Helen terkejut bukan main, ketika pria asing masuk ke kamar hotelnya. Dia sedang tidak dalam keadaan sadar, entah apa yang diberikan oleh Nicklas Bernando suaminya padanya.
"Kamu dan suamimu ingin seorang anak kan? aku akan membantumu!" ujar pria itu dengan tatapan mengerikan.
Bak sambaran petir di siang hari, Helen tidak menyangka, kalau suaminya akan berbuat seperti ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Bertemu
'Dre' batin Helen terkejut bukan main.
Pria yang tengah berjalan dengan setelan jas berwarna abu-abu, yang jelas terlihat begitu mahal itu adalah Dre. Tidak mungkin Helen salah mengenalinya. Dia bahkan sudah menyentuh seluruh bagian wajah itu.
Helen menelan salivanya dengan susah payah. Kalau itu benar-benar Dre. Habislah dia. Pria itu tidak mungkin akan membantu ayah mertuanya.
'Dre... Andre...as Wiratama. Oh ya ampun, kenapa aku tidak pernah memikirkan kemungkinan ini. Siapa yang bisa datang ke dermaga itu tanpa reservasi, siapa yang akan memberikan perhiasan dan barang-barang mahal lelang itu jika tidak kenal? aku benar-benar naif!' pekiknya dalam hati.
Helen merasa dirinya begitu naif. Dan pastinya, dia benar-benar tidak ingin Dre melihatnya.
Helen perlahan mundur, memilih untuk berdiri di belakang Anika saja. Setelah pertemuannya yang terakhir dengan Dre. Helen yakin, pria itu akan sangat sakit hati padanya.
Helen bahkan berbalik, tidak ingin pria itu melihatnya.
Tapi sepertinya memiliki radar, Dre bahkan menghentikan langkahnya ketika dia berada sejajar dengan berdirinya keluarga Bernando disana.
"Lihat, tuan muda Wiratama berhenti. Ayah akan menghampirinya" ujar Vicky Bernando.
Nicklas juga tampak begitu antusias.
"Aku ikut ayah, dia pernah memberikan hadiah untuk Helen. Aku akan berterimakasih secara langsung padanya" ujar Nicklas.
Vicky mengangguk, dan keduanya segera menghampiri Andreas Wiratama yang memang sedang berhenti, dengan lirikan ekor mata ke arah wanita bergaun biru tua yang sedang menghindarinya.
"Selamat pagi tuan Andreas, saya Vicky dan ini putra saya Nicklas. Kami dari Bernando company" ucap Vicky dengan begitu ramah.
Meski kalau di lihat, sebenarnya usia Vicky bahkan lebih tua dari Andreas. Tapi kedudukan dan kekuasaan memang bisa membuat semua aturan seperti itu tidak berlaku. Siapa yang lebih tinggi kedudukannya, itu yang akan lebih di hormati.
"Tuan Andreas, beberapa waktu yang lalu. Tuan juga memberikan hadiah pada istriku, di acara lelang di Maldives. Apa tuan ingat? aku Nicklas Bernando, suami Helen Nicklas Bernando!"
Tatapan Andreas menjadi sangat tajam ke arah Nicklas. Dia tidak suka sama sekali mendengar nama belakang Helen itu.
"Tidak ingat" balasnya singkat padat dan begitu angkuh.
Nicklas menghela nafas panjang. Di depan begitu banyak orang terhormat. Cara bicara Andreas padanya begitu. Sabar angkuh, sangat arogan. Seperti tak menganggapnya sama sekali.
"Tuan Andreas begitu sibuk, banyak orang yang ditemui. Tentu saja tidak akan mengingat hal seperti itu. Saya maklum. Tapi terimakasih sekali. Tuan Andreas juga sudah membeli banyak saham di perusahaan, saya sangat merasa terhormat. Perusahaan Bernando di lirik oleh tuan muda Wiratama" Vicky mencoba untuk membuat suasana penuh baik.
"Begitu? aku beli saham, karena itu menguntungkan. Oh ya, katamu aku memberikan hadiah pada istrimu?" tanya Andreas pada Nicklas.
Nicklas segera mengangguk dengan begitu bersemangat.
"Benar tuan Andreas"
"Lalu, kenapa dia tidak datang sendiri padaku untuk berterima kasih?" tanya Andreas dengan ekspresi wajah yang begitu acuh, dingin. Ya, arogan dan angkuh adalah kata yang cocok.
Vicky segera menoleh ke arah Nicklas. Dan pria itu pun tahu apa yang harus dia lakukan. Nicklas segera menghampiri, ibunya dan Helen yang masih berada di tempat mereka tadi.
"Bagaimana Nicklas, apa semua berjalan baik?" tanya Anika penasaran.
"Akan berjalan baik, jika Helen berterimakasih langsung pada tuan Andreas. Helen, ayo!" ajak Nicklas.
Anika menggeser berdirinya, dia menoleh ke arah Helen.
"Helen, kenapa berdiri di belakang seperti itu? ayo ikut Nicklas. Berterimakasihlah pada tuan Andreas!" bujuk Anika.
"Bu, kepalaku sedikit pusing..."
"Benarkah?" tanya Anika khawatir.
Tapi Nicklas tentu saja tidak membiarkan kesempatan itu hilang begitu saja.
"Setelah mengucapkan terimakasih pada tuan Andreas. Aku akan membawamu ke rumah sakit. Bisa kan berjalan sebentar kesana. Aku akan bantu" kata Nicklas dengan lembut.
"Nak, mau ibu bantu? atau mau ibu ambilkan minum dulu?" tanya Anika.
Helen pun pada akhirnya menyerah. Dia benar-benar tidak bisa merepotkan ibu mertuanya.
"Tidak Bu, aku akan berjalan kesana sebentar" kata Helen.
"Iya, hanya sebentar. Setelah itu, aku akan mengajakmu ke rumah sakit" ujar Nicklas lagi.
Helen pada akhirnya mengikuti langkah Nicklas. Meski rasanya sangat berat langkahnya, mendadak jarak antara dia dan Andreas berdiri bahkan menjadi sangat jauh. Hatinya juga semakin berdebar tidak menentu.
Debaran jantungnya berpacu, dan tangannya sangat dingin.
Nicklas yang menggandeng tangan Helen. Bisa merasakan itu.
"Tanganmu sangat dingin. Katakan saja terimakasih dengan cepat. Setelah itu aku akan bawa kamu ke rumah sakit" bisik Nicklas yang mulai khawatir karena tangan Helen memang sangat dingin.
"Tuan Andreas, ini istriku. Helen!"
"Helen, sapa tuan Andreas!" ucap Nicklas dengan sopan.
Helen tadinya menundukkan kepalanya, dia sama sekali tidak berani menatap Dre. Tapi, dia juga tidak mungkin terus seperti itu. Dia memang merasa bersalah, tapi jika dia tidak menyapa Dre, maka semua orang akan curiga padanya.
Helen mengangkat pandangan perlahan.
Deg
Tatapan mata Dre padanya sungguh membuatnya langsung terdiam. Tercengang dan seperti membeku di tempat dia berdiri. Tatapan dingin itu, adalah tatapan penuh sakit hati dari seseorang yang pernah memberinya waktu yang begitu indah dan hangat.
"Bilang terimakasih!" bisik Nicklas.
Bibir Helen terlihat bergetar perlahan.
"Tuan... An... Dre..as. Terimakasih banyak!" ucapnya yang langsung kembali menundukkan kepalanya.
Andreas Wiratama tampak terus melihat ke arah Helen.
"Terdengar tidak tulus!" ucapnya dengan begitu dingin.
Vicky dan Nicklas saling pandang. Mereka mulai panik. Vicky juga tidak tahu, kata mana yang tidak tulus. Dia mendengarnya tadi, menantunya itu bicara dengan lembut, bahkan sambil menundukkan kepalanya setelah itu.
"Maaf tuan Andreas, menantuku ini memang seperti ini. Suaranya lembut..."
"Dia tidak menatap orang yang dia ajak bicara!" sela Andreas, lalu pria itu kembali menoleh ke arah Helen yang sebenarnya ingin cepat pergi dari tempat itu.
"Bukankah artinya tidak tulus!" lanjutnya masih dengan wajah datar.
Nicklas menghela nafasnya perlahan. Pria itu kembali berbisik pada Helen.
"Helen, bicaralah sambil menatap wajah tuan Andreas!"
Helen sungguh tidak tahan lagi, rasanya dia ingin menghilang saja. Pria di depannya itu, menunjukkan kalau dia sedang marah. Dre marah pada Helen. Rasanya apapun yang dia katakan dan dia lakukan akan salah bagi Dre.
Helen mengangkat wajahnya lagi. Dia menatap pria yang membuat seluruh tubuhnya meremang hanya dengan tatapannya itu.
"Tuan Andreas, aku benar-benar berterimakasih atas hadiah anda. Terimakasih" ucap Helen sambil terus menatap Dre.
Dre mengunci tatapannya pada Helen.
'Benar-benar wanita yang kejam. Kamu bisa bicara seperti itu tanpa berkedip Helen. Sangat kejam' batin Dre.
***
Bersambung...
salam kenal kak Author😊🌹