NovelToon NovelToon
TERJERAT BERONDONG LIAR

TERJERAT BERONDONG LIAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Konflik etika / Cinta Terlarang / Beda Usia / Identitas Tersembunyi / Saling selingkuh
Popularitas:21.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Lima belas tahun menikah, Ghea memergoki suaminya berselingkuh dengan sekretarisnya. Lebih menyakitkan lagi, di belakangnya sang suami menyebutnya sebagai wanita mandul dan tak becus melayani suami. Hatinya hancur tak bersisa.

Dalam badai emosi, Ghea pergi ke klub malam dan bertemu Leon—pria muda, tampan, dan penuh pesona. Dalam keputusasaan, ia membuat kesepakatan gila: satu miliar rupiah jika Leon bisa menghamilinya. Tapi saat mereka sampai di hotel, Ghea tersadar—ia hampir melakukan hal yang sama bejatnya dengan suaminya.

Ia ingin membatalkan semuanya. Namun Leon menolak. Baginya, kesepakatan tetaplah kesepakatan.

Sejak saat itu, Leon terus mengejar Ghea, menyeretnya ke dalam hubungan yang rumit dan penuh gejolak.

Antara dendam, godaan, dan rasa bersalah, Ghea terjebak. Dan yang paling menakutkan bukanlah skandal yang mengintainya, melainkan perasaannya sendiri pada sang berondong liar.

Mampukah Ghea lepas dari berondong liar yang tak hanya mengusik tubuhnya, tapi juga hatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27. Syak Wasangka

Vika melangkah ke dalam restoran, matanya menyisir setiap meja dengan cepat. Ia hendak makan siang sekaligus mencari keberadaan sahabatnya.

“Ghea duduk di mana, ya? Apa dia sudah selesai makan?”

Langkahnya pelan, penuh harap, hingga matanya tertuju pada satu meja di sisi jendela.

Jantungnya berdetak aneh.

Ghea sedang duduk… bersama seorang pria. Tapi bukan pria biasa—pemuda itu tampak seperti potongan patung dewa Yunani: tampan, dingin, memesona dengan aura yang nyaris membuat udara di sekitarnya terasa lebih tipis.

“Astaga… siapa dia?”

Vika mempercepat langkahnya, hendak menghampiri. Tapi ketika jaraknya tinggal satu meter dari meja itu…

Kakinya refleks berhenti melangkah.

Pemuda itu—dengan gerakan lambat dan sangat intim—mengusap sudut bibir Ghea, lalu menjilat ibu jarinya sendiri.

Tatapan pria itu… menusuk.

Vika membeku. Napasnya tercekat.

“Ah…”

Nada suara pria itu pelan, tapi cukup jelas untuk membuat bulu kuduk Vika meremang.

“Aku jadi ingat. Kau belum memberiku ciuman beberapa hari ini.”

Vika terpaku di tempat. Wajahnya memucat, matanya tak berkedip.

Ia tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Tapi suara itu nyata. Tatapan mereka… tak bisa dibantah.

Ghea berdiri dengan cepat, napasnya tak teratur. Tapi saat ia berbalik…

Mata mereka bertemu.

Vika berdiri di sana—diam, tak bersuara, tapi matanya penuh pertanyaan.

Ghea menggigit bibir bawahnya, takut pada apa yang akan keluar dari mulut sahabatnya.

“Sejak kapan dia berdiri di situ…? Apakah dia mendengar semuanya…? Melihat semuanya…?” batin Ghea kalut, hampir panik.

“Oh… sahabatmu menyusul rupanya.”

Leon berbicara seolah tak ada yang aneh, lalu menyeka bibirnya dengan tisu—santai, seperti habis menikmati sajian pencuci mulut, bukan membuat dua wanita kehilangan kata dan membeku karenanya.

Ghea nyaris tak bisa bernapas. Ia ingin bicara, ingin menjelaskan, tapi seluruh tubuhnya menolak bergerak.

Sedangkan Vika menahan napas, jemarinya mengepal tanpa sadar, menatap Ghea dan Leon bergantian, berusaha mencerna situasi yang ada di hadapannya.

Leon bangkit dari kursinya.

Langkahnya tenang, tapi penuh maksud saat ia mendekati Ghea.

Tanpa aba-aba. Tanpa izin.

Ia menunduk dan mengecup pipi Ghea.

Lama. Dalam.

Cukup untuk membuat napas Ghea tercekat—

dan cukup untuk membuat mata Vika membelalak, seolah hendak meloncat dari tempatnya.

“See you tonight, Honey.”

Nada suaranya ringan. Senyumnya nakal. Mata jailnya menyapu Vika yang masih terdiam di tempat.

Lalu Leon pergi. Begitu saja.

Meninggalkan dua wanita yang sama-sama syok. Dengan langkah santai seolah tak baru saja melempar granat di antara dua sahabat.

Vika menatap punggung pria itu hingga menghilang di balik pintu keluar.

Lalu perlahan, ia menoleh ke arah Ghea.

Tatapannya tajam. Penuh syak wasangka.

Seolah berkata: Apa yang sebenarnya terjadi di belakangku selama ini?

Bibirnya menegang. Ada kecewa di sana, tapi juga amarah yang ditahan.

“Ghea…” Suaranya bergetar.

“Jelaskan ke aku… siapa dia? Dan apa hubungan kalian?”

Ghea tergagap.

“Di-dia…”

Lidahnya kelu. Matanya liar, berkeliling—seolah mencari jawaban di antara meja, kursi, atau bahkan di balik tirai jendela restoran. Tapi tak satu pun bisa menyelamatkannya dari sorot mata Vika yang menuntut penjelasan.

Vika masih berdiri di tempat yang sama. Tak bersuara. Hanya menatap. Tapi tekanan tatapan itu cukup untuk membuat Ghea ingin menghilang ke dalam lantai.

“K-kau… makan saja dulu. Nanti… akan aku jelaskan. Di butik.”

Ghea mencoba terdengar tenang. Tapi nada bicaranya rapuh. Pandangannya tak berani menatap sahabatnya lebih dari satu detik.

Di hadapan Vika, Ghea seperti anak kecil yang tertangkap basah mencuri kue dari toples—kebingungan, bersalah, tak tahu harus lari atau mengaku.

Namun Vika menggeleng, wajahnya tanpa ekspresi.

“Aku nggak selera makan lagi.”

Nada suaranya pelan, tapi dingin. Dan kalimat selanjutnya seperti vonis.

“Nafsu makanku hilang. Ayo, balik ke butik.”

Ghea belum sempat menanggapi. Tangan Vika sudah menarik pergelangan tangannya. Kuat. Pasti.

Tanpa memberi ruang untuk perdebatan, tanpa sisa kelembutan dari sosok sahabat yang selama ini selalu jadi tempat pulangnya.

Ghea hanya bisa pasrah.

Tubuhnya mengikuti tarikan itu seperti kerbau dicocok hidung—tak melawan, tak bertanya, hanya… menurut.

Mereka berjalan keluar dari restoran.

Tinggal suara langkah mereka yang terburu, dan keributan kecil yang ditinggalkan di dalam dada Ghea.

Butik, ruang kerja Ghea.

Cahaya mentari menelusup lembut lewat tirai tipis, mengguratkan bayangan samar di dinding. Ruangan itu sunyi—terlalu sunyi untuk menampung badai yang tengah menunggu waktu meledak.

Vika duduk di ujung sofa panjang, tubuhnya condong ke depan, tatapannya menembus wajah Ghea.

“Jelaskan!” desisnya.

Ghea menunduk. Lama. Seolah menata ulang napas yang tercekat.

Ia menarik napas—berat, panjang, seperti menahan sesak yang telah lama ditumpuk di dalam dada.

“Sebenarnya… saat pertama kali aku tahu David selingkuh, aku—”

Ia terhenti. Kelopak matanya turun perlahan, mengurung pandangan yang mulai kabur.

“Aku lihat dia… bercinta. Dengan sekretarisnya. Di kantor. Di kursi kerjanya, dengan posisi yang...”

Ghea terdiam. Ada batu besar mengganjal di tenggorokan.

“Setelah selesai, dia bilang aku wanita mandul. Nggak becus melayani suami. Aku nggak bisa kasih dia kepuasan. Dia bilang… aku cuma seonggok daging hidup yang membosankan. Menjijikkan.”

Sebuah isakan kecil lolos. Ghea menelannya.

Sementara itu, Vika…

Rahangnya mengeras. Tangan yang tadinya tenang di pangkuannya kini terkepal. Jemarinya menegang.

“Brengsek,” gumamnya. “Aku benar-benar ingin robek mulutnya. Hajar mukanya sampai dia lupa cara bicara.”

Namun Ghea tak menjawab. Ia hanya melanjutkan dengan suara lelah yang terlampau sunyi.

“Aku hancur, Vik… Aku ngerasa… aku ini bukan siapa-siapa. Bukan istri. Bukan wanita. Bukan manusia.”

Matanya menerawang.

“Aku pergi. Ke klub malam. Duduk di bar, pesan minuman. Terlalu banyak alkohol. Dan saat itu… pemuda itu datang. Duduk di sampingku.”

Ghea menelan ludah.

“Otakku kacau. Rusak. Putus asa. Jadi… aku tawari dia kesepakatan. Aku bilang… jika dia bisa hamili aku, aku akan bayar satu miliar.”

Suara Ghea bergetar.

“Ya, aku sebodoh itu.”

Vika masih diam. Tapi tubuhnya menegang. Tangannya mengepal lebih erat.

“Kami ke hotel. Tapi saat dia mulai menyentuhku…”

Air mata Ghea mulai tumpah, tak tertahan.

“Aku sadar… aku nggak bisa. Aku mundur. Aku minta maaf, tawari dia kompensasi. Sepuluh juta. Tapi dia menolak.”

Napas Ghea tak teratur.

“Dan sejak malam itu… dia selalu datang tanpa diundang. Pergi tanpa pamit. Masuk ke hidupku seperti badai, dan aku nggak bisa mengusir dia.”

Ghea mengusap wajahnya, mencoba tetap tenang meski suaranya mulai runtuh.

“Aku tahu ini salah, Vik… Tapi tubuhku mengkhianatiku. Aku merasa nyaman bersamanya. Tenang. Seolah… aku ini masih punya nilai. Diinginkan.”

Vika membeku.

Lama.

Kemudian, ia bangkit berdiri. Berjalan ke jendela. Membelakangi Ghea.

Pundaknya naik-turun.

Ghea menunduk, bersiap menerima amarah sahabatnya. Tapi justru suara pecah yang terdengar.

Isak. Satu. Dua.

“Ghea… kenapa kau harus sejauh itu menyakiti dirimu sendiri…?”

Vika berbalik. Matanya memerah.

“Kau bisa pulang ke sini. Kau bisa datang padaku. Aku rumahmu, Ghea… Bukan dunia yang menghancurkanmu.”

Dan saat itu, untuk pertama kalinya sejak semua ini dimulai, Ghea benar-benar menangis di pelukan seseorang yang tidak menuntutnya kuat.

Udara di dalam ruangan begitu pekat.

Bukan karena panas, tapi karena kenyataan yang mengendap di antara dua sahabat itu. Ghea diam, memeluk dirinya sendiri. Air mata masih menggantung di kelopak matanya, sementara Vika berdiri membelakangi Ghea, tubuhnya masih tegang.

“Jadi… kau nyaman bersamanya?”

Suara Vika lirih, tapi tajam. Seperti pisau yang diselipkan di antara kata.

Ghea mengangguk pelan.

“Aku tahu aku salah. Tapi entah kenapa, bersamanya… aku merasa hidup.”

Vika membalikkan tubuhnya perlahan.

Wajahnya tenang, tapi matanya… menyala.

“Dia jauh lebih muda darimu, Ghea.”

Ghea mengangkat kepala.

“Dia tampan, terlalu tampan. Dan caranya memandangmu… menyentuhmu… menciummu tanpa minta izin. Itu bukan cinta. Itu penguasaan.”

Ghea membuka mulutnya, tapi Vika langsung melangkah maju.

“Aku tidak akan biarkan seseorang mendekatimu hanya karena dia melihat peluang. Kau terlalu berharga untuk dijadikan permainan.”

“Vik—”

“Aku melihatnya, Ghea!” potong Vika. “Matanya. Sorotnya. Dia bukan sekadar pria yang nyasar ke dalam hidupmu. Dia punya tujuan.”

Ghea menggeleng pelan, pelan sekali.

“Tapi dia menolak uangku. Dia nggak minta apa-apa…”

Vika menatap Ghea tajam.

“Itu justru yang lebih berbahaya. Pria seperti dia, Ghea… tahu kapan harus menolak untuk bisa mendapatkan lebih banyak nanti.”

Ghea menunduk.

“Aku hanya takut… dia akan menghancurkanmu lebih dalam daripada David.”

Hening.

Sampai akhirnya Ghea bersuara, lirih.

“Lalu aku harus bagaimana? Ketika satu-satunya yang membuatku merasa utuh… justru orang yang kau curigai akan menghancurkanku?”

Vika mendekat.

Ia duduk di sebelah Ghea. Mengambil tangan sahabatnya, menggenggamnya erat.

“Kau akan tetap jadi Ghea yang dulu. Tapi kali ini, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuhmu… kalau aku belum tahu siapa dia sebenarnya.”

Ghea menoleh, menatap Vika.

“Apa maksudmu?”

Mata Vika mengeras.

“Kita cari tahu siapa Leon sebenarnya.”

...🌸❤️🌸...

Note :

Tatapan penuh syak wasangka artinya tatapan seseorang yang penuh kecurigaan dan praduga negatif.

To be continued

1
Yuni Setyawan
karena di restoran jd mencari jawabannya di antara meja,kursi,coba kalo pas ditengah jalan pasti bertanya pada rumput yg bergoyang 😂😂😂😂
Yuni Setyawan
oh....ternyata vika🤦🏻‍♀️😂
naifa Al Adlin
sepertinya leon ini anak yg hilang itu, kemudian di tolong ghea. nah dia ingin balas budi kayaknya,, iya g thor🤭lanjut deh thor daripada penisirin🤣🤣
Anonim
Ternyata Vika yang di depan Ghea.
Vika ini terlalu curiga sama Leon yang akan menghancurkan Ghea lebih dalam daripada David - sepertinya kok tidak.
Ghea bersama Leon merasa hidup - merasa utuh dan sepertinya Leon benar mencintai Ghea dan pingin membantu Ghea mengembalikan haknya sebagai pewaris perusahaan tinggalan orang tuanya yang sekarang dikuasai si pecundang David.
Tapi baik juga kalau Vika mau menyelidiki siapa Leon dan apa maksud Leon mendekati Ghea.
Anonim
suka dengan perlakuan Leon terhadap Ghea sayangnya Ghea walaupun dalam hati kecilnya suka kalau ketemu Leon tapi secara verbal marah - gemas kali terhadap Leon.
W a d uuuuuhhhh siapa dia yang menjadikan Ghea membeku - tangannya mencengkeram tali tas.
Leon senang ini terbukti malah tersenyum wkwkwk
nuraeinieni
setuju tuh usulan vika,kalian harus cari tau siapa leon,,tp di saat kalian tau,pasti kaget,tau kenyataannya leon seorang ceo dan kaya raya.
nuraeinieni
emang tuh si leon seperti jailangkung
nuraeinieni
jangan2 itu david yg datang?tdk apa apalah ghea,biar david tau kalau kau sangat berharga,bahkan bisa dapat yg lebih baik dari david
abimasta
saya sudah jantungan duluan kirain david yg tiba2 berdiri di deoan ghea
Siti Jumiati
sebagai sahabat yang baik vika gk rela sahabatnya hancur.

tapi tenang saja Vika, Leon orangnya baik dia yang akan menghancurkan David bersama selingkuhannya.
Anitha Ramto
nah betul Ghea..perkataan Vika harus mencari tahu siapa Leon sebenarnya dan apantujuannya,walawpun Leon kelihatannya tulus dan membuat kamu nyaman tetap saja kamu harus nyelidiki Leon lebih jauh sebelum badai datang
Siti Jumiati
so sweet banget Leon... siapa ya kira2 orang itu...
Dek Sri
apakah Ghea dan Vika akan tahu siapa Leon sebenarnya
Fadillah Ahmad
Lah Bukankah Leon iru Si Varndra Ya Kak Nana? Aduh Aku Bingung nih Kak...
Fadillah Ahmad
Mana Yang Lebih Kaya Kak Nana,antara Nugroho Group,Mahwndra Group dan Mahardika Group Kak Nana? Siapa yang Lebih Berkuasa kak Nana di Dunia Bianis kak? 😁😁😁
🌠Naπa Kiarra🍁: Masih Rayyan, Kak.
total 1 replies
Fadillah Ahmad
Mahardika Group,Hruf O nya Kurang Kak Nana... 🙏🙏🙏😁😁😁
Fadillah Ahmad
Kak Nana,aku suka sekali jika tokoh utamanya Wanita kak,maksudnya adapah aku lebih suka Ceritanya dari Sudut Pandang Si Wanita kak,misalnya Seperti Ghea ini. Kisah hidupnya,bagaimana ia menjalani hidup,jatuh bangunnya ia dari keterpurukkan,aku lebih suka tokoh utama Wanita Sih kak,atau misalnya nanti Kisah Adiknya Zayn,Si Zoeya,aku lebih Suka kakak,mengambil dari Sudut Pandangnya Zoeya kak. Begitu Maksud aku kak Nana,ketwrikatan Emosionalnya lebih tinggi kak Nana. 🙏🙏🙏
Fadillah Ahmad
Waw,baru Pertama Kali Aku Membaca Novel Kak Nana Menggunakan PROLOG,biasanya nggk pernah... 😁😁😁
Fadillah Ahmad
Akhirnya Novel Kak Nana Yang Baru Telah Di Kontrak,ini yang aku tunggu dari kemarin Kak... 😁😁😁
Yuni Setyawan
Tessa ka,atau David kah?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!