Apa jadinya ketika dua orang insan yang terkenal tidak pernah akur tiba-tiba menikah, imbas dari keisengan seorang gadis bernama Putri Inayah yang ingin membalas kekesalan pada musuh bebuyutannya Devano putra Fathariano.
Akankah pernikahan keduanya kandas atau justru waktu bisa menumbuhkan rasa cinta diantara keduanya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka dibalik sikap ceria seorang Inayah.
Setelah cukup lama mengobrol bersama ayahnya, Devano kembali ke kamar. pria itu terlihat duduk bersandar pada sandaran sofa double, sementara pandangannya tertuju pada sang istri yang masih terlelap.
Devano sungguh tidak menyangka, ternyata dibalik senyum ceria Inayah selama ini banyak tersimpan luka. Mulai dari kehilangan ibu kandungnya hingga mendapatkan ibu tiri yang tidak pernah memperlakukan dirinya dengan baik.
"Mas akan berusaha semampu mas untuk membantu kamu, Nay. Jangan pernah merasa sendiri, karena mas akan selalu di sini bersama mu." gumam Devano, sebelum sesaat kemudian beranjak menuju tempat tidur, ikut merebahkan tubuhnya di samping sang istri. Devano yang semalam ikut terjaga, lantas ikut memejamkan mata seraya memeluk tubuh istrinya dari belakang.
Beberapa jam berlalu.
Inayah baru terjaga pukul sebelas siang. Senyumnya terukir ketika menyadari keberadaan tangan besar suaminya yang memeluknya. Ia membalikkan badan menghadap ke arah Devano yang masih terlihat memejamkan mata. Posisi Devano yang masih memejamkan mata di jadikan Inayah sebagai kesempatan untuk memandang wajah pria itu sepuasnya. "Kenapa dulu aku tidak pernah sadar ya, kalau mas Deva itu sangat tampan???." lirih Inayah seraya membingkai wajah suaminya dengan telunjuknya, Inayah melakukannya dengan hati-hati jangan sampai pria itu menyadari apa yang dilakukannya. "Mungkin karena sikapnya yang selalu menyebalkan, sampai-sampai aku tidak menyadari ketampanannya." sambung Inayah, masih dengan nada lirih.
Tiba-tiba saja Devano membuka matanya, membalas tatapan istrinya seraya berkata.
"Sudah puas menatap wajah tampan suami kamu ini???."
"Haaaahhhh." Inayah tersentak. "Kamu nggak beneran tidur, mas???." Inayah hendak menjauhkan tubuhnya namun urung di saat Devano lebih dulu menariknya ke dalam pelukan. Wajah Inayah merona, malu ketahuan diam-diam memandangi wajah suaminya.
Devano nampak tersenyum gemas. "Mas baru meluk doang Loh ini Nay, tapi tubuh kamu sudah gemetar kayak gini" ujar Devano dengan nada menggoda.
Wajah Inayah semakin merona, apalagi irama jantungnya pun ikut bertalu-talu.
Devano berbicara di dekat telinga Inayah. "Kalau mas pengen, boleh nggak, sayang???." irama jantung Inayah semakin tak terkontrol mendengarnya.
"Kalau nggak dibolehin, mas juga nggak akan maksa, Nay." kalimat mujarab yang diucapkan Devano sepertinya mampu membuat Inayah merasakan rasa bersalah karena sudah mengabaikan kebutuhan biologis suaminya.
"Kalau mas pengen, nggak mungkin aku menolaknya, mas." jawaban Inayah laksana angin segar ditelinga Devano. pria itu tersenyum manis, secara tidak langsung istrinya itu sudah mulai menerima pernikahan mereka dengan hati terbuka, hingga kejadian yang terjadi diantara mereka malam itu tak lagi dapat dihindarkan.
"Terima kasih, sayang." Devano mengecup kening Inayah dengan penuh kasih sayang setelah berhasil menyemburkan be_nihnya di rahim sang istri.
Inayah meresponnya dengan anggukan.
Jujur, saat ini Inayah masih belum sepenuhnya yakin jika Devano telah melupakan Zena. Tetapi hal itu tak terlalu dipikirkan oleh Inayah, bukankah saat ini ia adalah istrinya Devano dan Devano adalah miliknya lalu apalagi yang harus dikhawatirkan. Bukankah menghibur diri sendiri akan lebih baik ketimbang berpikir negatif terhadap pasangan kita. Setidaknya begitu pikiran Inayah saat ini.
"Mas..." Inayah menoleh ke arah Devano yang telah merebahkan tubuh di sisinya.
"Ada apa, sayang???."
"Boleh nggak kalau sore ini aku berkunjung ke makam mama???." meski ia bisa kapan saja berkunjung ke makam ibunya, namun Inayah tetap mengedepankan adab dengan meminta izin lebih dulu dari suaminya.
"Tentu saja boleh, Nay." Jawab Devano sambil mengelus puncak kepala Inayah. "Nanti mas anterin ya, ke makam mama." sambung Devano.
"Makasih, mas."
"Sama-sama, sayang."
"Sebaiknya sekarang kamu mandi terus kita turun untuk makan siang. tapi sebelum ke makam mama kita ke rumah sakit terlebih dahulu untuk melihat kondisi papa, Nay." saran Devano, dan Inayah setuju.
Selesai makan siang, Devano dan Inayah kemudian bertolak menuju rumah sakit.
Kurang lebih empat puluh menit kemudian, mobil Devano pun tiba di rumah sakit.
"Apa hari ini nyonya Diana datang berkunjung???." setibanya di kamar perawatan ayahnya Inayah, Devano bertanya kepada pak Darwis.
"Tidak, tuan." jawab pak Darwis apa adanya.
"Akan lebih baik jika wanita jahat itu tidak datang ke sini." Inayah ikut mengutarakan komentarnya.
Beberapa jam berlalu.
"Sebaiknya sekarang kita segera berangkat ke makam mama, Nay." mengingat waktu hampir petang, Devano lantas mengajak Inayah untuk segera mengunjungi makam ibunya, dan Inayah pun setuju.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya mereka pun tiba di area pemakaman umum. Setelah kurang lebih lima menit berjalan kaki, mereka pun tiba di samping pusara ibunya Inayah.
Inayah terlihat berjongkok di samping makam ibunya. "Hari ini Inayah nggak datang sendiri mah. Inayah datang ke sini bersama suaminya Nay." Dengan kedua bola mata yang nampak berkaca-kaca, Inayah berujar di samping pusara ibunya.
"Seandainya saat ini mama masih ada, papa pasti tidak akan menikah dengan wanita jahat itu, dan kondisi papa pasti tidak akan seperti ini, mah." Air mata yang sudah beranak sungai di pelupuk mata, kini luruh sudah membasahi wajah cantik Inayah.
Devano yang saat itu ikut berjongkok di samping istrinya sontak saja mengusap lembut punggung Inayah ketika melihat istrinya itu mulai menitihkan air mata.
"Sejujurnya saat ini Nay takut, mah. Nay takut jika sampai papa juga akan pergi meninggalkan Nay, sama seperti mama. Nay takut sendirian di sini, mah." Inayah semakin terisak ketika mengutarakan isi hatinya.
"Jangan bicara seperti itu, Papa pasti akan baik-baik saja, sayang!!." Devano berusaha mengurangi kesedihan istrinya, walaupun ia sendiri tak yakin dengan ucapannya, mengingat hingga detik ini belum banyak perkembangan terhadap kondisi kesehatan ayah mertuanya.
Tanpa disadari oleh Devano dan juga Inayah, ada seorang wanita yang saat itu juga tengah mengunjungi makam orang tercintanya, sedang memandang ke arah mereka dengan tatapan penuh kebencian, bahkan kedua tangan wanita itu nampak terkepal dengan sempurna di saat menatap keduanya.
Setelah hampir petang berada di makam ibunya Inayah, di tambah lagi dengan cuaca yang sedikit mendung, Devano lantas mengajak Inayah untuk segera meninggalkan area pemakaman.
**
Setelah seharian berkutat dengan pekerjaan barunya, akhirnya Zena pun bersiap untuk pulang. Namun sebelum pulang ia berencana pergi ke rumah sakit untuk menjenguk ayahnya Inayah.
Setibanya di area basemen, Zena segera masuk ke mobilnya, menyalakan mesin mobil kemudian perlahan menginjak pedal gas. baru beberapa meter mobilnya melaju, Zena merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan mobilnya. Untuk memastikan, Zena lantas turun dari mobil.
"Kenapa ban mobilnya pake bocor segala sih..." Zena nampak mengoceh setelah memastikan kondisi mobilnya. "Mana aku lupa bawa ban serep." sambung Zena yang mulai bingung, apalagi suasana basemen saat ini hampir sepi.
"Zena..." suara bariton milik seseorang berhasil mengalihkan perhatian Zena ke sumber suara.
"Pak Alex." setelah mengetahui jika ternyata Alex merupakan kepala divisi tempatnya bekerja, Zena merasa sangat tidak sopan jika ia memanggil Alex hanya dengan sebutan nama saja.
Alex turun dari mobilnya. "Sepertinya ban mobil kamu bocor, Zen." komentar Alex setelah memastikan kondisi ban mobil Zena.
"Sepertinya begitu, pak." jawab Zena.
Karena Zena lupa membawa ban serep maka Alex pun menawarkan tumpangan pada gadis itu. Awalnya Zena menolak, selain tidak ingin merepotkan ia juga masih ingin mampir ke rumah sakit untuk menjenguk ayahnya Inayah. Karena Alex terus memaksa mau tak mau Zena pun menceritakan tentang kondisi ayahnya Inayah yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit, dan ia berniat untuk menjenguknya.
"Ya sudah bareng aja ke rumah sakitnya." bukannya pergi setelah Zena menolak secara halus, Alex justru menawarkan diri untuk pergi ke rumah sakit bersama-sama.
Zena yang tidak ingin menyinggung perasaan Alex karena terus menolak, pada akhirnya menerima tawaran pria itu untuk pergi bersama untuk menjenguk ayahnya Inayah.
nahh jgn2 Zev liat Zena sm Alex, smg bisa sadar sm perasaannya setelah liat Zena sm cwo lain
Semoga Zeva gelisah ya liat Zena didekati cowok lain...
wah alex selalu dtng di waktu yg tepat,ntar ada yg cemburu loh zena,,,,ntar ngamuk tuh zeva
yang sabar naya,,suami lagi berusaha cari tau penyebab jatuhx papamu
terbiasa di kagumi dinomor 1 kan tetiba Zena pindah haluan otomatis kamu nya kecarian Zeva...
ntar pasti kamu merasa kesal Zena dekat ma cowok lain...
jgn kasi hatituh laura,dia pnx niat busuk.
tambah sweeet aja si deva sama istrix
lebih baik diceritakan semuanya...
untungnya saat keadaan kyk gini hubungan Inayah sm Dev udh membaikk, jd bisa saling support