'Kegagalan adalah sukses yang tertunda.'
'Kegagalan bisa jadi pelajaran dan cambuk untuk terus maju menuju sukses.'
Dan masih banyak kalimat motivasi ditujukan kepada seseorang yang gagal, agar bisa bertahan dan terus berjuang.
Apakah kalimat motivasi itu berlaku dalam dunia asmara?
Nathania gagal menuju pertunangan setelah setahun pacaran serius penuh cinta. Dan Raymond gagal mempertahankan mahligai rumah tangga setelah tiga tahun menikah.
Mereka membuktikan, gagal bukan berarti akhir dari kisah. Melainkan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru, lebih bernilai. Lahir dari karakter kuat, mandiri dan berani, setelah alami kegagalan.
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Ketika Hati Menyatu"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. KHM
...•~Happy Reading~•...
Raymond terkejut saat waiters menunjuk ke arah meja di mana seorang gadis cantik yang sudah berdiri dan tersenyum sambil melihat ke arahnya.
"Terima kasih." Ucap Raymond kepada waiters, lalu berjalan cepat dengan langkah panjang ke arah Vania. "Anda Vania?" Tanya Raymond sebelum menyalami, karena dia tidak mengenal Vania dan mau memastikan.
"Iya, Mas. Aku Vania. Terima kasih sudah sediakan waktu untuk bertemu denganku." Jawab Vania tidak bisa menyembunyikan rasa senang dan kagumnya, melihat Raymond makin tampan dari yang dibayangkan dan menyalami dia dengan hangat.
"Ok. Silahkan duduk." Ucap Raymond, lalu mengotak-atik ponsel sambil menunggu. Dia merasa tidak nyaman duduk berdua saja dengan Vania, sehingga dia berharap, Papa Vania segera tiba.
"Aku masih kenal Mas Ray." Ucap Vania sambil tersenyum untuk menarik perhatian Raymond.
'Sikap Mas Ray, tidak berubah. Langsung mengatakan yang ada di hati, tanpa basa-basi. Tapi makin tampan dari waktu ke waktu.' Vania tidak malu-malu menunjukan rasa kagumnya kepada Raymond.
"Terima kasih." Ucap Raymond makin tidak enak, sebab Papa Vania belum datang.
Melihat respon Raymond yang pasif, Vania jadi menyadari, Raymond sedang menunggu. "Mas Ray mau makan dulu, atau mau bicarakan rencanaku?" Tanya Vania, sebab melihat Raymond hanya diam.
"Kita tidak menunggu Papamu dulu?" Tanya Raymond, sebab sedang menunggu kedatangan Papa Vania untuk membahas pertemuan mereka.
"Oh, maaf Mas Ray. Papa tidak ikut lunch, karna masih di Surabaya. Sekarang hanya kita, karna aku yang mau bertemu dengan Mas Ray." Vania menjelaskan cepat. Dia khawatir melihat perubahan sikap Raymond saat mendengar Papanya tidak ikut lunch bersama mereka.
"Mengapa tadi di telpon, kau tidak bilang begitu? Kau berkata, seakan-akan Papamu ada di sini dan mau lunch dengan kita." Raymond langsung protes.
"Tadi saat Mas Ray telpon, aku tidak tahu mau bicara apa. Maaf, Mas." Vania langsung minta maaf.
Raymond menghembuskan nafas perlahan untuk mengendalikan emosinya. Dia tidak menyukai sesuatu yang tidak pasti. "Lain kali, kalau Papamu tidak ikut, kasih tahu dari awal. Supaya saya bisa atur cara pertemuan yang lain." Raymond berkata serius sambil menatap Vania.
Kalau hanya bertemu dengan Vania, Raymond akan minta Vania datang ke kantornya. Dia menghormati Papanya, jadi mengajak makan siang. Karena kesan yang diberikan Vania, Papanya juga akan bertemu dengannya.
"Maaf, Mas Ray. Memang aku bilang mau bertemu dengan Mas Ray. Papa juga mau bertemu, tapi bukan sekarang." Vania khawatir, karena dia belum bicarakan niatnya kepada Raymond.
Raymond ingat Ayahnya. "Kalau begitu, mari lunch. Nanti kita bicara setelah itu." Raymond langsung putuskan, agar apa pun yang dibicarakan nanti, tidak merusak selera makannya. Raymond memanggil waiters untuk mendekati meja mereka.
Melihat sikap Raymond, Vania mulai berhati-hati. Dia berharap dalam hati, itu bukanlah pertemuan pertama dan terakhir bagi mereka.
T'rima kasih, Mas." Ucap Vania, lalu memilih menu untuk makan siangnya, sebab Raymond sedang menunggu dia pesan menu.
Beberapa saat kemudian, mereka makan dalam diam. Vania tidak mengajak bicara, agar tidak merusak suasana hati Raymond. Dia menyadari, penampilannya tidak mempengaruhi Raymond untuk bersikap baik seperti para pria yang bertemu dengannya.
Sambil makan, Raymond terus berpikir untuk menghindari pandangan miring orang yang melihat mereka berdua. Karena bagaimana pun, dia sudah berkeluarga dan dia belum tahu status Vania sudah berkeluarga atau belum. Hal itu lupa ditanyakan kepada Ayahnya dan tidak etis kalau ditanyakan langsung kepada Vania.
Sehingga Raymond hanya hati-hati berinteraksi dengan menjaga sikap dan ucapan terhadap Vania untuk memproteksi diri sendiri. Walau pun mereka pernah saling kenal, tapi itu di masa lalu, masa kanak-kanak. Sekarang Raymond tidak tahu kehidupan Vania.
Raymond berusaha bersikap wajar dan tenang menikmati makan siang, agar bisa menjaga hubungan baik Ayahnya dan Papa Vania.
Sebagai pria dewasa, dia bisa mengetahui ada maksud terselubung di balik ajakan Vania mau bertemu dengannya. Namun dia abaikan itu, dengan memposisikan Vania sebagai wanita karier yang sedang lakukan pertemuan bisnis dengannya.
Untuk mencairkan suasana, dia memberikan kesempatan bagi Vania untuk menjelaskan maksud mau bertemu dengannya. "Sudah lama tinggal di sini?" Raymond membuka percakapan setelah makan sambil melihat Vania yang duduk di depannya.
"Aku sudah enam bulan di sini, Mas. Tapi bolak balik Jakarta - Surabaya. Kalau sekarang, kemarin pagi baru tiba dari Surabaya." Vania menjelaskan dengan hati lega, karena Raymond mau membuka percakapan dengannya.
"Dua hari lalu, Papa bertemu dengan Ayah Mas Ray di Surabaya, jadi baru sempat ngobrol dan tanya Mas Ray." Vania menjelaskan lagi, menanggapi yang dilakukan Raymond.
"Ok. Ayah bilang, ada yang mau kau bicarakan. Apa yang bisa dibantu?" Raymond menanyakan tujuan Vania, agar pertemuan mereka tidak berlangsung lama setelah makan siang.
"Iya, Mas. Aku bicara dengan Om, karna mau minta tolong Mas Ray." Vania berubah serius, melihat sikap Raymond yang serius.
"Ok. Silahkan." Raymond mempersilahkan Vania bicara sambil menggerakan tangan.
"Begini, Mas. Aku sedang buka Rumah Mode di sini, jadi mau minta saran dan berharap, bisa kerja sama dengan Mas Ray." Vania langsung mengatakan tujuannya, sambil menatap Raymond yang sedang serius menanti penjelasannya.
Vania berusaha, agar pertemuan perdana mereka bisa sukses mengajak Raymond kerja sama. Dia sudah pikirkan dengan baik. Hanya kerja sama yang bisa membuka jalan untuk bisa mendekati Raymond.
Mendengar permintaan Vania, Raymond makin serius berpikir, agar apa yang dikatakan tidak menyinggung, seperti yang diingatkan Ayahnya. Apa lagi sekarang dia sedang dipercaya oleh Mr. Franklin.
"Begini Vania, setelah aku kembali ke sini, aku tidak pernah berkecimpung lagi di dunia model." Raymond coba menjelaskan, agar Vania mengerti kondisinya.
"Dunia itu aku geluti di luar, saat kuliah, hanya untuk mendapatkan uang saku tambahan. Setelah di sini tidak lagi. Jadi sepertinya, kalau mau bicara itu denganku, kau salah orang." Raymond langsung menolak, agar tidak memberi harapan kepada Vania.
Menurut Raymond, orang yang cocok diajak bicara atau kerja sama adalah Belvaria. Karena itu adalah profesinya sejak masih remaja. Dia juga bertemu dengan Belvaria, saat direkrut oleh rumah mode milik Mr. Franklin. Dimana Belvaria sudah lebih dulu menjadi model di situ.
Setelah kembali ke Indonesia, dia tidak pernah lagi bersinggungan dengan dunia fashion. Dia mulai berkaitan dengan dunia fashion lagi, karena Belvaria ikut pindah dan berkarier di Indonesia, juga menikah dengannya. Namun dia tidak menyarankan Vania agar bicarakan maksudnya dengan Belvaria.
"Aku tidak salah, Mas. Mas Ray, kan, pernah bekerja di bidang ini. Jadi tolong aku. Di rumah mode nanti, Mas Ray sebagai consultant. Sedangkan yang lain akan dikerjakan orang lain." Vania langsung mengatakan rencana yang sudah dia siapkan untuk melibatkan Raymond.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...