dan seragam tentara Varaya kami terus merayap melewati ratusan mayat ditengah gelap malam.

Kami berhasil masuk parit dan membaur dengan mereka. Beberapa menit setelah kami masuk ke parit musuh, Magolia mulai melancarkan serangan artileri lagi. Serangan itu memudahkan kami masuk semakin jauh ke kota karena kepanikan yang terjadi di parit walau resikonya bisa sjaa kami jadi korban ledakan peluru artileri.

Meski begitu, sejauh ini semua berjalan sesuai rencana. Kami bergerak sendiri-sendiri dan memencar di segala titik untuk menambah kekacauan di parit.

Aku menatap kegelapan malam yang menyelimuti kota Vyord. Di balik bayangan yang mencekam oleh ledakan, aku mencoba untuk menyembunyikan diri dan merencanakan serangan ke pos penjagaan musuh yang terletak beberapa blok di depanku.

Saat aku menghirup udara dingin yang menusuk, tangan kananku meraih belati yang sudah tersemat erat di pinggang. Aku merasa adrenalin memacu jantung saat langkahku membawa lebih dekat ke pos musuh. Kurasakan dinginnya bilah baja ketika menyentuh belati yang sudah menemaniku berjuang selama ini.

Aku menarik nafas dalam-dalam dan memusatkan pikiran. Serangan ini harus cepat dan tepat.

Aku bergerak mendekati penjagaan musuh dengan langkah ringan dan waspada lalu menikam leher penjaga pertama dengan belati. Dia jatuh seketika, dan dengan cepat aku melompat ke penjaga berikutnya.

Sekarang, mereka sudah tahu keberadaanku dan mulai menyerang. Aku menggunakan belati di tangan kiri untuk memblokir bayonet-bayonet mereka dan menggunakan belati di tangan kanan untuk melawan mereka. Pertarungan sengit terjadi di luar pos, dan aku harus berjuang habis-habisan.

Namun, aku tidak boleh kehilangan fokus. Setiap gerakan harus tanpa kesalahan. Dalam sekejap, satu persatu prajurit Varaya jatuh dan tak bernyawa. Aku berhasil menembus pos penjagaan dan ke area pusat kota sebelum prajurit musuh yang lain menyadari pertarungan di pos.

Tapi mustahil bagiku harus melawan mereka. Aku kembali menyelinap melewati bangunan demi bangunan kota dan menyelam dalam kegelapan bayangan.

Setiap kali ada prajurit musuh yang lewat, aku bersembunyi di balik sudut atau di dalam lorong sempit. Memantau sekitar, memastikan tidak ada yang mengikuti atau memperhatikan.

Tiba-tiba, aku mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Dengan sigap, segera kuberlindung di balik tembok. Setelah suara itu menghilang, aku keluar dari persembunyian.

Sejauh ini semua berjalan lancar. Tidak ada yang tau keberadaanku. Hingga akhirnya aku semakin dekat ke gedung pemerintahan Vyord yang dijaga ketat puluhan pasukan bersenapan otomatis dan senapan mesin

Belum sempat memanjat tembok gedung itu, aku mendengar jelas suara ledakan yang menggetarkan bumi kota Vyord selama 30 menit. Magolia melakukan serangan artileri besar-besaran.

Setelah suara ledakan tadi, kudengar juga suara rentetan tembakan. Apa penyerangan ke kota dimulai? Bahkan matahari belum terbit.

Sepertinya Mayjen Cederic merubah rencananya. Aku sedikit kepikiran dengan pasukan Faks karena harusnya mereka sekarang mereka sedang diantara pasukan musuh di parit tapi justru pasukan utama menyerang lebih awal.

Aku terdiam menempel tembok gedung yang kuincar sampai tanpa sadar puluhan prajurit penjaga berlarian keluar dari gedung.

Aku menunggu cukup lama sampai kupastikan mereka semua keluar. Tapi ketika mencoba masuk, langkahku terhenti seketika saat aku dihadapkan oleh beberapa prajurit musuh.

" Apa yang kau lakukan di sini?! " teriak seorang prajurit.

...Door...!...

Tiba-tiba, salah satu dari mereka melepaskan tembakan ke arahku. Aku menghindar dengan gesit dan berlari ke arah mereka. Dengan cepat menyerang menggunakan kedua belatiku.

Aku terus bergerak dan menyerang, menghindari tembakan dan menyerang balik. Bisa kurasakan adrenalin memompa dalam tubuh, membuatku semakin kuat dan cepat.

Aku kali ini hanya bisa mengandalkan kekuatan fisikku tanpa bantuan energi sihir karena aku takut itu akan berpengaruh pada traumaku.

Namun, semakin lama pertarungan berlangsung, semakin banyak prajurit  dari dalam gedung yang datang untuk bergabung dalam pertarungan. Aku berjuang sekuat tenaga, tetapi akhirnya aku terdesak dan harus mundur.

Aku melihat ke sekeliling dan menemukan jalan keluar. Dengan cepat, mengambil kesempatan untuk melarikan diri. Mustahil menghadapi prajurit sebanyak itu sendirian dari jarak dekat.

...Door..!...

" Argh...! "

Sebutir peluru menyerempet pundakku saat aku berusaha masuk dalam gang gelap. Tidak salah lagi, di gedung itu ada penembak jitu juga.

Aku mundur sejauh mungkin sampai akhirnya kutemukan persimpangan jalan yang gelap. Banyak kotoran manusia dan sampah. Bau busuknya sangat menyengat. Sambil memegangi bahu kiri, aku berjalan pelan-pelan melewati jalan ini.

Saat menyusuri jalanan gelap yang hanya dilalui satu dua prajurit, aku melihat cahaya lampu minyak di sebuah gang. Sekilas aku juga mendengar ada ornag batuk di sana.

Karena rasa penasaran, kucoba berjalan menyusuri gang itu.

Seketika mataku tebelalak melihat pemandangan di depan sana. Dibawah cahaya redup lampu minyak, ada puluhan penduduk sipil dengan badan penuh luka dan berbau tergeletak seperti dedaunan kering di jalanan.

" Aiiir... Aiir... " Rintih salah satu dari mereka.

Pemandangan mengerikan macam apa ini?

Bukan hanya di jalan tapi di jendela-jendela lantai dua ada beberapa dari mereka yang tergantung dengan tali terikat di leher.

Saat melihat lagi kondisi penduduk lokal yang tergantung dan bergelayutan, rasa kemarahanku membuncah. Mereka sudah menjadi budak dari bangsa Varaya selama puluhan tahun dan hidup dalam keadaan yang sangat memilukan. Aku merasa seperti ditampar keras oleh realitas yang ada di hadapanku. Aku merenung sejenak, membayangkan betapa banyak rakyat Magolia yang telah menderita akibat dari perbudakan kejam bangsa Varaya setelah kekalahan perang 30 tahun silam.

" Bersabarlah sebentar lagi kalian akan bebas dan akan dibawa ke ibukota Magolia. " bisikku lirih saat melihat salah satu dari mereka menatapku.

Namun aku tidak punya banyak waktu untuk merenungkan hal ini, karena aku harus segera mencari jalan keluar dari tempat ini sebelum musuh menemukanku. Sambil berusaha menenangkan diri, aku memutuskan untuk bergerak perlahan dan hati-hati dalam melangkah, sambil terus mengawasi sekitar agar tidak ketahuan.

***

Aku terengah-engah saat melihat pemandangan kekacauan di sekitar. Suara tembakan dan jeritan memenuhi udara. Sepertinya pasukan Magolia berhasil menembus benteng parit terakhir.

Aku kembali lagi ke pusat kota ketika matahari terbit lalu menatap tajam ke arah gedung pemerintahan, tempat pemimpin musuh berada. Ini adalah kesempatan terakhirku untuk menyelesaikan misi dan membalaskan dendam ibuku.

Ku berlari secepat mungkin melalui jalan-jalan sempit dan terlihat buram, mencoba untuk tidak memperhatikan orang-orang yang terluka dan terbunuh di sekitar. Aku tahu aku tidak punya waktu untuk membantu mereka, aku harus menyelesaikan misi secepat mungkin.

Ketika sampai di dekat gedung, aku melihat masih ada pasukan musuh yang menjaga gerbang. Aku harus membunuh mereka terlebih dahulu sebelum bisa masuk ke dalam sana. Dengan hati-hati, aku menyelinap di antara bangunan-bangunan di sekitar gedung, mencari kesempatan untuk menyerang.

Aku melihat seorang prajurit musuh yang sedang merokok di sudut gedung. Ini kesempatan. Segera ku melompat ke arahnya dengan belati di tangan, tapi dia sempat melihatku dan berteriak memanggil bantuan sebelum belatiku menghujam dada kirinya.

Benar saja, beberapa prajurit datang. Aku mencoba bertarung sekuat tenaga, menghindari tembakan dan mengajak mereka bertarung jarak dekat.

Tapi pertarungan jarak dekat bukan berarti aku bisa membunuh mereka dengan mudah. Fisik mereka lebih kuat dariku tapi aku unggul dalam kelincahan. Walau beberapa kali tersanet bayonet dan terserempet peluru, pada akhirnya aku yang menang.

Setelah mereka semua mati, aku mulai berjalan masuk menuju gedung pemerintah yang masih menyisakan beberapa penjaga dan perwira yang berhasil aku habisi.

Dengan perlahan-lahan, aku menjelajahi setiap sudut ruangan gedung tersebut, mencari-cari keberadaan Julius yang selalu ada dalam bayang-bayangku selama ini. Tubuhku terasa berat dan lemah karena lukaku yang mulai mengganggu.

Kutapaki tangga dan terus mencari keberadaan sosok pembunuh ibu. Suara langkahku bergema di ruangan kosong, dan hanya suara napas terengah-engah yang terdengar ketika aku melangkah. Aku berusaha mengontrol napas dan menenangkan diri karena tak ingin mengulur waktu terlalu lama.

Keringat mengalir deras di dahi dan tubuhku gemetar. Sesaat, aku merasa tak mampu untuk melanjutkan misi ini. Namun, saat aku teringat akan ibuku yang dibunuh dengan kejam, kemarahan itu memberikan kekuatan ekstra untuk terus maju.

Saat memasuki ruangan utama yang kuyakin Julius ada disana, hatiku berdegup kencang.

Aku siap untuk membalaskan kematian ibuku dan membunuh orang yang bertanggung jawab atas segala penderitaan yang rakyat kota Vyord. Namun, ketika memasuki ruangan itu, tidak ada siapa-siapa disana. Hanya senapan semi otomatis yang tergeletak dengan meja kerja yang berantakan oleh kerta-kertas.

Aku merasa seakan-akan dunia hancur di hadapanku. Semua usahaku, semua perjuanganku, semua perencanaanku, sia-sia belaka. Aku merasa kehilangan arah dan tujuan hidup.

Aku melihat keluar dari jendela yang mengarah ke timur dan melihat Julius melarikan diri dengan kereta kuda. Amarah memuncak saat aku mengetahui bahwa dia sudah berhasil kabur dari gedung. Tanpa pikir panjang, aku mengambil senapan yang tersedia di samping meja dan menembakinya dari jendela.

Aku terus berteriak memakinya yang sudah berhasil lolos dari kejaranku.

" Bajingan pengecut! Kau berani membunuh ibuku dan melukai rakyat Vyord, tapi kau tidak berani menghadapi ku? Kau memalukan dirimu sendiri Juliuuus...! "

Aku terus menembaki kereta kuda itu sampai amunisi habis dengan maksud untuk membunuhnya, tapi sayangnya aku gagal. Aku merasa sangat menyesal dan kecewa karena gagal menyelesaikan misi dan gagal membalaskan kematian ibuku.

Aku menangis dan mengutuk diri sendiri. Rasa penyesalan dan kesedihan terus menghantui diriku. Tanpa sadar, aku mulai mengacak-acak ruangan Julius sebagai pelampiasan kemarahan.

Setelah beberapa saat, aku bisa menenangkan diri. Ku bersandar dibawah jendela ruangan. Tubuhku mulai mati rasa dan perutku mulai sakit seperti ada sesuatu yang mencengkramnya.

Ku tersenyum kecil menatap langit-langit ruangan ini. Apa aku akan mati dengan cara seperti ini?

Gagal menyelesaikan misi dan gagal membalas kematian ibu. Andai saja aku mengajak Gideon dan Daylen mungkin aku bisa membunuh Julius.

Bodohnya aku yang bergerak hanya dengan mementingkan ego dan amarah.

" Apa ibu akan marah karena aku gagal membalaskan dendammu? " Gumamku dengan kesadaran yang semakin menipis. " Aku segera menemuimu, ibu... "

^^^To be continued^^^

1
Milacutee
Lanjuuut makin ksini makin seru
Milacutee
Lena kalah dong😅
Milacutee
🥰🥰🥰🥰🥰🥰
IM_mam
/Good//Good//Good//Good//Good//Good//Good/
Xiao yu an
Suka bgt ceritanya
Lia ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Akhrnya kjawab sebab ptsd si mc
Mikoooo dayooooo
Ratunya munafik bgt😡
Ubi
Smnagat min
Nara
Lgsg update dong😁😁😁 lnjut trs thor
Lia ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Semangat updatenya
Lia ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Alat komunikasinya tu kyk gmn? tlg kasih aku pnjelasan thor
Lia ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Aduhhhh stres emg Varaya
Mikoooo dayooooo
Dtnggu lnjutanya
Mikoooo dayooooo
Aku jd mmbayangkan adeganya🤢
pangestu mahendra
Awalnya narasinya agak kaku tapi makin kesini authornya memperbaiki penulisan. Ceritanya lumayan bagus sih terutama waktu udh chapter 20
Caramel to
update plissss
Nertha|
Gassss terus thor klo bsa updatenya 3 chapter langsung gtu
Nertha|
Heroine baru/Drool//Drool//Drool//Drool//Drool//Drool/
Nertha|
agak konyol ni ngekudeta tpi mental pasukanya lembek wkwkwk
Layciptuzzzz_^^
semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!