Ketika sedang dihadapkan pada situasi yang sangat sulit, Farida Agustin harus rela terikat pernikahan kontrak dengan seorang pria beristri bernama Rama Arsalan.
Bagaimanakah kehidupan keduanya kelak? Akankah menumbuhkan buih-buih cinta di antara keduanya atau justru berakhir sesuai kontrak yang ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Velza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Saling Merindukan
Dalam sunyinya malam, Farida tak kunjung memejamkan matanya. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, sebuah rasa yang kini kian menyiksanya.
"Kenapa harus begini? Nggak seharusnya aku memiliki perasaan lebih pada Tuan Rama," gumam Farida.
Dia tak menyangka jika interaksinya dengan Rama belakangan ini telah menumbuhkan benih cinta di hatinya. Dia tahu jika perasaannya itu salah sebab pria yang telah menikahinya itu sudah beristri.
"Ini semua salahku, seandainya aku nggak terlalu merespon setiap perlakuan Tuan Rama, rasa ini pasti nggak akan pernah hadir," ucap Farida disela tangisannya.
Sakit, sesak, pedih. Itulah yang dirasakannya saat ini. Tak tahu lagi harus berbuat apa dan bercerita pada siapa. Semua hanya bisa dipendam sendiri dalam hati.
Di sisi lain, rupanya Rama juga tengah merasakan hal yang sama seperti Farida. Dia justru yang lebih dulu menyimpan perasaan pada Farida sejak sarapan yang pertama kalinya di apartemen.
Rama merasa lebih dihargai dan dilayani sebagai seorang suami. Hal yang tak pernah dia dapatkan dari istri pertamanya, Nadia. Bersama Farida, dia merasakan hidupnya jauh lebih berwarna dari sebelumnya.
Ya, dia sadar tak seharusnya membandingkan sang istri dengan Farida yang notabene hanya istri sementara. Namun, dia tak menampik jika yang layak disebut istri adalah Farida.
Akan tetapi, saat kembali mengingat perbuatan Nadia di belakangnya, Rama pun berpikir jika yang lebih pantas menjadi istrinya hanyalah Farida. Meski hal itu sangat mustahil akan terwujud, mengingat adanya perjanjian hitam di atas putih, yang mana saat waktu itu tiba perpisahan di antara mereka akan terjadi.
"Apa aku salah jika ingin mempertahankan hubungan dengan Farida dan mengakhiri hubungan dengan Nadia? Lalu, bagaimana dengan mami? Apa mungkin, mami merestui hubunganku dengan Farida?"
Rama terlihat sangat gelisah, setiap detik bayang wajah Farida selalu berkelebat di pikirannya.
"Lebih baik aku bertanya mami saja dan minta pendapatnya."
**
Benar saja, keesokan paginya Rama langsung menemui sang mami di kediamannya.
"Mami," panggil Rama.
"Nyonya di rumah belakang, Tuan," ujar seorang pembantu yang bekerja di rumah sang mami.
"Oh, iya. Terima kasih."
Rama langsung saja melangkahkan kakinya menuju rumah belakang yang sebenarnya hanya digunakan untuk budidaya tanaman. Kebanyakan tanaman yang dibudidayakan adalah tanaman hias seperti bunga, kemudian ada juga tanaman rempah-rempah di antaranya jahe, kunyit, dan sereh.
"Mami."
Mami Sinta yang sedang menyiram tanaman langsung meletakkan selang yang dipegangnya, saat mendengar suara sang putra.
"Ada apa? Tumben banget pagi-pagi udah ke sini."
"Rama mau cerita, Mi," ucap Rama.
"Cerita apa? Masalah istrimu." Belum juga bicara, Mami Sinta sudah tahu apa yang hendak dibicarakan putranya itu.
"Mami, tuh, sebenarnya peramal atau apa, sih? Belum juga Rama ngomong, udah tahu aja yang mau diomongin."
"Mami udah hafal kelakuanmu. Ke sini kalau lagi ada masalah sama Nadia." Mami Sinta duduk di sofa yang ada di teras sembari menikmati tanaman yang tumbuh subur.
Rama duduk di samping sang mami dan mulai berbicara, "Mi, seandainya Rama mengakhiri hubungan dengan Nadia bagaimana?"
"Maksudnya, bercerai?" tanya Mami Sinta dan diangguki kepala oleh Rama.
"Alasannya?"
Rama menghela napas sejenak, lalu mulai menceritakan semuanya. Tak terkecuali saat dia menerima pesan dari nomor tak dikenal yang mengiriminya foto serta video tak senonoh yang dilakukan oleh Nadia.
"Sekarang kamu tahu sendiri 'kan, kenapa mami selalu meminta kamu melarang Nadia bekerja? Itu hanya akal-akalannya saja supaya bebas berhubungan dengan pria lain," ujar Mami Sinta.
Rama merenungi perkataan sang mami yang sepenuhnya benar. Dia yang selalu memuja Nadia untuk melakukan apa yang diinginkan tanpa melihat akibatnya.
"Iya, Mi. Rama salah sudah mengabaikan nasihat Mami," ungkap Rama dengan tertunduk lesu.
"Semua keputusan ada di tangan kamu, Ram. Mami cuma bisa memberikan dukungan dan doa yang terbaik buat kamu." Mami Sinta menepuk pundak Rama agar putranya itu tak terlalu larut memikirkan kelakuan Nadia.
"Oh, ya, Mi. Ada satu hal lagi yang ingin Rama bicarakan, tapi Rama mohon jangan emosi dulu."
"Apa?" tanya Mami Sinta dengan dahi yang berkerut.
"Sebenarnya, Rama sudah menikah dengan wanita lain."
"Hah? Kamu udah gila, Rama!" teriak Mami Sinta yang tak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Mi, dengerin dulu penjelasan Rama," ucap Rama yang memohon pada maminya yang sudah terlihat siap meluapkan amarah.
Mami Sinta pun menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan untuk meredakan amarah yang siap meledak.
"Ok, jelaskan sekarang tanpa ada yang ditutupi dari mami."
Rama pun langsung menjelaskan awal mula dia menikah lagi, mulai dari pertemuan yang tak sengaja dengan Farida hingga mereka yang memutuskan menikah di atas perjanjian hingga saat ini.
"Astaga, Rama. Mami memang pengen punya cucu, tapi nggak harus mengorbankan wanita lain apalagi dia masih gadis yang usianya dibawah kamu," cerocos Mami Sinta seraya mengurut pelan keningnya.
"Justru itu yang Rama sesali sekarang, Mi. Sekarang Rama sudah terbiasa hidup dengan dia dan Rama nggak bisa jauh terlalu lama."
"Terus mau kamu apa?" tanya Mami Sinta.
"Rama mau mempertahankan dia, Mi. Karena cuma dia yang mengerti Rama, dia yang selalu melayani Rama selayaknya suami tanpa pamrih sedikitpun. Tolong bantu Rama meluluhkan dia, Mi. Setelah masalah Rama dengan Nadia selesai, Rama akan menikahinya secara resmi."
Mami Sinta hanya bisa menggeleng sambil memegangi kepala. Tak menyangka kelakuan putranya bisa sampai menjadikan gadis polos yang tak tahu apa-apa sebagai alat untuk memiliki anak.
"Dia tinggal di mana?"
"Di apartemen yang Rama beli sebelum menikah dengan Nadia."
Mami Sinta mengangguk paham. "Kalau sudah ada waktu luang, mami akan ke sana menemui gadis itu."
......................
Sebulan berlalu, baik Farida maupun Rama hanya bertemu dua kali saja selama seminggu sebab masih dengan perjanjian sebelumnya, yakni secepatnya membuat Farida hamil dan perjanjian pun akan berakhir.
Pagi ini Farida merasa tak enak badan, kepalanya pusing, tubuhnya menggigil karena meriang. Dia hanya bisa berbaring di kamarnya tanpa melakukan aktivitas apa pun.
Namun, Farida mencoba menguatkan dirinya untuk bangun karena harus makan dan minum obat agar cepat sembuh. Baru saja kakinya menginjak lantai, tiba-tiba saja pandangannya menjadi buram dan seketika ambruk.
Mami Sinta berjalan tergesa-gesa menuju apartemen yang ditempati Farida. Hari ini beliau baru sempat mendatangi Farida karena banyaknya kesibukan yang tak bisa ditinggalkan.
Sesampainya di depan pintu, Mami Sinta langsung menekan bel yang ada di dekat pintu, tetapi hingga tiga kali bel ditekan tak kunjung ada yang membuka pintunya.
"Orangnya ada nggak, sih? Udah dari tadi nggak dibuka juga pintunya," gumam Mami Sinta.
Saking lamanya menunggu dan kaki juga terasa pegal karena mengenakan sepatu hak, Mami Sinta memutuskan menghubungi Rama guna menanyakan keberadaan Farida.
"Ram, istri kamu di rumah nggak, sih? Udah berkali-kali mami pencet bel, tapi nggak dibuka juga pintunya."
"Loh, masa, sih, Mi? Semalem Rama sempat chat katanya dia di rumah hari ini. Mami tunggu sebentar, biar Rama hubungi nomornya."
"Ya sudah, cepetan. Kaki mami udah pegel berdiri terus."
Setelah panggilan terputus, Mami Sinta masih berdiri di depan pintu sembari menunggu kabar dari Rama. Namun, tak berapa lama, ponsel Mami Sinta pun berdering.
"Halo, gimana?"
"Ponselnya nggak aktif, Mi. Coba Mami masukin pin kuncinya aja, soalnya Rama mau rapat penting habis ini."
"Iya, berapa pinnya?"
Rama pun memberi tahu sang mami pin untuk membuka kunci apartemen.
"Ram, kok, sepi banget." Mami Sinta memasuki apartemen setelah pintunya berhasil dibuka, dengan masih mengaktifkan panggilan suara dengan Rama.
"Mami coba periksa di dapur, mungkin lagi masak," ucap Rama.
Mami Sinta mengikuti apa yang diucapkan Rama, tetapi lagi-lagi dapur juga tampak sepi.
"Nggak ada, Ram. Gimana? Apa mami pulang aja?"
"Di kamar, Mi. Mami ke sana aja." Kali ini perasaan Rama sudah tak enak saat sang mami yang tak menemukan keberadaan Farida.
Benar saja, saat pintu kamar terbuka, Mami Sinta langsung berteriak saat melihat Farida yang tergeletak tak sadarkan diri di lantai.
"Rama, kamu cepat ke sini sekarang!"
Rama hendak bertanya, tetapi panggilan keburu berakhir karena dimatikan oleh maminya. Dia merasa pasti ada sesuatu yang terjadi di sana. Tanpa menunggu lama, dia langsung menyambar jas yang ada di kursi lalu melenggang pergi menuju apartemen setelah memberitahu Revaldi untuk menghandel rapat hari ini.