DILARANG KERAS PLAGIARISME!
Aruni adalah seorang mahasiswi di sebuah universitas ternama. Dia berencana untuk berlibur bersama kawan-kawan baik ke kampung halamannya di sebuah desa yang bahkan dirinya sendiri tak pernah tau. Karena ada rahasia besar yang dijaga rapat-rapat oleh ke dua orang tua Aruni. Akankah rahasia besar itu terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DENI TINT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20 - KEKUATAN DAN TAKDIR
Aruni kini sudah terlelap dalam tidur di kamarnya. Ia terlelap begitu cepat karena rasa kantuk yang sedari tadi menyerangnya. Bella dan Caca pun demikian, sudah terlelap dalam tidur mereka di kamar masing-masing.
**********
Di dalam hutan yang begitu gelap dan hening, Aruni berlari dengan tangisan dan ketakutan yang mencekam. Terus ia berlari tanpa tau tujuan harus kemana. Dan saat kakinya tersandung akar pohon, ia terjatuh. Ia menangis sejadi-jadinya. Sambil melihat kembali ke dua tangannya yang penuh darah segar. Ia kembali memegang wajah dan mulutnya, berlumuran darah segar yang sama. Aruni merasa tak percaya dengan yang dia alami.
"Kenapaaa?! Kenapa aku begini?! Kenapa aku membunuh Kirman?!" ucapnya sambil terus menangis histeris saat ingat jasad Kirman yang telah ia bunuh dalam rumah itu.
"Tolooong! Tolooong!" teriaknya di dalam keheningan hutan yang gelap. Namun tak ada satupun yang menjawab. Hanya kekosongan yang mencekam jiwanya.
"Tolooong!! Toloooong!!" teriaknya kembali dengan air mata yang semakin pilu menyayat hati.
"Bellaaa... Cacaaa... Tolong akuuu..." teriak Aruni saat ingat dua sahabat baiknya itu. Namun suaranya seperti diserap oleh gelapnya hutan.
Aruni terus menangis di atas tanah, di bawah tinggi dan rapatnya pepohonan, namun perlahan suara tangisnya itu terhenti. Aruni mendengar suara gemerisik di belakangnya. Suara itu seperti langkah kaki yang perlahan menghampirinya.
Aruni masih dengan air mata bercampur darah di ke dua pipinya, masih terisak, ia menoleh ke belakang, dan ia melihat Anjani sudah berdiri tegak dengan aura haus darah. Dan Anjani berkata,
"INILAH TAKDIRMU ARUNI..."
Aruni yang mendengarnya hanya bisa berteriak...
"AAAAAAAAAAAAAH!!!!!!!!!!"
"Terimalah takdirmu, cucuku..." ucap Anjani yang masih berdiri.
Aruni menutupi kedua telinga dengan tangannya. Masih terus dengan tangisan terisak, semakin menyayat hati. Namun tangisan Aruni bagi Anjani tak berarti apa-apa.
"Jika aku adalah cucumu, kenapa kau melakukan ini padaku?!" tanya Aruni.
Anjani seperti melayang mundur, menjauhi Aruni, lalu hilang dalam gelapnya hutan itu. Aruni yang melihatnya menghilang, mencoba memanfaatkan kesempatan itu untuk berlari.
Ke dua kakinya berusaha untuk tetap kuat berlari meski sudah terasa sangat lemas. Dirinya memaksa melewati lebatnya semak-semak di bawah hutan yang gelap. Dan setelah beberapa jauhnya ia berlari, ia melihat ada sebuah rumah di ujung sana. Rumah bilik bambu dengan lampunya yang berwarna kuning temaram. Namun di sekitarnya hanyalah hutan dan kegelapan. Ia berdiri diam sejenak memperhatikan dari kejauhan.
Aruni kembali tak sadar dengan gerakan tubuhnya. Tubuhnya kembali tak dalam kendalinya sendiri, Ia berjalan spontan menuju ke rumah itu. Tak ada lagi rasa takut dalam dirinya.
Ketika sampai di depan pintu itu, ia membukanya perlahan. Dengan tubuh dan wajah yang masih berlumuran darah ia melangkah masuk perlahan. Dan ia seperti dituntun, menuju ke sebuah kamar. Dibukanya pelan pintu kamar itu, dan nampaklah ada seorang wanita remaja yang tertidur di atas dipan bambu.
Aruni mendekat ke arahnya, membelai rambutnya, dan melihat sebuah kalung terbuat dari kulit hewan bertuliskan "ASIH".
Tiba-tiba saja, Aruni kembali merasakan haus dan lapar yang kuat. Dan tubuhnya kembali berubah menjadi sosok mengerikan itu. Dengan kedua tangannya yang berkuku panjang, mulai membelai seluruh tubuh Asih yang terlelap. Saat tangannya hendak menyentuh perut Asih. Aruni menoleh ke belakang.
"ANJANI! APA YANG KAU LAKUKAN?!"
Sudah berdiri dengan wajah tegang sekaligus takut, namun penuh amarah menatap Aruni. Dialah kakek Aruni.
"Anjani!!! Sadarlah!!! Itu adalah Asih!!!" teriaknya kepada Aruni.
"Aku tak peduliii..." jawab Aruni dengan suara berat serak.
"Jangan Anjani! Aku mohon! Jangan!" ucap kakek Aruni itu.
"Grrr... Grrr... Grrr..." suara Aruni keluar saat menatap kakeknya yang berdiri depan pintu kamar Asih.
"JANGAN PERNAH KAU TUMBALKAN ASIH, ANJANI!" teriak kakek Aruni. Membuat Aruni semakin haus dan lapar. Ia kembali menoleh ke arah dalam kamar Asih. Bermaksud untuk masuk lagi ke dalam sana.
Seketika itu juga, kakek Aruni menggenggam tangannya. Namun langsung terhempas ke belakang. Seolah kakeknya itu didorong sebuah kekuatan. Sang kakek tak ingin menyerah, ia sadar bahwa istrinya itu sedang dikendalikan oleh kekuatan yang sangat kejam. Kembali sang kakek menggenggam tangan Aruni. Tapi, lagi dan lagi, tubuhnya terhempas ke belakang, jatuh ke lantai tanah.
"Anjani... Aku mohon, sadarlah Anjani!" teriak sang kakek. Tapi Aruni tetap saja berjalan perlahan menuju Asih di dipannya.
"Anjani! Aku mohon, sadarlah! Jangan biarkan kekuatan makhluk itu menguasai dirimu Anjani! Makhluk itu jahat!" pinta sang kakek kepada Aruni, masih terus berusaha menyadarkan Aruni.
"Anjani! Jika memang kau butuh tumbal, jadikan aku tumbalmu Anjani!" teriak sang kakek sebagai benteng terakhir.
Seketika itu juga, Aruni berhenti melangkah menuju Asih, dan berbalik arah berjalan mendekati kakeknya. Sang kakek yang sudah bangkit, kini kembali mundur perlahan mencoba menjauhi Aruni, hingga terjatuh lagi ke lantai rumah yang hanya terbuat dari tanah.
Dan... Aruni memangsa kakeknya sendiri.
Dirobeknya perut sang kakek, ditarik semua isi perutnya, dan dimakan habis oleh Aruni. Melayang lah nyawa sang kakek di tangan Aruni.
Setelah habis isi perut sang kakek, Aruni kembali kesadarannya. Sekali lagi, Aruni terkejut bukan main melihat jasad kakeknya sudah bersimbah darah tergeletak di hadapannya. Ia pun semakin tak percaya dengan apa yang di alami. Kembali Aruni berteriak lalu menangis histeris.
"Kenapa kau membuatku seperti ini?!" teriak Aruni yang ditujukan kepada Anjani, neneknya.
Saat ia melihat kedua tangannya, wujudnya tak berubah ke wujud tangan Aruni. Masih berwujud tangan berbulu hitam dengan kuku panjang mengerikan penuh darah. Aruni kembali menangis sejadi-jadinya, berteriak, memegang kepalanya, sangat memilukan dan menyayat.
Dan Aruni terkaget, saat dirinya menoleh ke arah kamar. Di sana Asih sudah berdiri, terbangun dari tidurnya. Asih terbelalak saat melihat apa yang ada di hadapannya.
"IBU?!!!" teriak Asih melihat Anjani, Ibunya sendiri sudah berubah setengah wujudnya, sekaligus terkejut bukan main melihat sang ayah sudah tewas mengenaskan. Asih jatuh duduk di lantai, di ambang pintu kamarnya sambil menutup mulutnya, rasa tak percaya.
"Anakku... Maafkan Ibu Nak..." ucap Aruni kepada Asih. "Ibu terpaksa melakukan ini semua anakku..." tambah Aruni yang juga terisak.
Sejurus kemudian Asih menjadi sesak nafasnya, pandangannya kabur, dan ia pingsan tak sadarkan diri. Dan Aruni kembali mencoba bangkit, dengan kedua kaki yang lemas, ia berlari ke luar rumah. Semakin tak bisa dipercaya oleh Aruni tentang semua yang terjadi.
Ia kembali berlari masuk ke dalam gelapnya hutan. Dengan tangisan yang semakin memilukan. Dan tiba-tiba larinya terhenti ketika Anjani kembali muncul di hadapannya. Dengan senyuman yang datar.
"KAU TAK BISA MENOLAK TAKDIRMU ARUNI..."