NovelToon NovelToon
“Suara Hatiku Jadi Takdir Istana”

“Suara Hatiku Jadi Takdir Istana”

Status: tamat
Genre:Reinkarnasi / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Bullying dan Balas Dendam / Pembaca Pikiran / Tamat
Popularitas:55.7k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Lian, gadis modern, mati kesetrum gara-gara kesal membaca novel kolosal. Ia terbangun sebagai Selir An, tokoh wanita malang yang ditindas suaminya yang gila kekuasaan. Namun Lian tak sama dengan Selir An asli—ia bisa melihat kilasan masa depan dan mendengar pikiran orang, sementara orang tulus justru bisa mendengar suara hatinya tanpa ia sadari. Setiap ia membatin pedas atau konyol, ada saja yang tercengang karena mendengarnya jelas. Dengan mulut blak-blakan, kepintaran mendadak, dan kekuatan aneh itu, Lian mengubah jalan cerita. Dari selir buangan, ia perlahan menemukan jodoh sejatinya di luar istana.

ayo ikuti kisahnya, dan temukan keseruan dan kelucuan di dalamnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35

Di dalam ruang persembahan, titik krusial datang. Utusan iblis, yang dikirim oleh Liu Ming mahluk berwujud bayangan gelap berusaha menguatkan segel terakhir. Bentrokan itu brutal. Tubuh-tubuh penjaga bayangan yang dipaksa berubah menjadi lebih liar. Chen Yun bertarung di pintu selatan seperti badai, menangkis gelombang demi gelombang serangan. Ia bukan sekadar melindungi: ia menjadi poros agar Lian dan Feng Xuan bisa bekerja.

Lian menatap ke arah inti segel. Dalam hatinya terlintas kilasan: masa depan di mana Pedang Langit jauh lebih kuat ketika disatukan, namun juga berbahaya jika disalahgunakan. Ia tidak ragu. Dengan napas yang stabil, ia memainkan nada tertinggi yang pernah ia pelajari. Suara itu memancar, bukan menghancurkan, tapi menelan gelap. Seketika, penjaga bayangan yang kerasukan darah iblis merintih; darah kotor yang menempel pada jiwa mereka diberi jalan keluar, seolah dikompress, dan kemudian bersinar putih sebelum menguap. Mereka dibersihkan, bukan dibantai.

Feng Xuan menyadari ada pola, segel itu hidup dari pengorbanan tanpa cinta. Ia tidak membiarkannya. Dengan jurus naga terakhir, ia menghancurkan ruang fisik yang menahan segel, memecah wadah peti hitam menjadi serpihan cahaya. Serpihan itu bukan terbuang.

Lian dengan satu gerakan mengumpulkannya ke pedang cahaya, menyisirnya dengan suara yang menenangkan. Pedang-pedang mereka bergetar sebagai satu. Energi segel, yang selama ini menjerat banyak jiwa, kini berubah menjadi sesuatu yang bisa diurai.

Di luar pintu, Liu Ming mendengar gema kehancuran. Ia marah seperti singa yang dicuri makanannya. Ia memaksakan diri turun ke ruang bawah tanah, disertai selir dan beberapa utusan setianya. Saat ia membuka pintu, yang ia lihat bukanlah ritual sukses, melainkan Lian dan Feng Xuan berdiri tegak, sinar dari pedang mereka memancar seperti fajar, Chen Yun di samping pintu dengan tubuh yang penuh luka, namun matanya berkobar.

“Liu Ming!” Liu Ning maju, wajahnya tegas. “Atas nama rakyat, aku menuntutkamu menjelaskan, atas dasar apa kau menyiksa negeri ini? Atas dasar apa kau mencampakkan sejarah dan membiarkan kekuatan jahat tumbuh?”

Kaisar palsu itu ternganga, lidahnya kelu. Di ruang yang sama, para penjaga lama istana yang selama ini dipaksa membungkuk merasakan sesuatu dalam dada mereka, ingatan lama, nama-nama yang dulu mereka bela. Perlahan, banyak yang teringat, mereka tahu Liu Ming bukan kaisar yang sah. Kesadaran berisik itu menyebar seperti api kecil.

Dalam sekejap, jalan berbalik. Rakyat di luar, dipimpin para penjaga yang beralih, menyerbu ke aula utama. Feng Xuan dan Lian melangkah maju, bukan untuk membunuh kecuali diperlukan, tetapi untuk menunjukkan kebenaran kekuatan mereka bukan untuk menghancurkan, melainkan untuk melindungi. Lian mengangkat pedangnya, suaranya melantun lembut “Kami datang bukan untuk merampas, tetapi untuk menyelamatkan.”

Liu Ming yang licik mencoba memanggil lagi kekuatan segel, namun kini formasi sudah rusak, tidak ada darah yang rela mengalir dan tidak ada hati yang mau mengorbankan demi ambisi. Segel itu menjerit, tetapi suaranya dipatahkan oleh harmonisasi Pondasi Langit.

Akhirnya, Liu Ming ditangkap. Tidak oleh pedang semata, tetapi oleh hukum rakyat dan keadilan. Ia diseret ke tengah alun-alun dengan tirai hitam yang menutup wajahnya. Ketua Pengadilan Rakyat bekas pejabat yang dulu dipecat membacakan dakwaan.

Pengkhianatan, kolusi dengan kekuatan kegelapan, pengorbanan warga. Umat yang berkumpul menuntut hukuman. Liu Ming diberhentikan dari tahta palsu, dan dengan itu, tirani mulai runtuh.

Namun kemenangan bukan tanpa bekas. Banyak yang terluka, banyak yang kehilangan tempat, dan fragmen segel masih tersisa. Di hari-hari setelah peristiwa itu, Lian dan Feng Xuan tak serta-merta menikmati kemenangan. Mereka bekerja malam siang bersama tabib, Chen Yun, Liu Ning, dan pasukan bayangan yang kini berubah fungsi bukan penghancur, melainkan pelindung rakyat. Mereka memulihkan yang terluka, menutup lubang ritual, dan mengubur sisa-sisa energi iblis dengan upacara yang bersih.

Liu Ning, yang kini duduk di sebuah tahta sementara yang disaksikan oleh rakyat dan para tetua, tidak lagi sama. Ia sudah menyerap pelajaran pahit tentang kuasa dan tanggung jawab. Ia memutuskan membentuk dewan rakyat penggabungan bangsawan yang jujur, tokoh rakyat, dan mantan prajurit yang setia. Ia berkata di hadapan rakyat, “Aku akan merajut kembali negeri ini bukan untukku, tetapi untuk kalian. Kita akan menata kembali hukum, perbaiki pertanian, bebaskan orang yang tak bersalah. Tidak ada lagi rumah-rumah terbakar tanpa alasan, tidak ada lagi pemuda yang dijadikan umpan.”

Lian berdiri di samping Feng Xuan saat pidato itu disampaikan. Di matanya terlihat haru sekaligus lelah, tapi ada juga rasa tenang. Mereka telah melakukan apa yang harus dilakukan, melindungi rakyat, menggagalkan rencana gelap, dan membuktikan bahwa kekuatan besar tidak harus membuat seseorang menjadi tiran. Mereka membentuk suatu contoh: jika kekuatan datang dengan hati, ia menjadi pelita, jika datang dengan nafsu, ia menjadi bara yang memakan.

Chen Yun, yang dulu ragu-ragu, kini berdiri sebagai bintang yang terang. Luka di bahunya bertanda harga pembelaan. Ia menerima tempatnya, tidak di bawah bayang-bayang, tetapi sejajar seorang pemimpin perang yang berhati. Yuyan kembali ke perannya sebagai mata dan telinga, tapi kini juga menjadi duta kecil kebahagiaan yang mengingatkan orang untuk tertawa di tengah kesulitan.

Feng Xuan dan Lian, di antara tawa dan tangis rakyat, berjalan ke sisi taman istana yang kini menjadi tempat berkumpul rakyat. Mereka duduk, berhadap-hadapan. Dalam kesederhanaan itu, Lian menyentuh tangan Feng Xuan bukan karena drama, melainkan karena simpul takdir yang menyatukan mereka.

“Kau bukan hanya pedang dalam jiwaku,” ucap Lian pelan, menatap mata Feng Xuan. “Kau sahabat, penyelamat, dan alasan aku tak pernah ragu.”

Feng Xuan tersenyum, nada suaranya dalam seperti biasanya. “Dan kau? Kau bukan hanya cahaya yang menyembuhkan. Kau juga badai yang membersihkan. Bersamamu, dunia ini menjadi tempat yang mungkin dapat kita jaga.”

Di bawah langit yang mulai cerah, sebuah era baru dimulai, satu era di mana kekuatan bertemu kebijaksanaan, di mana pemimpin tak lagi memerintah dari menara tinggi melainkan berjalan di antara rakyat. Perbaikan memakan waktu, tetapi niat sudah disemai. Pedang kembar itu, yang dahulu ditakuti, kini menjadi simbol harapan: sepasang kekuatan yang mengikat bukan untuk menghancurkan, melainkan untuk menjalin kembali.

Tentu saja, bahaya belum benar-benar lenyap. Fragmen-fragmen kegelapan bisa saja tersisa di sudut-sudut yang tak terjangkau oleh terang. Namun Lian, Feng Xuan, Chen Yun, Liu Ning, Yuyan, dan pasukan bayangan kini bukan lagi pejuang seorang diri. Mereka adalah jaringan pembelaan bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk generasi yang akan datang.

Dan di sudut taman, di saat orang-orang merayakan kebebasan yang baru diraih, Lian membuka pedangnya sebentar; kilauannya menari di bawah sinar remang. Ia bersiul pelan, nada kecil dari pondasi kakek penjaga. Feng Xuan ikut bersiul, suaranya menambah harmoni. Dua nada bertemu, lalu larut. Seperti itulah mereka. pasangan Pedang Langit yang bukan lagi legenda jauh, tetapi kenyataan yang hangat dan menyakitkan yang tak gentar menghadapi kegelapan, dan tak ingin mengulang kesalahan yang sama.

Bersambung

1
Oi Min
calon jodoh Lian ini boss
miss blue 💙💙💙
yuyan selalu bisa bikin ngakak di tengah ketegangan 🤣🤣
miss blue 💙💙💙
4 orang kali kak
Markinyo
awal cerita bagus bgt, tp semakin lama agak menjemukan..
cerita terlihat terlalu naif
Wulan Sari
trimakasih ceritanya bagus banget semangat untuk Thor nya 💪 salam sukses selalu ya Thor 👍❤️🙂🙏
restu s a
sukses thur....
restu s a
good
Atik Kiswati
gk kerasa udah tamat aja....
Tiara Bella
wow terimakasih Thor ceritanya bener² bagus....
Wiwin Ma Vinha
ceritanya oke
Wiwin Ma Vinha
trimakasih thor😍😍
Dewiendahsetiowati
terima kasih Thor untuk ceritanya, walaupun pendek tapi berkesan buat yang baca.
Cindy
lanjut kak
Ayu Padi
kl jadi selir kecewa bngt Thor...
Ayu Padi
kok jadi selir agung Thor...selir ny sapa?? kenapa bukan istri sah satu2 nya feng xuan
ika yanti naibaho
/Angry//Angry//Angry/
ika yanti naibaho
🙏💪
ika yanti naibaho
/Facepalm/
ika yanti naibaho
😄🤣
ika yanti naibaho
😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!