NovelToon NovelToon
Ti Amo ("Buka Hatimu Untukku")

Ti Amo ("Buka Hatimu Untukku")

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Contest / Romansa-Percintaan bebas
Popularitas:45k
Nilai: 5
Nama Author: monica mey melinda

Sejak kecil, Liliana sudah menaruh hati dan cintanya pada sahabatnya yaitu Andika. Namun, pria itu tak pernah menganggapnya Liliana sebagai cintanya.

Andika memiliki tunangan yang meninggal karena sakit. Ia tak bisa melupakan sang tunangan. Rasa cinta yang besar membuatnya tak bisa berpaling dari wanita manapun.

Rendi, sahabat sekaligus kakak kelasnya mencintai Liliana sejak kecil tanpa pamrih. Ia selalu ada untuk Liliana bahkan saat wanita itu mengalami keterpurukan akibat ulah Andika.

Rendi membawa Liliana menghindar dari Andika dan memulai kehidupan baru di luar negeri. Beberapa tahun kemudian, Liliana membawa gadis kecil yang cantik.

Namun sayangnya, sang anak menderita sakit parah dan membutuhkan darah yang cocok dengan gadis kecil tersebut. Liliana dilema.

Lalu siapa ayah kandung sang anak? Mampukah Liliana menguatkan hati ketika sang anak divonis tak bertahan lama hidup di dunia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon monica mey melinda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 35 Akhir Segalanya

Part ini bagian terakhir ya. Mohon maaf jika selama ini banyak kekurangan ya. Di bab ini saya menulis 21++ tapi tidak seseram yang lainnya. Maaf karena saya tidak bisa merangkai kata adegan dewasa.

°°°°

"Kamu gugup, Li?"

Andika meremas jemariku lalu menciumnya. Di saat seperti ini, siapa yang tidak gugup? Sekarang kami sudah sah menjadi suami istri.

"Tidak kok," sanggahku memalingkan wajah menghadap meja rias.

"Jangan berbohong. Wajah kamu itu menunjukkan kegugupan," ucap Andika tersenyum dan menangkup wajahku.

Tatapan yang teduh dan senyumannya yang hangat mampu membuat seluruh tubuhku bergetar. Ini adalah malam pertama kami sebagai sepasang pengantin walau sebenarnya bukan. Kami pernah melakukanya, tetapi saat itu Andika tak menyadari kehadiranku.

"Apa terlihat jelas di wajahku, ya?"

Pertanyaan bodoh yang aku ajukan. Tentu saja Andika bisa melihat dan mengetahui semua hal tentang diriku sejak kecil. Aku merasakan bibir Andika menciumku sekilas lalu mengecup keningku dengan lembut.

"Maaf kalau aku pernah menyakitimu dan sering melukaimu, Li."

"Jangan bicara seperti itu, Dika. Aku sudah melupakan dan memaafkan semuanya," jawabku pelan seraya menatap matanya yang tiada henti melihatku terus.

Jika melihat Dika sekarang, aku mendapati sosoknya yang sudah lama hilang. Pria di depanku ini menjelma menjadi Andika di masa sekolah. Ia begitu memanjakan dan melindungiku bagai seorang penjaga. Sampai Jo mengatakan kalau ia bukan sahabatnya karena perubahan drastis.

"Aku menyesali semua tindakanku padamu dulu dan tak bisa memaafkan kesalahan tersebut."

Aku menggeleng dan tersenyum padanya, bagiku sekarang adalah menatap masa depan bersamanya bukan melihat ke belakang lagi. Sama seperti halnya sebuah lagu, masa lalu biarlah menjadi masa lalu.

"Aku mencintaimu, Dika. Dulu hingga sekarang dan aku tak menyesal telah memilih dirimu sebagai suami," ucapku menciumnya dengan cepat. Aku tersipu malu mendapati diriku yang mulai berani.

"Kamu menggodaku ya?"

Andika tertawa dan melihatku dengan tatapannya yang dalam. Jemarinya kini ada di sudut bibirku, mengusapnya lembut lalu perlahan ia mulai menciumku. Kami bagai singa kelaparan yang belum diberi makan. Sungguh aku merasakan detak jantung yang berdebar.

"Boleh aku---?" Pandangannya terarah ke bagian tubuhku yang sensitif. Aku tahu maksudnya.

"Kalau kamu tak siap. Aku tak akan memaksa," ujarnya pelan.

"Lakukan saja, Dika. Aku siap melakukannya malam ini." Dengan suara pelan, aku berkata seraya mengangguk.

"Terima kasih, Liliana-ku."

Perlahan, tangannya membuka pengait kancing di belakang kebayaku. Rasanya ada lava panas yang menyentuh tubuhku saat pakaian bagian atas terbuka dan menunjukkan bagian sensitifku. Aku malu ketika Andika mulai membaringkan tubuh ini di kasur, pria yang kucintai itu berada di atas.

"Aku akan melakukannya pelan-pelan, Sayang."

Saat Andika mengatakan 'sayang' , aku merasa melayang apalagi ketika mulai memainkan ciumannya dengan pelan dan penuh kasih. Andika mulai membuka seluruh pakaiannya begitu juga dengan diriku.

"Kamu cantik, Liliana."

Sekali lagi aku tersipu malu. Baru kali ini Andika benar-benar melihatku dalam keadaan seperti ini. Aku menikmati setiap hal yang dilakukan Andika padaku sekarang dan tak ada penyesalan di hatiku.

"Dika ...."

Aku tak tahan saat Andika melakukannya dan sampai kuku ini melukai punggungnya. Namun, Andika seolah-olah mengabaikan rasa sakit akibat kuku milikku. Aku bagaikan ratu yang diperlakukan baik malam ini dan Andika benar-benar melakukan tugasnya sebagai suami.

"Terima kasih, Liliana-ku."

Aku tidak tahu permainan yang kami lakukan malam ini sangat panjang dan kami saling melepas kerinduan dengan penuh cinta. Andika menutup tubuhku dengan selimut lalu menciumku di kening.

"Aku mencintaimu, Liliana," bisiknya di telinga.

"Aku pun sama, Andika."

Andika memelukku dari belakang dan kami tertidur dengan saling mengucapkan kata cinta. Kebahagianku sekarang tak lepas dari kesabaran yang selama ini aku lakukan. Aku yakin Tuhan akan mengubah kehidupan kami. Masalah jodoh, diriku percaya jika Tuhan sudah menyiapkannya dan Andika telah kembali padaku.

****

( Satu Tahun Kemudian )

Suasana keharuan terjadi di gedung mewah, tempat berlangsungnya acara pernikahan dua sejoli yang belum lama merajut kasih. Di sini aku merasa bahagia sekaligus kesedihan menjadi satu. Di hari ini tak ada putri kecil yang kusayangi merayakan pernikahan.

"Masih menangis?" tanya Rere menghampiriku di depan pintu.

"Tidak. Aku hanya mengingat Mey, mungkin kalau ia ada di sini pasti senang," ujarku hanyut dalam kenangan.

"Sudahlah, Lili. Mey sudah bahagia di sana. Jangan terus menangis." Rere memelukku sebelum kami menuju ruang utama di lantai dua.

"Susah sekali memelukmu seperti dulu lagi saat perut kita tak masih rata."

Kami sama-sama tertawa melihat satu sama lain perut kami yang membulat karena ada bayi di sini. Aku dan Rere memang memiliki program bayi di tahun yang sama. Akhirnya Tuhan mewujudkan keinginan kami.

Aneh saat mengetahui jika kami hamil di saat bersamaan sehingga dua pria yang pendamping kami terkejut dan tak menyangka.

"Kamu tahu, Li. Jo selalu melarangku memakan ini atau itu padahal aku sedang menginginkannya alias ngidam. Dasar suami tidak peka," omel Rere dan mengeluarkan sebatang cokelat di tas selempang. Kelakuan Rere tak pernah berubah sejak kecil, meski sudah memiliki dua anak. Rere selalu bergaya remaja.

"Kamu itu enak. Andika nggak pernah melarang kamu melakukan apapun. Makananpun tak dilarang dan tubuhmu nggak naik."

Beda dengan kehamilanku yang pertama, di saat ini aku tak mengeluhkan apapun. Bahkan untuk menginginkan sesuatu layaknya ibu-ibu di luar sana, aku tak ada niatan sama sekali. Namun, aku bersyukur Andika sekarang benar-benar berubah dan ia sangat mencintaiku saat ini.

"Oh ya, Li. Hingga saat ini aku tak menyangka sama sekali jika sahabat kita itu menikah dan yang mengejutkanku, istrinya malah rekan kerja kita."

"Jangan bicara kalau sedang makan, Re. Kapan sih kebiasaanmu itu berubah? Ingat anakmu itu dua loh," gurauku melihat Rere yang sudah menghabiskan sebatang cokelat.

"Bunda! Ayah sudah melarang bunda makan cokelat banyak-banyak. Kenapa dihabisin, sih?"

"Lihat tuh, Li? Ayah dan anak sama saja kelakuannya. Aku ini seakan-akan anak kecil."

"Tidak apa-apa, Laras. Bunda kamu itu lagi pengen banget sama cokelat."

Aku melihat Laras, tersenyum padanya. Jika Mey masih hidup, aku yakin mereka akan tetap bersahabat sama seperti orang tuanya. Laras sudah menjadi remaja tanggung dengan kecantikan yang menurun pada sang ibu.

"Tante, nanti kalau bayinya lahir. Laras boleh bertamu setiap hari?"

"Tentu saja, Nak. Kamu kan lebih dekat sama tante Lili daripada bunda."

"Sudah-sudah. Ayo kita langsung ke lantai atas. Pasti Rendi menantikan kita."

Aku mengajak Rere dan Laras yang menuntun ibunya menuju lantai atas. Tempat acara berlangsung malam ini.

******

Selesai acara resepsi, aku dan Rere tak langsung pulang. Kami masih duduk dan menikmati sajian yang terhidang di meja makan. Pasangan suami istri yang baru menikah itu masih sibuk menyalami tamu di depan pintu.

"Akhirnya selesai juga ya," ujar Rere menghela napas panjang sambil menyandarkan tubuhnya di kursi.

"Re, duduklah yang benar. Kasihan bayimu itu."

Terkadang aku mengeluhkan tindakan Rere, ia berbuat semaunya di saat sebelum hamil. Kadang ia berani naik ke kursi hanya untuk memasang lampu.

"Kamu dan para suami itu sama-sama cerewet. Apalagi kamu, Li. Cerewetnya minta ampun."

Kalau saja Rere bukan sahabatku, sudah kujitak kepalanya. Demi kebaikannya malah ia mengataiku. Dasar Rere tak pernah berubah.

"Oh,ya suami kita di mana, ya? Ras, ayahmu mana?" tanya Rere dengan mengedarkan pandangan ke ruangan.

"Ada di luar sama Om Dika. Bunda, sih marah-marah terus seperti orang lagi nggak dapat barang diskon."

Laras itu seperti Rere di masa kecil, jutek dan cara bicara ceplas-ceplos layaknya rel kereta api. Jika tidak dihentikan, ibu dan anak itu akan terus bicara.

"Kasihan bunda kamu, Laras. Kamu marahin terus," kata seseorang di belakang kami dengan senyuman.

"Itu karena bunda seperti anak kecil, Om Rendi. Kadang ngambek lalu marah-marah nggak jelas."

"Aduh nih anak. Lama-lama seperti orang tua saja. Sudah kamu cari ayahmu saja."

Aku dan Rendi tertawa bersama. Rendi duduk di tengah antara diriku dan Rere. Malam ini sahabat kami itu tampak tampan dengan balutan jas hitamnya.

"Di mana Ranta?" Aku menanyai wanita yang kini menjadi pendamping hidupnya.

"Itu dia di sana," tunjuknya ke arah pelaminan.

Aku dan Rere melambaikan tangan, ia pun membalasnya dengan lambaian disertai senyuman. Tampak jelas jika wanita itu kelelahan apalagi sambil membawa perutnya yang sudah membesar dan menyandarkan tubuhnya di sofa.

Ranta namanya adalah asistenku di kantor, entah dari mana perkenalan mereka hingga lima bulan lalu, Rendi mengabari jika Ranta hamil dan akan menikahinya. Mereka sudah menikah resmi ketika Ranta dinyatakan hamil dan acara pesta ini hanya untuk mengundang para sahabat.

"Kamu harus jaga baik-baik Ranta, Ren. Ia sudah mulai menaruh hati dan menyukaimu sejak dirinya bekerja bersama kami. Benar, kan, Li?" sahut Rere dengan santainya dengan mengupas jeruk.

"Kamu pasti bisa membahagiakan Ranta, Ren. Aku yakin itu," timpalku sembari menepuk bahunya.

"Terima kasih, Na."

Tak pernah berubah panggilannya untukku dari dulu hingga sekarang. Rendi kini menjadi sahabat sekaligus saudara bagiku. Tak ada lagi perasaan cinta di hatinya untukku sekarang.

"Kasihan istrimu di sana, Ren. Sudah pulang sana."

Tiba-tiba saja Andika dan Jo ada di sampingku. Mereka sama-sama duduk di kursinya masing-masing. Di meja bundar ini, aku melihat kembali diri kami yang masih anak-anak dengan tawa dan canda ketika orang tua kami mengajak ke pesta.

Saat ini aku bersyukur Tuhan memilihkan sahabat yang selalu ada untukku baik di waktu susah maupun senang. Sang Pencipta juga telah memberikan pendamping hidup juga anak dalam kandungan ini sebagai pengganti Mey.

"Terima kasih untuk semuanya, Tuhan."

Aku berucap sembari tersenyum melihat mereka yang sedang bercanda penuh keceriaan. Aku bahagia sekarang.

\=Tamat\=

1
Alanna Th
tq, author 😘😍💗👍🙏🙏👋👋
Alanna Th
kasihan mey, lili. walaupun berat, relakan mey pergi. mey sdh tdk kuat mnanggung ksakitannya. d sana tdk ada sakit n air mata 😵😫😰😥😭😭
Alanna Th
baik dika maupun lili gk mau mngalah utk kbahagiaan putri mrk yg sdg sekarat. kl mey pergi utk selamanya, mnyesalpun sdh percuma. d sini pemeran utamanya keras hati spt pemeran pmbntny. biasanya slh satu mngalah 😱😰😫😭
Anna Hasbiah
bintang untukmu thor, semangat terus berkaryanya
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
Hicks...Hicks...Hicks...menguras air mata utk kepergian Mey selama nya Ikut merasakan kesedihan yg dlm sbgai seorg ibu yg merawat menjaga Mey dg bgtu baik...😭😭😭
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
Iliyana terllu egois klo Dy tak mau menikah dg Dika demi Putri canteeeq nya...
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
Huft....sungguh sakit Lilyana...sgt sakit hati yg tak Terperi...
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
Paraaaaah...teramat paraaah...sikap Dika , ini sgt menyakitkan hati Lilyana...
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
Sakit rasa nya klo diperlakukan bgtu dg Dika....
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
Yach mmg itu jln terbaik utk melupakan seseorg , pergi utk melupakan nya...😞
Mulyanthie Agustin Rachmawatie
Pilu rasa nya ttg Liliyana....😢
❄️ sin rui ❄️
gilaaa di sinih yg berjuang habis2 san cuman si lili, dan sangat beruntung bagi si jesi di cintai sama cowo sebegitu besar nya
Khanza
s2 donk 😭😭😭😭 Sampai melahirkan
Khanza
menarik
Khanza
hai Thor aku mampir
IzZa Afkarina
😢😢😢
Serli Ati
aq setuju keputusan yg diambil lili
Serli Ati
ceritanya terlalu, tidak masuk akal, emang betul-betul sebuah khayalan.
Anjum Zuhriyah
ayo lah dik
Anjum Zuhriyah
sedih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!