Perselingkuhan antara Kaivan dan Diana saat tiga hari menjelang pernikahan, membuat hati Alisa remuk redam. Keluarga Kaivan yang kepalang malu, akhirnya mendatangi keluarga Alisa lebih awal untuk meminta maaf.
Pada pertemuan itu, keluarga Alisa mengaku bahwa mereka tak sanggup menerima tekanan dari masyarakat luar jika sampai pernikahan Alisa batal. Di sisi lain, Rendra selaku kakak Kaivan yang ikut serta dalam diskusi penting itu, tidak ingin reputasi keluarganya dan Alisa hancur. Dengan kesadaran penuh, ia bersedia menawarkan diri sebagai pengganti Kaivan di depan dua keluarga. Alisa pun setuju untuk melanjutkan pernikahan demi membalas rasa sakit yang diberikan oleh mantannya.
Bagaimana kelanjutan pernikahan Alisa dan Rendra? Akankah Alisa mampu mencintai Rendra sebagai suaminya dan berhasil membalas kekecewaannya terhadap Kaivan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mari Lupakan Masa Lalu!
Sehari setelah pernikahan Diana dan Kaivan berlangsung, Alisa telah pulang ke rumah bersama suaminya. Ia merasa semua yang telah dilaluinya bagaikan mimpi. Mendadak menikah dengan kakak mantan, lalu menyaksikan sang mantan menikah dengan selingkuhannya.
Ah ... Seandainya saja ia tak membuka hati untuk Rendra, mungkin dendam dan rasa sakit itu terus membelenggu sampai pernikahan para pengkhianat itu berlangsung.
Setelah mencuci mobil, Rendra kembali ke rumah menjumpai istrinya yang sedang duduk menatap nanar ke televisi. Dengan menenteng ember berisi sikat dan lap, pria itu menghentikan langkahnya sejenak menatap istrinya.
"Kamu sudah selesai beres-beresnya?" tanya Rendra.
Alisa terhenyak, lalu menatap suaminya. "Sudah. Memangnya Kakak mau ke mana?"
"Enggak. Cuma nanya aja. Barangkali kamu mau jalan-jalan ke pasar kaget atau tempat hiburan lain?" tanya Rendra sembari memberi pilihan.
Alisa menggeleng dan tersenyum. "Aku sangat lelah setelah seminggu bekerja dan menghadiri pesta pernikahan Diana. Sebaiknya bersantai di rumah saja dan menonton televisi."
"Hm ... ide bagus," puji Rendra, kemudian berlalu ke ruang belakang tempat menjemur baju.
Alisa memindahkan saluran televisi, sambil menikmati camilan di toples. Setelah menemukan tayangan yang cocok, ia pun bersandar lagi di kursi.
Dari arah belakang rumah, Rendra muncul dan berjalan menghampiri Alisa. Pria itu duduk di sebelah Alisa sambil merentangkan sebelah tangan ke belakang pundak istrinya. Sontak, Alisa pun duduk tegak sambil menoleh ke belakang.
"Kenapa?" Rendra bertanya dengan mata membulat.
Alisa tersenyum canggung sambil mengangkat bahunya. "Aku nggak biasa rangkulan kayak pasangan pada umumnya."
"Ah, yang benar?! Pasti setidaknya kamu pernah, kan, rangkulan sama Kaivan kalau pergi ke bioskop," kata Rendra tak percaya.
"Aku selalu menepisnya, Kak. Entah kenapa, rasanya geli," jelas Alisa sambil bergidik.
Rendra mendesah pelan, kemudian melambaikan tangan pada Alisa. "Ya sudah, kemarilah. Bersandar di pundakku dan anggap saja bantal di kamarmu."
Alisa mendelik sembari mengernyitkan kening.
"Kenapa? Masih merasa geli?" Rendra tercengang.
"Bukan begitu. Aku merasa malu," keluh Alisa sembari meringis menggaruk belakang kepalanya.
"Astaga ... untuk apa kamu merasa malu? Kita ini sudah suami istri." Rendra menarik tangan Alisa hingga tubuh gadis itu bersandar di bahunya. "Aku masih ingat, malam itu kamu berani mendekap tubuhku demi membuktikan kesucianmu, tapi kenapa sekarang kamu justru malu dirangkul olehku?"
Mata Alisa membulat. Kedua tangannya menutup dada, seolah berusaha menyembunyikan degup jantung yang semakin kencang tatkala berdekatan dengan Rendra. "I-Itu ... Itu ceritanya berbeda, Kak. Waktu itu aku bertekad ingin membuktikan diri, sedangkan sekarang ... situasinya, kan, sudah lebih mendingan. Jadi ...."
"Jadi, apa?" Rendra mengeratkan rangkulannya pada Alisa. "Kamu masih merasa canggung?"
Alisa mengangguk pelan.
"Sudahlah, sekarang tutup matamu dan dekap aku seperti guling di kamarmu. Kalau merasa nyaman, nikmati saja. Kalau tidak, dilepas juga nggak apa-apa. Bukankah kamu sudah membuka hati untukku, hm?" ujar Rendra melingkarkan tangannya ke tubuh Alisa.
Perlahan, Alisa memejamkan mata sembari menggerakkan tangannya dan mendekap tubuh Rendra. Dalam diam, gadis itu merasakan debaran di dada Rendra begitu seirama dengan miliknya. Alih-alih melepaskan rangkulan Rendra, Alisa menghela napas dan mulai menikmati momen intim yang pertama kali ia lakukan bersama suaminya.
Rendra memeluk Alisa semakin erat dan menopangkan dagunya di kepala sang istri. Sesekali pria itu mencium aroma semerbak yang menguar dari rambut Alisa dan menikmatinya. Sungguh, baru kali ini Rendra merasakan kedekatan tanpa penghalang dengan seorang gadis yang dipujanya sejak dulu. Alisa, gadis yang dulu dikenalnya sebagai kekasih adiknya, kini telah ia miliki sebagai istri.
"Bagaimana, Alisa? Kamu nggak merasa canggung lagi, kan?" tanya Rendra sembari menengok ke bawah.
Alisa menggeleng pelan. "Tidak. Aku justru merasa nyaman," terangnya. "Tapi ... kenapa jantung kita berdebar-debar begini? Apa Kakak juga merasa gugup?"
Rendra meregangkan pelukannya, lalu menatap lekat kedua mata istrinya. "Tidak, Alisa. Jantungku berdebar-debar karena bahagia bisa sangat dekat denganmu tanpa penghalang sedikit pun," jelasnya.
Alisa tercengang. Pipinya seketika merah merona, tersipu-sipu mendengar pengakuan dari suaminya.
Perlahan, Rendra membaringkan tubuh istrinya di kursi. Senyum manis mengembang di bibirnya, tatkala melihat wajah Alisa yang begitu mempesona di bawah tubuhnya. Ia pun membungkuk, lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Alisa.
"Ini saatnya menyatukan hati kita, Alisa. Mari lupakan masa lalu menyakitkan yang membelenggumu," bisik Rendra dengan lembut di telinga Alisa.
Seketika, Alisa menoleh. Keduanya saling beradu tatap untuk sesaat, lalu Alisa tersenyum tipis dan mengangguk setuju.
Dengan lembut, Rendra membelai rambut Alisa dari atas hingga tangannya berhenti di wajah istrinya. Pria itu mendekatkan wajahnya pada sang istri, lalu memejamkan mata. Perlahan, bibir mereka saling bertaut, merasakan kehangatan yang begitu manis merekatkan hati keduanya.
Namun, rupanya momen intim itu tak berlangsung lama. Sebuah ketukan yang terdengar keras di pintu depan membuat mereka terhenyak. Alisa segera mendorong Rendra, lalu beranjak dari kursi.
"Assalamualaikum! Alisa! Rendra! Apa kalian ada di rumah?" panggil Pak Brata dari luar.
Secepatnya, Alisa bergegas menuju ruangan depan dan membukakan pintu. Tampak Pak Brata sudah berdiri di teras bersama Bu Rosa sambil menenteng kresek berisi makanan dan buah-buahan.
"Eh ... Pak, Bu." Alisa tersenyum sumringah, lalu mencium tangan kedua orang tuanya. "Mari masuk!" ajaknya.
Pak Brata dan Bu Rosa tersenyum-senyum memasuki rumah putrinya. Keduanya mengedarkan pandangan ke sekitar, mengagumi interior rumah yang dibeli Rendra satu tahun lalu. Adapun Alisa, mengambil kresek yang tadi dibawa oleh kedua orang tuanya.
"Eh, Pak, Bu. Tumben mampir kemari," sapa Rendra, lalu mencium tangan kedua mertuanya.
"Iya. Kami penasaran dengan tempat tinggal baru putri kami, makanya menyempatkan diri mampir kemari," jelas Pak Brata tersenyum lebar, lalu merangkul menantunya. "Bagaimana kabarmu, Rendra? Apa pekerjaanmu mengajar di kampus berjalan lancar?"
"Alhamdulillah, lancar-lancar saja, Pak," jawab Rendra dengan sumringah.
Pak Brata melepas rangkulannya, kemudian menatap Rendra. "Lalu, bagaimana dengan hubungan kalian? Bapak udah nggak sabar ingin main sama cucu."
Rendra mendesah pelan sembari menyibak rambutnya dari depan ke belakang dan memalingkan muka. "Baru saja mau bikin, Pak," desisnya.
"Apa?" Pak Brata menatap Rendra dengan mata membulat.
"Ah, enggak, Pak. Pokoknya insya Allah sebentar lagi, cepat atau lambat, Bapak bakal main sama cucu," seloroh Rendra dengan santai. "Oh, ya. Bapak mau minum apa? Kopi, teh, atau sirup jeruk?"
"Saya mau sirup jeruk saja. Sepertinya panas-panas begini enaknya minum yang segar-segar," kata Pak Brata.
"Baik, Pak. Akan saya buatkan. Sebaiknya kalian duduk dulu di sofa," ujar Rendra, mempersilakan.
Pak Brata pun duduk di sofa ruang depan, ditemani Bu Rosa dan putri semata wayangnya. Ia sangat senang, melihat wajah putrinya yang tak berhenti menebarkan senyum pada kedua orang tuanya.
"Alisa, bagaimana hubunganmu dengan Rendra? Apa kalian sudah bisa saling memahami satu sama lain?" tanya Bu Rosa menatap putrinya yang tersipu-sipu.
Alisa mengangguk seraya tersenyum simpul. "Lebih dari itu, Bu."
lanjut thorrrr.