NovelToon NovelToon
Duda Dan Anak Pungutnya

Duda Dan Anak Pungutnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Diam-Diam Cinta / Cinta Terlarang / Crazy Rich/Konglomerat / Duda
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: ScarletWrittes

carol sebagai anak pungut yang di angkat oleh Anton memiliki perasaan yang aneh saat melihat papanya di kamar di malam hari Carol kaget dan tidak menyangka bila papanya melakukan hal itu apa yang Sheryl lakukan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 35

Ruangan Kepala Sekolah

“Ada apa, Ibu?”

“Kamu gimana kabarnya, Carol? Baik atau tidak?”

“Baik, Bu. Ada apa, Bu?”

Kepala sekolah merasa tidak enak kepada Carol. Dirinya juga tidak boleh terlalu keras kepada Carol, karena kepala sekolah sudah berjanji kepada papa Carol untuk selalu menjaga Carol.

Walau kepala sekolah juga sibuk, tapi beliau tetap berusaha peduli kepada Carol sesekali.

“Tidak ada apa-apa kok, Bu. Cuma mau manggil kamu aja. Oh ya, di sekolah banyak tugas dan kegiatan lomba. Apa kamu tertarik untuk ikut, Carol?”

Carol terdiam. Dirinya bingung, bakatnya di mana, karena tidak pernah ikut lomba sekolah. Carol jadi tidak tahu bakatnya sendiri.

“Carol, kamu dengar Ibu bicara, nak?”

“Iya, Bu. Saya dengar. Maaf, Bu… saya sendiri tidak tahu bakat saya di mana.”

Kepala sekolah bingung dengan jawaban Carol. Apa Carol tidak suka aktivitas dalam kegiatan sekolah, ya?

“Maaf kalau Ibu memaksa kamu. Kalau kamu tidak suka, tidak apa-apa. Ibu juga tidak mau maksa kamu, Carol.”

“Ha? Ibu tidak memaksa saya kok. Malah saya senang Ibu peduli sama saya. Makasih ya, Bu, karena sudah peduli dengan saya.”

Kepala sekolah yang mendengar itu merasa terharu. Ia tidak menyangka kalau Carol berpikir demikian.

“Ya sudah, Carol. Kamu boleh pikirkan mau ikut lomba apa. Semua lomba masih belum terisi. Kalau kamu mau ikut, kamu bisa info ke Ibu langsung, ya.”

“Baik, Bu. Makasih ya, Bu, atas informasinya.”

Carol pergi dari ruangan kepala sekolah tanpa berpikir panjang. Ia masih bingung harus bagaimana mengenai lomba tersebut. Dalam hati, Carol juga merasa tidak suka terlalu aktif di sekolah yang tidak menghargai dirinya.

Untuk apa Carol harus aktif?

Saat itu, Carol bertemu dengan Dinda dan menyapa Dinda. Dinda tersenyum kepada Carol. Ketika Dinda hendak pergi, Carol menahannya.

“Bu Dinda, boleh saya bicara sebentar?”

“Boleh. Ada apa, Carol?”

Akhirnya mereka berdua duduk di bangku yang kosong. Setelah duduk, Dinda menatap ke arah Carol.

“Bu, menurut Ibu, saya cocok di bidang apa untuk lomba?”

“Carol sendiri suka bidang apa? Ibu tidak bisa maksa kamu kalau kamu tidak suka. Takutnya nanti kamu malah merasa terbebani. Benar tidak, sih?”

Carol merasa ketika berbicara dengan Dinda, rasanya berbeda sekali dibanding saat dirinya berbicara dengan Fitri. Carol tidak menyangka, ternyata lebih enak bicara dengan Dinda dibanding Fitri. Tapi dirinya juga tidak mau kalau Dinda bersama papanya.

Dinda hanya tahu kalau Carol anak yang pendiam. Ternyata Carol juga bawel dan berani bertanya.

Apa semenjak kejadian kemarin Carol jadi berani berbicara? Karena pikir Carol, kalau dirinya tidak berani bicara, justru akan merugikan dirinya sendiri.

“Ya, coba Carol pikirkan baik-baik mau lomba apa. Terus, pikirkan juga kamu suka apa. Kalau bisa, diskusikan lagi ke Ibu. Ibu tidak bisa terlalu banyak memberi rekomendasi, takutnya kamu tidak suka. Itu juga bisa jadi salah Ibu.”

Carol merasa senang dengan perkataan Bu Dinda. Seolah-olah Bu Dinda tidak mau memaksa, karena tahu kalau Carol sulit bicara.

Akhirnya Carol dan Dinda berpisah. Carol kembali ke kelas, dan Dinda juga masuk ke kelas Carol karena hari ini ada mata pelajaran Dinda.

Dinda merasa kalau Carol memang anak yang baik pada dasarnya. Tapi kenapa Carol tidak bisa dekat, ya, dengan Fitri?

Apa maksud Fitri terlalu jelas sehingga membuat Carol lebih waspada terhadapnya?

Dinda tidak mau menanyakan tentang Fitri kepada Carol. Takutnya nanti Fitri malah tidak suka kepada Carol dan membenci Carol.

Dinda tidak berharap apa-apa tentang Fitri ke depannya. Dinda hanya berharap Fitri tidak membebani perasaan mereka.

Dinda merasa mungkin Fitri tidak cocok menjadi mama sambung bagi Carol, tapi Dinda tidak mau mencari tahu.

Bagi Dinda, semua masalah orang tidak harus dirinya tahu. Akan lebih baik Dinda memilih diam saja tanpa mencari tahu apa pun.

Dinda mencoba yang terbaik untuk Carol, karena Dinda tahu Carol tidak punya banyak teman di sekolahnya.

 

Setelah pelajaran selesai, mereka pun pulang sekolah. Carol langsung dijemput oleh papanya. Tanpa berbicara apa-apa, papanya ternyata sedang berada di ruangan kepala sekolah.

Dinda ingin menguping apa yang mereka bicarakan, tapi ia juga punya urusan lain yang harus diselesaikan. Karena Dinda tidak tahu apa-apa, akhirnya Fitri yang lebih dulu maju. Fitri melihat ada papanya Carol di sana.

Fitri merasa ini kesempatan untuk dekat dengan Anton. Tapi ia juga tidak tahu apakah Anton akan menerimanya atau tidak. Fitri sudah mencoba untuk mendekati anaknya, tapi memang susah. Entah kenapa, anaknya itu susah didekati—padahal anaknya cuma anak pungut.

Fitri tidak mau menyakiti hati anaknya, tapi anaknya selalu menyakiti hati Fitri.

Fitri mencoba masuk ke ruangan kepala sekolah, tapi kepala sekolah bingung kenapa Fitri tiba-tiba masuk, padahal tidak ada yang mengundangnya sama sekali.

“Halo, Ibu. Ibu tadi manggil saya?”

“Nggak ada saya manggil kamu, Ibu Fitri. Emangnya kamu merasa dipanggil, ya?”

“Oh, Ibu nggak ada panggil saya, ya? Kalau gitu saya salah dengar dong. Maaf, sudah mengganggu, Bu.”

Setelah Fitri keluar, tidak ada yang menahan dirinya—apalagi Anton. Anton sama sekali tidak peduli kepada Fitri. Fitri merasa kesal. Kenapa tidak ada yang menahannya? Padahal dia berharap akan ditahan.

Setelah Fitri keluar, ia berpapasan dengan Carol. Carol bingung, melihat wajah Fitri yang merah dan kesal seperti itu.

“Apakah dia lagi PMS, ya?” pikir Carol.

Tak lama kemudian, Anton keluar dari ruangan kepala sekolah dan kaget saat berpapasan dengan anaknya. Carol tidak langsung bicara, tapi Anton menarik tangan anaknya menuju mobil.

Di dalam mobil, Carol menatap papanya. Anton sendiri bingung harus bicara apa, karena ia sudah berjanji tidak akan datang ke sekolah jika tidak dipanggil.

“Papa kenapa tadi ke sekolah? Ada urusan apa? Emangnya papa dipanggil sama kepala sekolah?”

“Papa nggak dipanggil, sih, sama kepala sekolah. Cuma kan kemarin kamu bilang ada guru yang kamu nggak suka, makanya papa coba cari tahu. Tapi papa nggak tahu guru itu siapa.”

“Kan aku udah bilang, Papa nggak perlu cari tahu! Kenapa Papa malah cari tahu? Papa sengaja ya, biar aku kesel sama Papa?”

Anton yang mendengar itu kaget. Ia tidak menyangka anaknya berani bicara seperti itu. Padahal sejauh ini Anton sudah mengajari anaknya dengan baik, tapi malah kena getahnya sendiri.

Tiba-tiba Anton diam dan tidak berbicara apa-apa kepada anaknya karena kesal. Carol melihat papanya dan bingung kenapa Papa tiba-tiba diam.

“Kok Papa diem aja? Aku bicara sama Papa, tapi Papa diem aja. Oh, marah sama aku, ya?”

Anton tidak mau menjawab. Ia benar-benar kecewa pada Carol.

Carol juga tidak mau berbicara kepada papanya, karena merasa tidak bersalah. Dirinya sudah bilang supaya papanya tidak ikut campur, tapi malah ikut campur juga.

Ia tahu niat papanya baik, tapi justru itu membuatnya makin tidak nyaman. Ia sudah tahu kalau dirinya tidak punya banyak teman di sekolah, dan dengan Papa yang seperti itu, bisa-bisa temannya makin tidak ada.

Seharusnya papanya mencoba mengerti dirinya, tapi Anton malah memperlakukannya seperti anak kecil.

Setelah sampai di rumah, Carol langsung masuk ke kamar tanpa bicara apa-apa. Papanya mengernyit bingung. Harusnya anaknya merasa bersalah, tapi malah marah-marah.

Selama ini Anton merasa mungkin dia salah dalam mendidik anaknya, makanya anaknya jadi berani seperti itu.

Apakah ada pengaruh dari guru di sekolah, ya, sampai anaknya berani sekarang? Padahal selama ini Anton sudah mendidik dengan benar.

Anton mencoba mengetuk pintu kamar anaknya, tapi Carol tidak mau membuka pintu karena masih kesal.

Melihat anaknya seperti itu, Anton tidak mau memaksa. Ia tahu kalau dipaksa, keadaan bisa jadi lebih buruk.

Akhirnya Anton memilih memberi waktu kepada anaknya, berharap suatu saat Carol bisa lebih baik lagi, dan hatinya bisa lebih tenang.

1
partini
papa mu bukan papa kandungmu
lah
partini
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!