Agam menyusup ke dalam organisasi rahasia bernama Oscuro. Sebuah organisasi yang banyak menyimpan rahasia negara-negara dan juga memiliki bisnis perdagangan senjata.
Pria itu harus berpacu dengan waktu untuk menemukan senjata pemusnah masal yang membahayakan dunia. Apalagi salah satu target penyerangan adalah negaranya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Asistol
“Ayumi, apa yang kamu lakukan?”
“Eh.. tidak ada,” jawab Ayumi gugup. Dia tidak menyangka kalau Agam akan memergokinya.
“Aku harap kamu tidak berniat menyelinap ke ruangan Immanuelle lagi.”
“Tidak, tentu saja tidak.”
“Aku harap benar apa yang kamu katakan. Jangan bertindak gegabah, Ayumi. Kamu tahu benar kalau Nuelle salah satu orang kepercayaan Ortega. Aku tidak mau sesuatu terjadi pada mu.”
“Kamu peduli pada ku?”
“Tentu saja.”
Menghangat hati Ayumi mendengarnya. Namun wanita itu tidak berani berharap, mengingat bagaimana sikap Agam pada Aisyah. Dia masih berpikiran kalau pria di dekatnya memiliki perasaan pada Aisyah.
“Tunggu sebentar.”
Agam berlari menuju kamarnya yang berada di area khusus laki-laki. Lima menit kemudian dia kembali ke depan kamar Ayumi. Di tangannya terdapat benda bulat kecil, seperti yang diberikannya pada Aisyah.
“Ini, peganglah. Kalau kamu berada dalam bahaya, tekan tombol di tengah. Sebisa mungkin aku akan menolong mu.”
“Bagaimana kamu bisa tahu posisi ku nanti?”
“Posisi mu akan muncul di jam ku. Di alat ini sudah terpasang GPS yang terhubung dengan jam ku.”
“Terima kasih. Tapi kenapa kamu memberikannya pada ku?”
“Karena kamu membutuhkannya. Aku tidak yakin kamu bisa menjaga diri mu jika ada orang yang menyerang mu. Benar kan? Lagi pula sebagai sesama muslim, kita harus saling menjaga. Apalagi kita sedang berada di tempat yang cukup berbahaya.”
“Ah ya..”
“Tidurlah.”
Tubuh Ayumi membeku ketika tiba-tiba Agam mengusak puncak kepalanya. Tanpa menyadari efek apa yang sudah diberikannya barusan, Agam segera berlalu dari sana. Buru-buru Ayumi menutup pintu kamarnya. Dia berdiri menyender ke daun pintu sambil memegangi jantungnya yang berdebar kencang.
***
Kondisi Fellipe pasca operasi sudah cukup membaik. Pria itu sudah keluar dari ruang ICU dan sekarang berada di ruang perawatan. Agam, Felix dan Ilsa sedang mengunjunginya.
“Kenapa kamu lemah sekali? Kenapa kamu bisa sampai tertusuk?” tanya Agam.
“Kami disergap tiba-tiba. Aku, Shalom dan Lucia mencoba bertahan, melawan dengan senjata yang kami miliki. Ketika aku kehabisan peluru, dua orang teroris menyerang ku. Salah satunya menusuk perut ku dengan pisau.”
“Hanya melawan dua orang saja kamu kalah. Dasar lemah.”
Alih-alih merasa prihatin setelah mendengar cerita Fellipe, Agam malah meledeknya. Tentu saja hal itu membuat Fellipe mendengus kesal. Felix dan Ilsa tidak bisa menahan tawanya.
Fellipe yang sedang berbaring, langsung menegakkan diri ketika melihat Ayumi memasuki ruang rawatnya bersama Immanuelle.
“Bagaimana keadaan mu?” tanya Ayumi.
“Tenang saja, aku baik. Hanya sebuah tusukan.”
Kompak Agam, Felix dan Ilsa memutar bola matanya. Setelah kedatangan Ayumi, sikap Fellipe langsung berubah. Dengan kesal Ilsa menoyor kepala Fellipe.
“Berhentilah tebar pesona,” celetuk Ilsa.
“Aku harap kondisi mu cepat pulih.”
“Terima kasih, Ay. Kalau kamu menunggui ku, pasti aku akan cepat pulih.”
“Cih.. siapa juga yang mau menunggui mu? Kamu itu bukan anak kecil yang harus ditunggui. Lagi pula Ayumi sedang banyak pekerjaan. Dan dia juga ada janji makan di luar dengan ku.”
“Apa? Ay.. kamu jangan ikut dengannya. Nuelle itu playboy cap kadal. Jangan sampai kamu terlena rayuan gombalnya. Dia..”
Ucapan Fellipe terhenti begitu saja ketika Immanuelle menjejalkan roti ke mulut pria itu. Tak ayal Ayumi tertawa melihatnya. Sekilas dia melirik pada Agam. Ingin mencari tahu apakah pria itu cemburu mendengar rencana dirinya dan Immanuelle. Namun sayang, Agam terlihat biasa saja.
“Cepat sembuh Fellipe, aku harus pergi. Masih ada pekerjaan yang harus ku lakukan.”
“Tapi kamu akan ke sini lagi kan?”
“Aku tidak janji.”
“Ayolah, Ay.. aku akan menunggu mu!”
“Berisik! Aku akan meminta Liam menyuntikkan obat penenang untuk mu,” sahut Immanuelle.
“Nuelle!! Awas kamu, aku aaaahhhh…”
Fellipe meringis kesakitan ketika menggerakkan tubuh, rasa linu sekaligus nyeri dirasakan olehnya. Di saat bersamaan, Liam memasuki ruangan bersama dengan Sanchez juga Jun Ho.
“Kamu jangan banyak bergerak lebih dulu. Luka luar mu mungkin sudah pulih, tapi jahitan di dalam belum kering. Kalau kamu banyak bergerak, bukan tidak mungkin akan terjadi pendarahan lagi. Jadi tidak usah bersikap seperti jagoan walau itu di depan perempuan yang kamu suka.”
Ucapan menohok Liam langsung membungkam mulut Fellipe. Agam justru tertawa, seakan puas melihat Liam bisa membuat Fellipe mati kutu.
Liam mendekati Fellipe, kemudian mulai memeriksa lukanya. Dokter bedah itu memberi pengarahan pada Sanchez dan Jun Ho, apa yang harus dilakukannya.
Di saat Liam, Sanchez dan Jun Ho sedang melihat keadaan Fellipe, Aisyah mendatangi ruang ICU di mana Shalom dirawat. Sebenarnya memeriksa kondisi Shalom bukanlah tugasnya. Liam sudah menugaskan Bella untuk memantau keadaan Shalom.
Saat memasuki ruang ICU, pandangan Aisyah langsung tertuju pada monitor yang menunjukkan tanda vital pasien. Dia terkejut melihat jantung Shalom berhenti berdetak. Wanita itu mendekatkan telinganya ke dada Shalom. Dengan cepat dia menekan tombol yang ada di tembok, kemudian melakukan CPR pada Shalom.
Suara alarm langsung terdengar ke seluruh markas. Liam yang sedang memeriksa Fellipe segera berlari menuju ruang ICU. Beberapa personil Oscuro yang sedang berkumpul di ruang santai terkejut mendengar suara alarm. Dari suara alarm, mereka tahu kalau itu alarm dari area ruang medis. Sontak Lavi langsung bangun dari duduknya, kemudian berlari menuju ruang medis.
“Ais, apa yang terjadi?” tanya Liam begitu sampai di ruang ICU.
“Aisitol, dok,” jawab Aisyah dengan suara terengah.
“Sudah berapa lama kamu melakukan CPR?”
“Sekitar tiga menit.”
Aisyah menghentikan CPR, dia turun dari ranjang. Liam memeriksa detak jantung pasien. Kepalanya menggeleng. Aisyah kembali naik ke ranjang dan melakukan CPR lagi. tak berselang lama, Jalal, Sanchez, Jun Ho dan Bella muncul. Wajah Bella nampak terkejut melihat kondisi Shalom.
“Jun Ho, siapkan epi!”
Dengan cepat Jun Ho menyiapkan apa yang diperintahkan Liam. Aisyah turun setelah tiga menit memberikan CPR, detak jantung Shalom masih belum kembali. Jun Ho kembali menyuntikkan epinephrine.
Lavi yang sudah sampai di depan ruang ICU nampak panik melihat Shalom yang tengah dikelilingi tenaga medis. Pandangannya tertuju pada Aisyah. Pria itu langsung menuduh Aisyah yang berada di balik kejadian ini.
“Ada apa dengan Shalom?” Lavi langsung menyeruak masuk.
Tidak ada yang merespon pertanyaan Lavi. Semuanya sibuk menangani Shalom. Sekarang Sancchez yang tengah melakukan CPR. Lavi menarik kasar tangan Aisyah.
“Apa yang terjadi pada Shalom, brengsek?!”
“Teman mu mengalami asistol, jantungnya berhenti.”
“Kenapa hanya melakukan CPR! Beri dia kejutan!!”
Teriakan Lavi sama sekali tidak dipedulikan. Jalal segera memeriksa EKG, sementara Liam memeriksa hasil tes darah Shalom. Pria itu memang menjalani pemeriksaan darah setiap dua jam sekali.
“Dia mengalami hipokalamia! Segera berikan kalium!”
Aisyah berlari mengambil yang dibutuhkan dari ruang persediaan. Tak lama kemudian dia kembali dengan membawa sebotol kalium. Aisyah menyedot cairan kalium menggunakan jarum suntik, kemudian memberikannya pada Liam. Dokter bedah itu mengoleskan dulu cairan antiseptik, baru kemudian memasukkan kalium melalui intravena atau pembuluh darah.
Bergantian dengan Jalal, Sanchez terus memberikan CPR pada Shalom. Usai pemberian CPR, Bella bantu memberi nafas buatan. Dia membuka mulut Shalom, menjepit hidungnya lalu menyatukan mulut mereka untuk memberikan nafas buatan. Lavi semakin geram melihat apa yang dilakukan tim medis. Dia menarik tangan Jun Ho yang berdiri tak jauh darinya.
“Kenapa tidak memberinya kejutan?”
“Dia mengalami asistol, artinya tidak ada aliran listrik di jantungnya. Kami hanya bisa membantunya dengan memberikan CPR dan bantuan nafas.”
Setelah melakukan CPR dan bantuan nafas selama tiga puluh menit, ditambah dengan menyuntikan epinephrine setiap tiga menit sekali dan terakhir dengan pemberian kalium, akhirnya detak jantung Shalom kembali.
“Bella, tetap awasi keadaan Shalom, jangan sampai lengah.”
“Baik, dokter.”
Semua tenaga medis segera keluar dari ruang ICU, hanya Bella saja yang bertahan di sana. Mata Lavi menatap tajam pada Aisyah ketika berpapasan dengan perawat wanita itu. Sebisa mungkin Aisyah mengabaikan perilaku Lavi.
Jerry yang juga sempat mendengar alarm tersebut segera menuju ruang ICU. Dia segera masuk ke ruangan tersebut untuk melihat keadaan rekannya. Di sana sudah ada Bella dan Lavi.
“Apa yang terjadi padanya?” tanya Jerry.
“Dia mengalami asistol. Tapi keadaannya sudah aman sekarang,” jawab Bella. Wanita itu tidak berani melihat pada Lavi. Dia tahu benar kedekatan Lavi dengan Shalom.
Bella melakukan kelalaian, terlambat mengecek keadaan Shalom. Padahal dia harus mengecek kondisi Shalom setiap dua jam sekali.
“Apa kamu tidak memeriksanya?”
“Aku memeriksanya setiap dua jam sekali. Aku berbagi tugas dengan Aisyah. Harusnya tadi Aisyah yang mengecek keadaannya. Sepertinya dia terlambat mengecek.”
Tak ingin disalahkan oleh Lavi, Bella malah menjual nama Aisyah untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Jun Ho yang kembali ke ICU, tanpa sengaja mendengar percakapan tersebut. Bergegas dia meninggalkan ruangan tersebut sebelum ketiganya melihat dirinya.
“Aisyah. Selalu saja perempuan itu,” geram Lavi. Matanya menunjukkan kemarahan yang begitu besar.
***
Aisyah baru saja selesai menunaikan shalat isya. Wanita itu bermaksud kembali ke kamarnya karena waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Ketika wanita itu sedang berjalan, tiba-tiba saja sebuah tangan menariknya.
“Lepas Lavi, apa yang kamu lakukan?!” teriak Aisyah.
Dengan cepat Lavi membekap mulut Aisyah seraya menyeret tubuh wanita itu. Langkah Aisyah terseok ketika Lavi terus menyeretnya. Dia membawa perawat wanita itu menuju jalan yang mengarah ke Abu Hamad.
Setelah mereka berjalan cukup jauh, Lavi melepaskan pegangannya seraya mendorong tubuh Aisyah hingga jatuh tersungkur. Tahu dirinya berada dalam bahaya, wanita itu mengeluarkan alat yang diberikan Agam. Belum sempat memijit tombol di bagian tengah, Lavi menendang perutnya hingga alat tersebut lepas dari tangannya.
Susah payah Aisyah beringsut, tangannya terulur mencoba meraih alat tersebut. Akhirnya dia berhasil menggapai benda bulat kecil itu. Terdengar erang kesakitan dari mulutnya ketika kaki Lavi menjejak punggung tangannya dengan kuat.
***
🙀🙀🫣
Kaya’y c dela ga bakaln mau nerusin deh tapi dia bingung jg apa alasan’y ya 🤔