Apa jadinya jika kakak beradik saling jatuh cinta. Seluruh dunia bahkan menentang hubungan mereka.
Dan tanpa mereka sadari, mereka telah melakukan sumpah untuk sehidup semati bersama.
Hingga sebuah kecelakaan mengakhiri salah satu hidup dari mereka.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Apakah mereka memang ditakdirkan untuk hidup bersama?
Ikuti jalan ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 Bayi Amina Diculik
Amina membuka mata. Amina merasakan pegal di punggungnya entah berapa lama dia terbaring di atas tempat tidur. Amina menggerakkan badannya tapi seluruh badannya terasa nyeri dan kaku. Amina meringis.
"Hacih!"
Amina merasakan sayatan di perutnya sakit. Lagi-lagi Amina memegang perutnya yang terguncang karena bersin berkali-kali. Amina baru merasakan sakitnya pasca operasi Caesar. Amina tidak bisa melahirkan normal karena air ketubannya sudah pecah dan kedua bayinya terlilit tali pusar.
"Pantas banyak yang memilih melahirkan normal," keluh Amina.
"Sayang," Hakim masuk bersama Dokter dan perawat.
"Pagi Bu Amina. Permisi, saya ingin mencek jahitannya," kata Dokter.
Perawat membuka sedikit baju pasien yang dipakai Amina. Perawat itu membuka gurita yang dipakai Amina. Dokter mencek jahitan Amina.
"Jahitannya tidak ada masalah. Bu Amina nanti gerak ya. Pelan-pelan aja, nanti miring ke kiri dan miring ke kanan. Perlahan nanti Bu Amina duduk. Pelan-pelan saja Bu agar cepat pemulihan pasca Caesar. Ada keluhan Bu?"
"Perut saya, bekas jahitan terasa gatal. Pengen garuk rasanya."
"Itu pertanda obatnya bekerja dengan baik dan lukanya akan segera sembuh. Ibu jangan lupa banyak bergerak dan jangan makan apapun sebelum kentut," kata Dokter.
Dokter dan perawat meninggalkan ruangan Amina. Hakim duduk di sebelah Amina. Hakim menciumi kening dan tangan Amina. Hakim berterima kasih karena telah melahirkan anak untuknya.
"Sayang, anak kita di mana?"
"Ada di ruang anak. Sebentar lagi mereka datang. Kamu dua hari tidur nyenyak."
"Cowok apa cewek?"
"Sepasang sayang, cowok dan cewek."
"Benarkah? Gak sabar nunggu mereka," wajah Amina berseri-seri.
Tidak berapa lama, dua perawat membawa kereta bayi masuk ke dalam ruangan Amina. Hakim mengangkat salah satu dari mereka dan menaruhnya di samping Amina. Amina mencium bayinya dan memegangi tangannya yang mungil.
Hakim menggendong bayi perempuan mereka. Amina dan Hakim tertawa bersama. Amel menyaksikan itu semua ketika dia berdiri di depan pintu ruangan Amina. Amel cemburu.
Harusnya yang ada di sana gue, harusnya yang jadi istri Kak Hakim itu gue, bukan kamu Amina! Amel mengumpat dalam hati.
Perasaan Amel kacau tidak karuan saat melihat Amina dan Hakim begitu bahagianya bersama kedua bayi mereka. Amina mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan. Amina semaksimal mungkin menyembunyikan kecemburuannya.
Dan kebetulan pada saat itu Hakim menerima telepon dari perusahaannya. Hakim diminta datang ke perusahaan karena ada beberapa dokumen yang harus diselesaikan. Hakim menaruh bayi perempuannya ke dalam kereta bayi dan meminta Amel untuk menemani Amina. Hakim meninggalkan rumah sakit.
Amel duduk di samping hospital bed Amina. Amel menatap kedua bayi kembar itu. Mereka benar-benar mirip. Amina memang cantik dan Hakim juga tampan. Mereka memiliki gen dari kedua orang tuanya. Siapa pun yang melihat pasti akan tertarik kepada mereka.
Amel lama menatap bayi perempuan yang ada di depannya. Amel terhipnotis dengan kemolekannya. Amel melihat papan nama di sana 'bayi Ibu Siti Amina'. Amel tersadar dan sedikit menjauh dari bayi Amina.
"Amel, apa gak kepengen punya bayi? Kami nunggu kabar baik darimu. Biar mereka ada teman mainnya," kata Amina.
Amel membulatkan matanya. Entah kenapa di saat itu emosi Amel meledak. Amel merasa Amina sedang mentertawakan kejombloannya. Amel seolah menganggap Amina mengejeknya.
Amel tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya. Amel menatap tajam ke arah Amina.
"Amina, jangan lu kira selama ini gue gak laku. Banyak yang antre ingin dapetin gue. Tapi gue setia sama pasangan gue!"
"Amel, maaf, maaf. Aku sama sekali tidak bermaksud begitu. Aku hanya bertanya, apa tidak ingin mempunyai bayi. Maaf jika itu menyinggung perasaanmu," wajah Amina menunjukkan rasa penyesalan.
"Amina, lu terlalu polos. Apa lu gak curiga selama ini Kak Hakim dekat dengan siapa? Jangan-jangan Kak Hakim juga mempunyai anak lain di luar sana. Liat diri lu. Sekarang tubuh lu tidak ramping seperti dulu lagi!"
"Astaghfirullah. Amel, maaf sekali lagi maaf. Aku tidak tahu kamu akan semarah ini," Amina mengatupkan kedua tangannya.
"Asal lu tau, Tante Laila akan merebut cucunya dan akan segera memisahkan kalian. Kak Hakim akan dinikahkan dengan orang lain. Tunggu saja kehancuran lu. Lu akan menjadi gembel!"
Amel dengan perasaan kesal mendorong kereta bayi perempuan Amina keluar dari ruangan. Amina berteriak menjerit minta pertolongan. Amina berusaha menggerakkan tubuhnya. Amina tersadar saat ini dia hanya menggunakan pakaian pasien dan masih dipasangi alat medis. Amina menekan tombol yang ada di ruangan.
Dalam hitungan detik, perawat masuk ke dalam ruangan. Amina melaporkan anaknya diculik. Amina dengan singkat memberikan ciri-ciri Amel dan bayi yang dibawanya.
Perawat itu segera berlari ke luar ruangan Amina. Dia mengumumkan ke grup perawat agar segera siaga di rumah sakit karena ada bayi yang diculik dan dia memberikan ciri-ciri yang disebutkan Amina. Semua perawat berpencar mencari bayi Amina.
Amina mengambil ponselnya. Amina menghubungi Hakim dan menceritakan semuanya. Amina juga menelpon Laila dan memberitahu semuanya.
Bayi laki-laki Amina menangis. Amina menenangkannya. Amina memberikan asi untuknya. Tapi bayi itu tetap saya menangis. Amina tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Beberapa menit kemudian, Hakim dengan napas yang tidak beraturan tiba dan kembali menanyakan apa yang terjadi. Hakim mengambil bayinya yang histeris dari Amina dan menenangkan bayinya.
"Sayang, anak kita diculik Amel. Tolong cari anak kita," mohon Amina dengan suara yang hampir habis.
"Sabar sayang, Amel sedang dikejar sekarang. Berdoa lah anak kita aman. Kenapa Amel seperti ini?"
Amina tanpa menutupi apapun memberitahu semua yang diucapkan Amel kepadanya. Amina harus berhati-hati karena Hakim selama ini dekat dengan seseorang dan mungkin saja Hakim memiliki anak lain di luar sana.
"Sumpah! Semua yang dikatakan Amel bohong. Mama juga tidak akan pernah memisahkan anak kita. Apa yang terjadi pada Amel? Bukannya selama ini dia baik-baik saja."
"Sayang, apa pertanyaanku sangat menyinggung perasaannya?"
"Tidak sayang. Dia saja yang merasa tersinggung. Percayalah sayang, aku tidak mungkin macam-macam."
Terdengar suara tangisan bayi di luar. Beberapa orang perawat masuk ke dalam ruangan Amina. Mereka membawa kembali bayi Amina.
"Bayi ini kami temukan di ujung lorong dekat kamar mayat. Dan dia sendirian," perawat itu menaruh bayi Amina ke dalam kereta bayi.
Saat bayi perempuan itu ditaruh kembali di kereta bayi, saudaranya yang sedari tadi histeris terdiam dan dengan nyenyaknya terlelap.
"Terima kasih, maaf merepotkan kalian. Sebagai ucapan terima kasih, saya akan traktir kalian makan di kantin rumah sakit. Silakan pesan dan buat tagihan atas nama saya Hakim Amin."
"Terima kasih Pak Hakim, Bu Amina. Kami permisi," ucap salah seorang perawat.
"Sayang, aku takut Amel akan menculik anak kita lagi," Amina panik.
"Jangan khawatir, Amel tidak akan berani. Sekarang kamu beristirahat lah."
Hakim menaruh bayi laki-lakinya ke dalam kereta bayi. Hakim meletakkan kereta bayi itu di antara hospital bed Amina dan tempat tidurnya. Hakim menyerahkan urusan Amel kepada Laila.
🌑 Kediaman Dina
Amel bergegas masuk ke dalam rumahnya. Amel tidak memperdulikan Dina yang sedari tadi memanggilnya. Amel masuk ke dalam kamar, mengambil koper dan mengemasi pakaiannya.
Amel ke luar kamar dengan sedikit berlari menuju pintu depan. Dina dan suaminya mengejar Amel.
"Amel mau kemana? Hei ini anak dipanggil gak nyahut!" teriak Dina.
Amel tidak menghiraukan panggilan Dina. Amel membuka pintu depan dan langkah Amel terhenti ketika Amel melihat Laila berdiri dengan mata yang melotot menatap tajam kearahnya.
"Tangkap dia!" perintah Laila kepada anak buahnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...