dapat orderan make up tunangan malah berujung dapat tunangan.Diandra Putri Katrina ditarik secara paksa untuk menggantikan Cliennya yang pingsan satu jam sebelum acara dimulai untuk bertunangan dengan Fandi Gentala Dierja, lelaki tampan dengan kulit sawo matang, tinggi 180. Fandi dan Diandra juga punya kisah masa lalu yang cukup lucu namun juga menyakitkan loh? yakin nggak penasaran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gongju-nim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
035. Jebakan Jodoh
Seluruh pakaian keduanya di udah berada di lantai, Diandra meringis dengan air mata mengalir merasakan sakit saat Fandi sudah memasukkan seluruh miliknya kedalam milik Diandra. Fandi yang tidak tega melihat Diandra kesakitan sebenarnya ingin berhenti namun Diandra mengatakan agar Fandi meneruskannya.
"I love you Diandra, i love you." Fandi mencium seluruh wajah Diandra tanpa henti, bibirnya terus menggumamkan kata cinta pada Diandra.
Fandi menjadi yang pertama bagi Diandra, dan Diandra menjadi yang pertama bagi Fandi. Walau jalan keduanya salah, Fandi berharap ini akan menjadi awal yang baik bagi keduanya. Persetan dengan semua hal, Fandi dan Diandra berbagi peluh bersama. Berjam-jam saling menjamah dan mendesah bersama.
Fandi merokok di balkon, pikirannya menerawang jauh. Mengapa dengan Diandra dirinya bisa kelepasan sedangkan dengan Hilda dirinya bisa tahan iman. Fandi pria tulen yang bisa merasakan hasrat, beberapa kali juga dirinya sempat tergoda dengan dengan bujuk rayu Hilda namun masih bisa ditahan. Tapi dengan Diandra, sama sekali tidak. Diandra bahkan tidak mengeluarkan jurus bujuk rayu aneh-aneh seperti Hilda, namun mampu melumpuhkan seluruh kesadarannya.
Sebuah panggilan masuk kedalam ponselnya, kurir yang membawa pesanannya sudah di bawah sana. Fandi mematikan rokoknya dan masuk kedalam kamar, memakai kembali baju serta celana jeans-nya. Diandra sama sekali tak terusik dengan suara pintu dan kegiatan Fandi. Fandi memperbaiki selimut yang melorot menampilkan baju mulus Diandra yang sekarang sudah di penuhi dengan tanda berwarna merah kehitaman, sepertinya akan lama hilang. Fandi tersenyum lagi lalu mengecup pelan kening Diandra, dibukanya dompet Diandra diatas nangkas dan diambilnya kartu akses untuknya masuk nanti.
Diandra terbangun ketika mencium baru harum makanan ketika Fandi masuk kedalam kamar sambil membawa sekantong penuh makanan, mengingat tidak ada bahan makanan yang bisa di masak, Diandra yakin Fandi pasti memesan lewat aplikasi.
"Ayo makan dulu." Fandi menaruh kantong di atas lantai yang dialasi karpet depan tv kamar Diandra.
"Jam berapa?" Diandra bertanya dengan suara serak khas bangun tidur, badannya terasa remuk. Fandi menghajarnya habis habisan.
"Jam setengah sepuluh." Jawab Fandi setelah memeriksa ponselnya.
Pantas saja perutnya sudah keroncongan padahal baru bangun tidur, setelah makan siang tadi Diandra belum ada makan lagi. Pergulatan panjang bersama Fandi memakan habis seluruh tenaganya. Bahkan Diandra lupa jam berapa mereka berhenti karena Diandra sudah tepar duluan. Diandra mencoba duduk, bagian bawahnya sangat sakit. Diandra melihat kearah kaca yang sudah menampilkan kegelapan malam. Wajahnya sedikit memerah mengingat mereka juga melakukan itu di dekat jendela tadi.
"Baju aku mana?" Diandra menatap pada Fandi, karena lelaki itu yang melemparnya tadi.
Dengan sigap Fandi mencari baju Diandra beserta perintilannya yang lain, bahkan lelaki itu dengan santai menenteng dalaman Diandra. Diandra yang melihat tangan Fandi membawa barang pribadinya menjadi malu, wajahnya semakin memerah.
"Mau di pakein?" Tanya Fandi ketika sudah duduk diatas ranjang menghadap pada Diandra menyodorkan baju pada wanita yang terduduk sembari menahan selimut di dadanya.
"Nggak usah, sana aku mau pake baju." Usir Diandra, matanya bahkan tidak berani menatap Fandi.
"Orang aku udah liat semuanya, jelas banget lagi." Ujar Fandi, wajahnya merenggut pada Diandra yang mengusirnya keluar.
Diandra mendelik pada Fandi, jawabannya itu sangat diluar nalar namun benar. Fandi yang tak bisa berkutik dihadapan Diandra segera menyingkirkan untuk duduk bersila memunggungi Diandra di bawah membiarkan wanita itu memakai bajunya. Fandi mengeluarkan satu persatu makanan yang dibelinya. Mulai dari nasi goreng, bakso, mie ayam dan masih banyak lagi.
Diandra sudah selesai memakai baju, meski harus menahan sakit ketika bergerak, dirinya tetap memakai baju tanpa bantuan Fandi. Fandi berbalik ketika mendengar ringisan Diandra yang cukup keras ketika turun dari ranjang. Hendak bangkit namun Diandra lebih dulu menghentikannya.
"Aku bisa sendiri. Tunggu disitu!" Diandra mengepalkan tangannya dan mulai mencoba berdiri.
Setelah beberapa kali mencoba Diandra pun bisa, kini dirinya hanya tinggal melangkah saja. Satu langkah, dua langkah, tiga langkah, di langkah yang ke lima Diandra sudah tidak sanggup lagi. Dirinya bahkan tidak bergerak sama sekali, hanya bergerak kurang lebih satu meter dari tempatnya berdiri tadi.
"Iki bisi sindiri." Fandi memonyongkan bibirnya menirukan suara Diandra.
Fandi bergegas mendekati Diandra dan dengan santai mengangkatnya ala bridal kemudian membawanya untuk duduk di karpet. Bahkan jaraknya sama sekali tidak jauh, namun bagi Diandra terasa sangat sauh, seperti memutari kota.
"Gara gara kamu juga." Diandra berujar sebal pada Fandi yang masih terus mengejeknya.
"Iya iya, maaf ya sayang." Fandi berkata dengan lembut, "Kamu mau makan apa?" Tanya Fandi.
"Nasi goreng paling akhir, aku mau bakso dulu." Diandra menunjuk bakso yang masih di bungkus dengan plastik bening, "Mangkok sama piringnya mana?" Diandra bertanya dengan lembut namun ditelinga Fandi terdengar mematikan.
Fandi hanya menyengir tanpa dosa pada Diandra, lalu segera bergegas mengambil mangkok, piring, serta sendok dan garpu sebelum Diandra mengomel panjang lebar. Auranya sangat menakutkan jika Diandra marah. Dengan berlari Fandi tak memakan waktu hingga semenit, mangkok, piring, sendok dan garpu sudah ditangannya. Untuk gelas, Fandi sudah memesan teh es dan es jeruk yang langsung dikemas kedalam cup. Keduanya makan dengan tenang, tak butuh waktu lama. Semua makanan yang masing-masing dibeli satu porsi habis tak bersisa kecuali martabak milik Diandra yang masih tersisa setengah karena wanita itu sudah tidak kuat menghabiskannya.
"Mau mandi?" Tanya Fandi setelah membereskan makanannya keduanya, sisa martabak Diandra sudah masuk ke dalam perut Fandi.
"Enggak, ngantuk." Diandra menguap kecil.
"Jorok." Fandi memandang Diandra sinis.
"Biarin, orang kamu tetap nyosor." Diandra berkata cuek.
Fandi yang mendengarkan malah tersipu, wajahnya memerah sampai ke telinga. Sedangkan Diandra malah tampak biasa saja. Fandi tadi sudah menyiapkan diri jika bangun Diandra akan menghajar dirinya sampai habis tak berbentuk.
"Lusa kamu ikut aku ke acara tunangan sepupu aku ya." Ujar Fandi lalu bangkit membawa kantong berisi sampah untuk dibuang ke tempat sampah di pojok kamar Diandra.
"Aku?" Diandra menunjuk dirinya sendiri, "Lusa besok banget?" Ujar Diandra, matanya memperhatikan Fandi yang sudah berjalan kearahnya lagi.
"Iyaa. Ada acara?" Fandi bertanya memastikan, takut Diandra ada acara.
"Enggak." Diandra menggeleng, lalu menganggukkan kepalanya, "Bisa. Pake baju apa?"
"Cream atau gold sih dress code nya. Kamu ada? Kalo nggak ada besok kita beli dulu." Ujar Fandi, lalu kembali duduk bersama Diandra di karpet.
"Ada kok, yang cream." Ujar Diandra lalu kembali menguap, lebih lebar dari yang tadi.
"Oke, aku jemput jam 7." Fandi berujar sembari tangannya menutup mulut Diandra yang menguap, "Sana tidur lagi." Ujar Fandi sembari mengelus lembut rambut Diandra.