NovelToon NovelToon
DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahasia)

DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahasia)

Status: tamat
Genre:Identitas Tersembunyi / One Night Stand / Dark Romance / Cintapertama / Beda Usia / Misteri / Tamat
Popularitas:121.7k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Kevia tak pernah membayangkan hidupnya berubah jadi neraka setelah ayahnya menikah lagi demi biaya pengobatan ibunya yang sakit. Diperlakukan bak pembantu, diinjak bak debu oleh ibu dan saudara tiri, ia terjebak dalam pusaran gelap yang kian menyesakkan. Saat hampir dijual, seseorang muncul dan menyelamatkannya. Namun, Kevia bahkan tak sempat mengenal siapa penolong itu.

Ketika keputusasaan membuatnya rela menjual diri, malam kelam kembali menghadirkan sosok asing yang membeli sekaligus mengambil sesuatu yang tak pernah ia rela berikan. Wajah pria itu tak pernah ia lihat, hanya bayangan samar yang tertinggal dalam ingatan. Anehnya, sejak malam itu, ia selalu merasa ada sosok yang diam-diam melindungi, mengusir bahaya yang datang tanpa jejak.

Siapa pria misterius yang terus mengikuti langkahnya? Apakah ia pelindung dalam senyap… atau takdir baru yang akan membelenggu selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

35. Misi Sukses

Langkah Kevia semakin cepat, seakan bayangan gelap menempel di punggungnya. Napasnya berkejaran dengan detak jantung yang terus memacu. Di belakang, dua sosok pria berusaha menyamakan langkah.

“Janto, jangan terlalu dekat. Dia sadar kita membuntuti,” bisik Joni lirih, menahan napasnya.

Janto melirik dengan wajah tegang. “Kalau terlalu jauh, kita bisa kehilangan jejak lagi. Ingat, berhari-hari kita cuma jadi patung di depan kampus demi nemuin dia. Masa harus jadi patung lagi?”

Tatapan Joni mengeras. “Kita butuh alamatnya. Kalau salah langkah, dia bisa sengaja ngelabui, nyasar ke jalan lain. Nyonya Rima nggak mau kita pulang tanpa hasil. Gaji kita bisa lenyap bulan ini kalau belum dapat alamatnya.”

Janto mendengus, mengembuskan napas kasar. “Baik, tapi jangan sampai lepas kali ini.”

Kevia mempercepat langkah. Setiap derap sepatunya terasa terlalu keras di telinganya sendiri. Lututnya yang masih sakit membuat langkahnya sedikit pincang, tapi ia paksakan. Sesekali, dari pantulan kaca jendela rumah warga, ia mencuri pandang ke belakang.

Kosong. Hanya bayangan dirinya sendiri.

“Tidak ada…” batinnya berdesir. "Apa mereka sudah pergi? Atau kehilangan jejakku?"

Rasa lega semu menyelinap. Ia memberanikan diri menoleh cepat, menelusuri jalan di belakangnya. Jalan sepi, hanya angin sore menyapu dedaunan.

Sejenak ia bernapas lega, lalu mempercepat langkah, berbelok menuju jalan pulang. “Aku harus segera sampai rumah…” gumamnya, menenangkan diri.

Namun Kevia tak tahu, di ujung gang, dari balik tembok, dua pasang mata masih membidiknya.

Joni dan Janto berdiri membeku, tetap mengintai dari kejauhan. Tatapan mereka tak lepas darinya, seperti predator sabar menunggu mangsa lengah.

Kevia mempercepat langkahnya, menahan degup jantung yang masih belum tenang. Meski tak melihat siapa pun di belakang, instingnya berteriak waspada. Beberapa kali ia menoleh cepat, namun yang tampak hanya jalanan lengang.

Tak jauh di belakang, Joni dan Janto melangkah hati-hati. Setiap kali Kevia menoleh, mereka secepat kilat bersembunyi di balik pohon, pagar, atau kendaraan yang terparkir.

Akhirnya, Kevia tiba di depan rumah. Bahunya turun sedikit lega, meski masih ada rasa was-was yang membayang.

“Sayang, kau sudah pulang?” suara Ardi terdengar hangat. Lelaki itu sibuk memasukkan belanjaan pelanggan ke kantong plastik, menatap sekilas putrinya yang sedang mengusap peluh.

“Iya, Yah,” sahut Kevia, berusaha setenang mungkin. Senyumnya kecil, tapi sorot matanya masih menyimpan kecemasan.

Dea, yang sedang merapikan kertas di meja, memicingkan mata sekilas. Ada sesuatu di wajah Kevia, sorot mata yang bukan hanya lelah, tapi juga… cemas. Ia segera mendekat, langkahnya ringan agar tak menimbulkan perhatian Ardi.

“Nona, apa yang terjadi?” tanya Dea lirih, suaranya lembut namun jelas.

Kevia menoleh, bibirnya terangkat canggung. “Kak Dea, panggil aku Kevia saja. Kau lebih tua dariku. Aku tak enak dipanggil nona terus.”

Dea menunduk sopan, sikapnya tetap kaku. “Maaf, Nona. Saya bisa makan dan minum karena bekerja di rumah ini. Rasanya tak pantas jika saya memanggil dengan nama.”

Kevia mendesah pelan, menyerah untuk kesekian kalinya. Ada hal dalam sikap Dea yang sulit ia lawan, teguh, tegas, namun sopan tanpa berlebihan.

“Kalau begitu… terserah lah,” ucap Kevia akhirnya, meski bibirnya masih tersenyum tipis.

Ardi tak menaruh curiga, hanya ikut tersenyum melihat interaksi keduanya. Baginya, Dea sekadar pekerja toko yang rajin dan sopan.

Namun Kevia tahu, ada sesuatu di balik tatapan itu. Sorot mata Dea berbeda, seolah tak pernah benar-benar lengah. Diam-diam, Kevia merasa diperlakukan berbeda. Bukan sekadar pegawai yang bekerja di toko keluarganya, Dea bersikap seolah ia memiliki tanggung jawab lebih… seperti seseorang yang sedang menjaga.

Ia mengingat sekilas bagaimana dulu ada orang-orang dengan sikap serupa. Tenang, seolah tak peduli, tapi setiap gerakannya penuh perhitungan. Kevia menelan ludah.

"Apa aku berlebihan? Atau Kak Dea memang… bukan orang sembarangan?"

Pertanyaan itu berputar di benaknya, meninggalkan rasa gelisah sekaligus penasaran.

“Nona… apa benar kau hanya lelah?” bisik Dea, suaranya nyaris tenggelam dalam riuh halaman. Pandangannya menelisik, menembus senyum tipis Kevia.

Kevia menoleh, tersenyum kaku. “Iya, aku hanya capek jalan. Jangan khawatir, Kak Dea.”

Namun sekejap saja, mata Kevia melirik ke depan rumah. Gerakan kecil itu cukup bagi Dea untuk menangkapnya. Sekilas, sorot mata gadis itu menyimpan ketakutan.

Dea tidak menanggapi dengan kata-kata. Ia hanya menyapu pandangan ke sekitar halaman, gerakannya wajar, seolah sekadar menikmati suasana sore. Namun di balik ketenangan itu, ada kewaspadaan yang tak bisa disembunyikan.

Kevia tahu, Dea sulit dibohongi. Tapi ia pun tak ingin menambah beban ayah dan ibunya. Jadi ia memilih diam, menelan resahnya sendiri.

“Kenapa dia selalu terlihat begitu siaga? Gerakannya tenang, tapi matanya tajam. Bahkan saat ada pencuri yang mencoba mengambil dagangan kami, dia tahu lebih dulu. Siapa sebenarnya Kak Dea? Dia tak seperti orang biasa…” batin Kevia penuh tanya.

Tiba-tiba Dea menoleh cepat ke arah gang. Gerakannya singkat, nyaris tak kentara, namun sorot matanya menusuk tajam, seolah menangkap sesuatu. Sesaat kemudian wajahnya kembali datar, tenang, seakan tak ada apa-apa.

Kevia, yang sempat melirik perubahan itu, merasakan jantungnya berdegup kencang. Ada sesuatu yang disadari Dea. Pertanyaan mendesak berputar di kepalanya.

“Apa Joni dan Janto masih mengikutiku?”

Sementara itu, di balik pepohonan dekat gang kecil, Joni dan Janto berjongkok. Mata mereka menyipit, senyum puas mengembang.

“Ha! Akhirnya kita tahu di mana dia tinggal,” bisik Janto, wajahnya penuh kemenangan.

Joni mengangguk, tak melepaskan pandangan dari pintu rumah itu. “Kali ini kita berhasil. Nyonya Rima pasti senang mendengar kabar ini.”

Janto terkekeh pendek, suaranya parau. “Benar. Setelah berhari-hari jadi patung di depan kampus, akhirnya ada hasil. Misi sukses.”

Keduanya saling pandang, puas sekaligus licik. Dengan hati-hati mereka beringsut pergi, tapi tatapan mereka masih sesekali kembali ke rumah itu, rumah yang kini jadi titik awal permainan berikutnya.

***

Senja mulai merambat, cahaya jingga yang redup menyusup lewat jendela ruang tamu. Di sofa empuk berlapis beludru, Rima bersandar anggun, namun tatapannya tajam, menusuk dua lelaki yang berdiri menunduk di hadapannya.

“Kalian kembali?” suaranya dingin, penuh kuasa. “Apa sudah menemukan tempat tinggal anak sialan itu?”

Janto melangkah maju setengah, kepalanya menunduk hormat. “Sudah, Nyonya.”

Rima mengangkat dagunya, sorot matanya menyipit. “Di mana?”

“Di perkampungan dekat universitas Non Riri, Nyonya,” jawab Joni, nada suaranya penuh kepastian.

Rima menegakkan punggungnya. “Kalian memotret kontrakannya?” tanyanya lagi, penuh selidik.

Janto melirik cepat ke arah Joni, mengingat kelalaiannya yang terlalu senang hingga lupa mengambil gambar. Namun Joni segera maju, menyelamatkan situasi. Ia membuka ponselnya dengan cepat. “Iya, Nyonya.”

Seketika Janto menghela napas lega.

“Ini, Nyonya.” Joni menyerahkan ponselnya. Layar menampilkan beberapa foto rumah kontrakan Ardi.

Kening Rima berkerut dalam. “Ini kontrakannya? Sebuah rumah dengan toko kelontong dan fotokopi?” Nada suaranya sarat ketidakpercayaan. Jemarinya men-zoom layar, dan jelas terlihat papan nama toko serta wajah Ardi yang tengah melayani pembeli. Ada pula Kevia, tertangkap kamera dalam balutan cahaya sore.

“Betul, Nyonya,” sahut Joni cepat. “Lihat itu, Pak Ardi sedang melayani pelanggan, dan itu Kevia.”

Langkah kaki terdengar dari arah pintu. Riri muncul, wajahnya penuh rasa ingin tahu. “Apa kalian sudah menemukan tempat tinggal gadis sialan itu?” tanyanya sambil berjalan cepat.

“Sudah, Nona,” jawab Janto, kali ini dengan bangga.

Riri mendekat, matanya menyipit menatap foto-foto di layar. Senyum sinis tersungging di bibirnya. “Hmm… sepertinya mereka hidup layak setelah kabur dari kita.”

Rima bergumam lirih, penuh racun. “Mereka benar-benar berani… hidup nyaman seolah tak pernah ada aku.”

Riri, dengan wajah cemberut yang bercampur iri, menggoyang lengan ibunya manja. “Bu, mereka punya dua usaha? Pantas saja sok sombong.” Tatapannya berkilat penuh kebencian. “Kita tak bisa biarkan mereka hidup enak. Anak sialan itu mempermalukanku di depan umum!”

“Tentu saja tidak, Sayang.” Suara Rima kali ini menurun lembut, namun menyimpan bara.

Mata Riri berkilat penuh iri. Bibirnya menekuk sinis, meski hatinya perih karena harus mengakui satu hal, gadis itu kini terlihat lebih cantik darinya. Ia mendekat ke ibunya, suaranya berbisik licik.

“Anak sialan itu… semakin cantik, Bu.” Rahangnya mengeras menahan amarah. “Bagaimana kalau kita jual saja dia? Aku bisa tawarkan dia ke produser baru. Kudengar dia sama mata keranjangnya dengan yang dulu. Kita tumbalkan dia, dan aku bisa melangkah jadi artis.”

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
Kyky ANi
pa Ardi, sebenarnya ingin marah pada Yoga,, tapi,, melihat Yoga yg selama ini membanru hidup mereka, terpaksa diam dan menerima ini semua,,,
Kyky ANi
ayo Yoga,, jelaskan semuanya pada pa Ardi,,
Kyky ANi
untung,, Yoga, datang tepat waktu,, jadi ibu Kemala,, bisa diselamatkan,,,
Kyky ANi
tuh kan, Kevia hamil,, jadi siapa,, yang akan berterus terang,, ngomong jujur,,, apakah Yoga,, akan jujur sama Kevia,,,
Kyky ANi
Kevia semakin curiga pada sosok pria misterius yang mirip Yoga,,
Kyky ANi
ayo Yoga,, kapan kamu jujur pada Kevia,, kalau kamu adalah pria misterius itu,,,
Kyky ANi
pasti,, itu kak Yoga yang jemput,,,
Kyky ANi
ya,, ampun,,loe berdua,, masih ngak jera ya,, masih mau,, jahatin Kevia,,,,
Fadillah Ahmad
Kalau Novel DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahaaia) ini sudah pasti masuk Series Keluarga Nugroho kak Nana... Yang jadi pertanyaan sekarang itu cuma satu kak, apakah Novel DEBU (Demi Ibu) ini berdiri sendiri, atau masuk ke Series Keluarga Nugroho kak Nana? 🙏🙏🙏😁
Fadillah Ahmad
Kak Nana, Novel "DEBU (Demi Ibu) itu, apa masuk Series Keluarga Nugroho, atau berdiri sendiri kak Nana? 🙏🙏🙏😁
🌠Naπa Kiarra🍁: Sama-sama 🤗
total 3 replies
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
terimakasih tor.. sehat n sukses selalu love sekebon
🌠Naπa Kiarra🍁: Sama-sama Kak 🤗🙏🙏
total 1 replies
septiana
makasih kak udah menghadirkan cerita yg menarik dan begitu menginspirasi.. siap otw ke cerita selanjutnya see you kak n tetap semangat 💪🥰
🌠Naπa Kiarra🍁: Sama-sama Kak🤗🙏🙏
total 1 replies
Siti Jumiati
Terima kasih atas karya nya kak nana, tetap semangat berkarya,aku selalu menunggu dan siap membaca karya-karya kak nana.
🌠Naπa Kiarra🍁: Makasih Kak 🤗🙏
total 1 replies
Kyky ANi
Rasain lo,, Riri sama Popy,, hukumannya mau nambah lagi ,,,
Lusiana_Oct13
Makasih banyak author Nana semangat menciptakan karya² bagus yg lain nya 💪💪🤩🤩❤️❤️
🌠Naπa Kiarra🍁: Sama-sama Kak 🤗🙏
total 1 replies
anonim
Cerita yang bagus - banyak pelajaran di dapat.
Nova dan Kevin berjodohkah ?
Terima kasih Author, semangat dakam berkarya, sehat selalu, lancar rejekinya 🙏🏻💖
🌠Naπa Kiarra🍁: Aamiin. Makasih Kak 🤗🙏🙏
total 1 replies
anonim
Konsekuensi yang harus di terima Riri dan Popy - memutus masa depannya sendiri tanpa ampun.
Terutama Riri sudah sangat keterlaluan perlakuannya terhadap Kevia.
Kyky ANi
nah,,, ketauan, kan lo,, rasain,, biar dapat hukuman kalian berdua,,
Kyky ANi
akhirnya, Kevia terbukti tidak bersalah,, tinggal mencari, siapa pelakunya,,,
tutiana
❤️❤️❤️❤️❤️⚘️⚘️
🌠Naπa Kiarra🍁: Terima kasih KK 🤗🤗🙏🙏🙏🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!