NovelToon NovelToon
Kitab Dewa Naga

Kitab Dewa Naga

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Romansa Fantasi / Ruang Bawah Tanah dan Naga / Akademi Sihir / Ahli Bela Diri Kuno / Ilmu Kanuragan
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mazhivers

Raka secara tak sengaja menemukan pecahan kitab dewa naga,menjadi bisikan yang hanya dipercaya oleh segelintir orang,konon kitab itu menyimpan kekuatan naga agung yang pernah menguasai langit dan bumi...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mazhivers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 34

Setelah beberapa hari menyusuri sungai, pemandangan di sekitar mereka mulai berubah secara drastis. Pepohonan hijau yang rimbun perlahan menghilang, digantikan oleh hutan pinus yang lebih jarang dan bebatuan yang semakin tertutup salju.

Udara pun menjadi semakin dingin, menusuk hingga ke tulang meskipun mereka sudah mengenakan pakaian hangat yang diberikan oleh penduduk desa.

"Kita sudah semakin dekat," kata Kakek Badra, menunjuk ke arah utara di mana puncak-puncak gunung yang tertutup salju tampak menjulang tinggi di bawah langit yang kelabu.

"Pegunungan es sudah di depan mata."

Raka, Maya, dan Sinta menatap ke arah pegunungan itu dengan perasaan campur aduk antara kagum dan khawatir.

Keindahan pegunungan yang tertutup salju memang memukau, tetapi mereka juga menyadari betapa berbahayanya tempat itu.

"Apakah Kakek pernah mendaki pegunungan es sebelumnya?" tanya Maya, giginya bergemeletuk menahan dingin.

Kakek Badra menggelengkan kepalanya. "Belum pernah secara langsung, Nak. Tapi aku banyak mendengar cerita tentang tempat ini dari para penjaga kuil di masa lalu. Pegunungan es ini sangat luas dan penuh dengan jebakan alami. Kita harus sangat berhati-hati dengan setiap langkah kita."

Mereka meninggalkan perahu mereka di tepi sungai yang membeku dan mulai mendaki kaki pegunungan es. Salju di bawah kaki mereka terasa tebal dan licin, membuat setiap langkah menjadi tantangan tersendiri. Angin dingin bertiup kencang, membawa serta butiran-butiran salju yang menyakitkan seperti jarum.

"Kita harus tetap bersama-sama dan saling membantu," kata Raka, meraih tangan Maya agar tidak terpeleset.

"Dan jangan sampai kita kehilangan arah," timpal Sinta, matanya mengawasi sekeliling dengan waspada.

Saat mereka mendaki semakin tinggi, mereka melihat berbagai macam formasi es yang menakjubkan, seperti gua-gua es yang berkilauan dan air terjun yang membeku menjadi pilar-pilar es yang kokoh. Namun, mereka juga menghadapi berbagai macam rintangan, seperti jurang-jurang yang tersembunyi di balik lapisan salju dan tebing-tebing es yang curam yang harus mereka panjat dengan hati-hati.

"Kepala desa bilang, permata itu mungkin tersembunyi di dalam gua es yang paling tinggi di pegunungan ini," kata Raka,

mengingat informasi yang ia dapatkan. "Kita harus terus mendaki sampai kita menemukannya."

Mereka terus mendaki, dan semakin tinggi mereka mencapai, semakin ganas pula cuaca yang mereka hadapi. Badai salju tiba-tiba datang menerjang, mengurangi jarak pandang hingga hanya beberapa meter. Angin menderu-deru seperti lolongan serigala raksasa, mencoba menerbangkan mereka dari pijakan mereka di lereng gunung yang curam.

"Kita harus mencari tempat berlindung!" teriak Kakek Badra, suaranya hampir tertelan oleh amukan badai.

Dengan susah payah, mereka meraba-raba di tengah badai salju, mencari celah atau gua di antara bebatuan es. Akhirnya, mereka menemukan sebuah ceruk kecil yang cukup untuk melindungi mereka sementara dari terjangan angin dan salju. Mereka berdesakan masuk ke dalam ceruk itu, mencoba menghangatkan diri dengan sisa-sisa tenaga yang ada.

"Ini sangat mengerikan," kata Maya, menggigil kedinginan meskipun sudah mengenakan semua pakaian hangatnya.

"Kita harus bertahan," sahut Raka, merapatkan diri padanya. "Kita sudah hampir sampai. Aku bisa merasakannya." Ia menyentuh Mahkota Naga Agung di kepalanya, berharap mahkota itu bisa memberinya sedikit kehangatan atau petunjuk.

Setelah badai salju mereda, mereka melanjutkan pendakian. Jalan di depan mereka semakin berbahaya, dengan lapisan es yang licin dan jurang-jurang yang menganga di kedua sisi jalur pendakian. Mereka harus bergerak perlahan dan sangat hati-hati.

Tiba-tiba, mereka mendengar raungan keras yang menggema di antara puncak-puncak gunung. Raungan itu terdengar seperti campuran antara auman singa dan pekikan burung elang, sangat menakutkan dan mengancam.

"Makhluk apa itu?" bisik Sinta, matanya membulat ketakutan.

"Itu pasti Cryodragon," jawab Kakek Badra dengan nada khawatir. "Naga es penjaga permata ini. Mereka sangat teritorial dan akan menyerang siapa pun yang berani memasuki wilayah mereka."

Tak lama kemudian, dari balik dinding es yang tinggi, muncul sesosok makhluk yang mengerikan. Cryodragon itu memiliki tubuh yang besar dan kekar, ditutupi dengan sisik-sisik es yang tajam dan berkilauan. Sayapnya yang lebar terbuat dari es yang tipis namun kuat, dan matanya yang berwarna biru es menatap mereka dengan dingin dan penuh permusuhan. Raungan keras kembali keluar dari mulutnya yang penuh dengan gigi-gigi setajam pedang.

"Kita harus menghadapinya!" seru Raka, menghunus Pedang Sinar Naga. Cahaya putih kebiruan pedang itu tampak menantang kegelapan dan dinginnya pegunungan es.

Pertempuran sengit pun terjadi di tengah hamparan es yang luas.

Cryodragon itu menyerang dengan kecepatan dan kekuatan yang luar biasa, menyemburkan hembusan napas es yang bisa membekukan apa pun yang disentuhnya. Raka dengan Pedang Sinar Naganya berusaha menangkis serangan-serangan naga es itu, sementara Maya dan Sinta dengan lincahnya menghindari serangan dan mencari celah untuk menyerang balik.

Kakek Badra dengan tongkat kayunya mencoba mengalihkan perhatian naga itu dan memberikan dukungan kepada Raka.

"Sayapnya! Kita harus melumpuhkan sayapnya!" teriak Maya saat Cryodragon itu terbang rendah di atas mereka.

Raka mengangguk dan dengan sekuat tenaga melompat tinggi, menebaskan Pedang Sinar Naganya ke arah salah satu sayap naga es itu. Cahaya pedang itu mengenai sayap naga, membuat retakan besar yang berkilauan di permukaannya. Cryodragon itu meraung kesakitan dan kehilangan keseimbangan saat terbang.

Memanfaatkan kesempatan itu, Sinta dengan cepat memanjat punggung naga yang terhuyung-huyung itu dan menusukkan pedang kecilnya ke leher naga, tepat di bawah kepala esnya yang keras. Cryodragon itu meraung lebih keras lagi, lalu jatuh terhempas ke atas es dengan suara yang menggelegar.

Setelah pertarungan yang melelahkan, Cryodragon itu akhirnya tidak bergerak lagi. Raka dan teman-temannya terengah-engah, merasa lega karena berhasil mengalahkan penjaga yang menakutkan itu.

Di bawah tubuh Cryodragon yang membeku, mereka melihat sebuah gua es yang besar. Di tengah gua, di atas sebuah altar es, bersinar sebuah permata yang sangat indah. Permata itu berwarna biru muda dan memancarkan cahaya yang lembut namun sangat kuat. Jantung Es Naga.

Dengan hati-hati, Raka mendekati altar es itu dan mengambil permata itu. Saat ia menyentuhnya, ia merasakan kekuatan dingin yang luar biasa mengalir melalui dirinya, tetapi kekuatan itu tidak terasa membekukan, melainkan menyegarkan dan memberinya energi baru. Ia tahu mereka telah berhasil mengumpulkan semua artefak suci. Kini saatnya untuk menghadapi Kaldor dalam pertarungan terakhir.

1
anggita
like👍iklan👆. terus berkarya tulis. moga novelnya lancar.
anggita
saran sja Thor🙏, kalau tulisan dalam satu paragraf/ alinea jangan terlalu banyak, nanti kesannya numpuk/penuh. sebaiknya jdikan dua saja.
إندر فرتما
moga bagus ini alur cerita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!