Di kota Plaguehart, Profesor Arya Pratama melakukan eksperimen berbahaya untuk menghidupkan kembali istrinya, Lara, menggunakan sampel darah putrinya, Widya. Namun, eksperimen itu gagal, mengubah Lara menjadi zombie haus darah. Wabah tersebut menyebar cepat, mengubah penduduk menjadi makhluk mengerikan.
Widya, bersama adiknya dan beberapa teman, berjuang melawan zombie dan mencari kebenaran di balik wabah. Dengan bantuan Efri, seorang dosen bioteknologi, mereka menyelidiki lebih dalam, menemukan kebenaran mengerikan tentang ayah dan ibunya. Widya harus menghadapi kenyataan pahit dan mengambil keputusan yang menentukan nasib kota dan hidupnya.
Mampukah Widya menyelamatkan kota dengan bantuan Dosen Efri? Atau justru dia pada akhirnya ikut terinfeksi oleh wabah virus?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widya Pramesti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria Misterius
Di markas militer yang terletak di perbatasan kota PLAGUEHART, di sebuah ruang kendali yang sangat canggih, pria misterius itu tetap duduk dengan tenang di kursi putarnya. Mata tajamnya menatap layar besar yang menampilkan rekaman langsung dari sorot mata Laura. Layar itu memperlihatkan bagian dalam truk, sebuah chip kecil yang tertanam di bawah kulit Laura, terhubung langsung ke sistem sarafnya. Chip itulah yang mengendalikan pergerakan pada tubuh Laura, sebelum dirinya terinfeksi.
Sebuah senyuman licik merekah di wajah pria itu. "Ini hanya permulaan, Widya," bisiknya pada dirinya sendiri. "Sebentar lagi kita akan bertemu. Dan aku akan buktikan bahwa darahmu sangat berguna."
Seiring dengan senyum licik itu, pria misterius itu menatap lebih dalam ke layar, menilai setiap gerakan Laura yang semakin tidak terkendali. "Sabar sedikit, Laura. Saat fajar menyingsing, semuanya akan menjadi milikku," lanjutnya, suara rendahnya menggema dalam ruangan yang hening. "Tapi... kamu harus melewati mereka semua sebelum itu. Mereka hanya alat dalam permainan besar ini."
Tiba-tiba, sebuah suara telepon genggam yang tergeletak di atas meja memecah konsentrasi pria itu. Ia meraih teleponnya dengan gerakan cepat dan menekan tombol jawab. "Hallo!" serunya dengan suara tegas.
Dari ujung telepon, terdengar suara Komandan Carlos, yang memimpin Defensive Tim. "Izin, Pak. Apakah kami boleh bergerak ke titik utama sesuai instruksi?" tanya Carlos dengan nada penuh kepercayaan.
Pria misterius itu hanya tersenyum miring. "Kalian bisa bergerak saat fajar menyingsing. Pastikan semuanya siap, dan bergerak ke titik yang sudah diperintahkan," jawabnya, tegas. "Kalian harus segera membawa mereka semua ke tempat ini."
Carlos yang mendengar instruksi tersebut langsung mengonfirmasi, "Baik, Pak. Kami akan bergerak. Beberapa helikopter sudah siap diberangkatkan menuju titik utama."
Tanpa menunggu lama, pria misterius itu menutup telepon dengan satu gerakan cepat. Ia menyandarkan pundaknya pada kursi putar, menghubungkan kedua tangannya, dan dengan tenang memutar jari-jarinya. Senyuman licik tak pernah hilang dari wajahnya. "Begitu semuanya terkumpul di sana," gumamnya, suaranya penuh kegilaan dan ambisi. "Aku akan ambil kalian semua untuk bahan eksperimenku berikutnya."
Sementara itu, di truk militer yang melaju kencang, Wilona sedang berusaha dengan hati-hati menyembuhkan luka di lengan Anna, yang hampir terinfeksi. "Ini mungkin akan sedikit sakit," katanya, mengambil satu buah peluru yang tertancap pada salah satu lengan Anna, menggunakan peralatan medis yang terbatas pada kotak medis yang kecil. Sedangkan Anna, mengangguk, menahan rasa perih yang mendalam, saat Wilona hendak mencabut peluru tersebut.
Dalam beberapa detik, peluru itu berhasil si keluarkan. Wilona, segera membersihkan lukanya, dan membalut luka Anna, karena darahnya terus mengalir deras, menutupi setengah lengannya.
Namun, bau darah yang menguar dari lengan Anna membuat Laura tidak bisa lagi menahan dirinya. "Bau darah ini... kenapa semakin membuat diriku tidak bisa menahan rasa kelaparan?" gumamnya, di dalam hati.
Laura berusaha menahan rasa nafsunya, menutupi urat-urat ungu-biru yang semakin menonjol parah pada wajahnya yang terselubung topi. Dan sebuah taring tajam, mulai mencuat perlahan dari bibirnya. Kemudian, dia terus menunjukkan wajahnya, agar tidak ada yang menyadari hal tersebut.
Namun, di saat Wilona selesai mengobati dan membalut luka Anna. Tiba-tiba, Laura semakin berubah mengerikan. Dia mengangkat dagu dan kepalanya, menoleh ke arah Anna yang berada di dekat Wilona dengan gerakan pelan.
Laura berusaha menahan diri, namun hawa nafsu untuk melahap yang berada di dekatnya, Anna, begitu kuat. Sehingga, geraman rendah namun mengerikan, terdengar jelas dari tenggorokannya dan wajahnya kini kembali terdistorsi.
Semua anggota militer di dalam truk terkejut, mundur serentak, melihat Laura kini seperti zombie. "Laura!" seru mereka serentak, dan berpikir jika Laura baru saja terinfeksi.
Tanpa aba-aba, Laura melompat cepat ke arah Anna. Namun detik itu, Gio dengan reflek cepat, mendorong tubuh Laura ke dinding truk menggunakan ujung senjatanya. Laura terhantam keras, tetapi dalam hitungan detik, dia bangkit kembali, menoleh dan menatap Gio dengan amarah yang membara.
Laura menghujamkan kuku-kuku tajamnya itu ke udara, siap untuk menerkam Gio. Tanpa ragu, dengan gerakan cepat, dia melompat menuju Gio. Terjatuh, beruntung Gio menahan Laura dengan senjatanya. Sedangkan Jack, yang berdiri tak jauh dari Gio, segera memukul kepala Laura dengan senjatanya. Pukulan keras itu membuat kepala Laura terhuyung ke samping, namun dirinya langsung bangkit kembali.
Gio, yang juga kembali bangkit dan mempunyai kesempatan. Tanpa ragu, mengangkat senjatanya. Dalam hitungan detik, dia menarik pelatuk, menembak ke arah Laura yang hendak melompat lagi ke arahnya.
Tapi, peluru itu meleset. Tembakan demi tembakan dilepaskan, tetapi semuanya meleset. Gio, dengan emosi yang mulai meluap, mengumpat, ketika pelurunya habis begitu saja. "Sial!" umpatnya, menarik pelatuknya yang kini terasa ringan.
Sementara itu, dia bagian depan truk, Arif dan Bryan saling memandang cemas. Mereka mendengarkan suara tembakan yang mengejutkan lamunan mereka. "Dari mana suara tembakan itu?" tanya Arif, yang tampak cemas. Bryan, yang sedang mengemudi, membalas ragu. "Sepertinya dari belakang truk..."
Khawatir, Arif mencoba menghubungi anggota lain melalui Earpiece. Namun, tidak ada jawaban. Tembakan keras kembali terdengar dari belakang truk. Tanpa berpikir panjang, Arif menatap jendela pintu truk, membukanya dan meloncat keluar. Dalam sekejap, dia memanjat ke sisi truk yang masih melaju kencang. Tangan dan kakinya bergerak gesit, kemudian memanjat atap truk dengan lincah, tubuhnya terayun ringan di antara gerakan yang terkoordinasi dengan sempurna, serta berusaha mencari tahu apa yang terjadi.
Di atas truk, Arif dengan cepat merangkak ke belakang, berbaring datar untuk mengintip ke dalam truk. Matanya terbuka lebar, saat melihat Laura yang di angkut dari toko baju, ternyata sudah berubah menjadi zombie.
Laura yang terus menahan tubuhnya yang dihujani peluru oleh Gio, bersiap melompat ke arahnya lagi, di saat peluru pada senjatanya habis. "Apa hanya segitu, caramu membunuhku?" ejek Laura, bertanya dengan suara yang serak.
Tanpa perhitungan, Laura tiba-tiba melompat, menerkam Gio. Namun, dalam detik itu, Arif juga melompat dengan gerakan cepat, masuk ke dalam truk tepat ketika dirinya hampir mencapai Gio. Dengan satu tendangan yang kuat dan terukur, Arif menendang keras kepala Laura, membuatnya terpelanting ke samping. Suara benturan itu menggemparkan suasana di dalam truk.
Laura terjatuh, namun sekejap kemudian, dia kembali bangkit dengan marah. Perlahan, kepalanya memutar, menatap Arif dengan penuh kebencian karena telah menghalanginya. Tanpa kata-kata, Laura tiba-tiba menggeram, berlari dengan gerakan kaku ke arah Arif yang berdiri tegak di ujung truk.
Dalam sekejap, Laura berlari dengan gerakan kaku dan mencengkram leher Arif tanpa ampun dengan satu tangan, dan mengangkat tubuh Arif ke udara. Terkejut, semua anggota militer yang ada di dalam truk berteriak panik.
Arif terkejut dan tercekik, napasnya terhenti sejenak. Rasa sesak di tenggorokannya membuat Arif berjuang, kakinya berusaha menendang ke segala arah, tapi cengkraman Laura semakin kuat. Anggota lain terkejut, mereka hanya bisa berdiri terdiam, panik melihat komandan mereka dalam bahaya.
Wilona, yang melihat pemandangan itu, langsung melangkah maju. "Lepaskan komandan kami, Laura!" teriaknya dengan suara penuh amarah dan keberanian. Namun, Laura hanya tertawa, cengkramannya semakin kuat.
"Serahkan anak itu dan Widya!" ancam Laura dengan suara yang penuh kebencian. "Jika kalian tidak mau melihat komandan kalian mati di sini!"
Terkejut, semuanya saling berpandangan, bingung, saat Laura menyebutkan nama Widya. Namun, Wilona menarik tubuh Anna yang semakin ketakutan, ke belakang tubuhnya. "Kami tidak akan menyerahkan anak ini ataupun Widya! Lepaskan komandan kami!" teriak Wilona dengan suara lantang.
Tapi, Laura membalasnya dengan tertawa kecil, namun suaranya seram, lalu berkata. "Baiklah kalau begitu, kalian semua akan melihat pertunjukan yang menarik."
Tanpa ragu, dia mulai mengeratkan cengkramannya pada leher Arif, siap melemparkannya ke luar truk. Namun di sisi lain, di waktu bersamaan, Widya yang sedang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, mendengar suara tembakan dari kejauhan menggema di udara dan merasakan firasat buruk.
"Kenapa truknya ketinggalan jauh?" katanya bertanya pada diri sendiri, menatap spion, dan tidak terlihat truk militer sama sekali di belakangnya.
Tanpa berpikir panjang, dia berbalik arah dan melaju cepat menuju truk yang ketinggalan jauh. Widya menendang pedal gas motor Harley-nya lebih dalam, menembus jalanan dengan kecepatan luar biasa. Angin yang menerpa wajahnya hanya membuatnya semakin fokus, dan akhirnya dari kejauhan truk itu mulai terlihat.
Dengan sigap, Widya meluncur kembali ke belakang truk. Mesin Harley itu meraung saat dia membelokkan setang dengan kecepatan luar biasa, nyaris melayang dari jalanan. Suara mesin yang menggelegar, bergema di sekitar mereka, mengalihkan perhatian Laura yang masih mengangkat tubuh Arif dengan sebelah tangannya, dan hendak melemparnya keluar.
Begitu motor Harley Widya semakin mendekat di belakang truk, dirinya terkejut. "Arif!" serunya, bergeming sejenak. Namun, Laura semakin tertawa licik, melihat Widya muncul di hadapannya.
"Akhirnya kau muncul kembali di hadapanku, Widya!" seru Laura, tapi Widya menatap marah ke arahnya, dan sangat terkejut jika wanita bertato yang sudah menjadi zombie di dalam toko baju, kini ada di belakang truk, tanpa dia sadari dari awal.
"Lepaskan dia!" teriak Widya, terus menarik pedal gas motornya untuk semakin dekat ke tubuh Arif yang terangkat di udara.
Laura hanya menggelengkan kepalanya, tertawa dengan mengejek. Dalam hitungan detik, tiba-tiba dia melepas cekikan di leher Arif dan melemparkan tubuhnya ke luar truk. "Sersan!" teriak anggota lainnya dengan panik.
Tanpa berpikir panjang, Widya melompat dari motornya dan menangkap tubuh Arif yang hampir terlempar keluar. Mereka berdua jatuh bersama di jalan, berguling sejauh beberapa meter, namun truk masih melaju kencang di depan mereka.
Sedangkan Gio, yang emosinya mulai mendidih saat melihat tubuh komandannya di lempar oleh Laura. Dengan cepat, dia meraih senjata Jack yang di sebelahnya. Tanpa menunggu lama, Gio menarik pedal senjata.
Dalam detik itu, tiba-tiba terdengar suara tembakan teras. Ternyata, peluru itu tepat sasaran, mengenai kepala Laura dari arah belakang. Tubuhnya terhenti sejenak, tidak ada pergerakan sama sekali. Namun, di waktu bersamaan, Bryan yang sedang menyupir, terkejut mendengarkan suara tembakan lagi yang semakin keras dari belakang truk.
Bryan menekan pedal rem, dan truk itu berhenti mendadak, membuat anggota tim yang ada di dalamnya terhuyung-huyung, berusaha menyeimbangkan diri. Tapi, saat itu juga tubuh Laura terjerembab ke aspal, terkulai tanpa bergerak.
Btw FIGHTING!!