NovelToon NovelToon
The Prisoner

The Prisoner

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / cintamanis / CEO / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Miss Loxodonta

Kembali ke Kota kelahirannya di Hamburg—Jerman menjadi awal penderitaan Lenka Lainovacka. Dia disekap di ruangan bawah tanah oleh Steven Gershon—pria yang sangat membencinya karena mengira ia adalah orang suruhan Piero—musuh bebuyutannya Stevan dan turut terlibat dalam kecelakaan yang menewaskan kekasih pria itu.


"Kau ingin mati, bukan?" menautkan kedua tangan di bawah dada, Steven bersandar pada dinding ruangan itu. "Tapi aku belum rela, Len—ka," dia menekan nama perempuan itu sampai suara gemeratuk giginya terdengar. "Aku harus menyiksamu setengah mati dulu."

***

Ig : @missloxodonta

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Loxodonta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Akan Berakhir Seperti Kekasihmu

Mendengar penuturan Lenka membuat Steven tersedak, hampir dia mengeluarkan makanan dari mulutnya. Untung Samantha sigap memberikannya segelas air putih.

“Tidak usah terburu-buru, Stev. Santai saja makannya.” Lenka tersenyum kecil melihat cara makan Steven yang ia pikir terlalu antusias. Padahal dia tidak tahu, kalau nama Tonolah yang membuat pria itu tersedak.

“Kupikir kau sudah terbiasa dengan makanan Jerman, jadi tadi aku meminta Bibi Samantha untuk menghubungi Tono, kebetulan dia chef terkenal di Indonesia. Semua resep masakanku kali ini darinya. Uhmm, minuman berwarna pink itu namanya sup buah, daging berwarna coklat yang kau makan tadi rendang, ini sambal matah dan itu—“

“Aku sudah kenyang,” Steven berdiri dari tempat duduknya, dia enggan mendengar penjelasan Lenka. “Kau, jangan sekali-kali tersenyum seperti tadi padaku. Aku bersikap ramah bukan berarti sudah memaafkanmu.” Ujar pria itu, ujung jarinya menunjuk Lenka, kemudian dia berlalu, berjalan ke arah kamarnya.

“Dia kenapa, Bi?” Tanya Lenka menatap heran kepergian Steven yang tiba-tiba.

“Tidak tahu, Non.” Samantha mengedikkan bahu meski ia menduga sang majikan pasti sedang cemburu karena Lenka menyebut nama Tono, tapi ia tak mengutarakannya pada perempuan itu, biar Lenka peka sendiri pikir wanita paruh baya itu.

Lenka tak ambil pusing akan perubahan sikap Steven, toh memang pria itu kadang baik dan dingin padanya. Dia memilih menyantap makanan yang sangat menggugah seleranya sejak tadi.

Sesampainya di kamar, Steven berselonjor malas di atas ranjang. Membayangkan wajah Lenka yang bercerita penuh semangat tentang Tono entah mengapa membuatnya sangat kesal dan berhasil melenyapkan selera makannya dalam sekejap. Apalagi raut perempuan itu sangat bahagia tadi.

“Cih, apa hebatnya si Tono?! Dia hanya bisa mengajari Lenka memasak makanan penuh lemak jahat, lama-lama aku bisa kehilangan otot di perutku kalau setiap hari menyantap makanan seperti itu.” Seorang diri, pria itu berdumel tak jelas di dalam kamar.

Seharian penuh Steven menghabiskan waktunya di dalam kamar, dia memilih menyelesaikan pekerjaannya di dalam ruangan itu, sebelum besok pagi dia harus kembali lagi ke Kota untuk menemui seseorang yang jelas akan menguras emosi pria itu.

-

-

Keesokan harinya...

Di sebuah Coffee Shop ternama di Kota Hamburg tampak dua orang pria sedang duduk berhadapan dengan tatapan yang sama-sama dingin dan mematikan. Kebisuan menjeda panjang perjumpaan mereka yang sudah lama tidak saling bertegur sapa. Bukan karena canggung, apalagi gugup. Keheningan itu terjadi karena masing-masing dari mereka menyimpan banyak amarah dan juga dendam.

“Silahkan tanda tangani kontrak kerjasama kita.” Gemuruh di dada Steven sedari tadi sudah bertalu-talu, ingin sekali dia menghantam sosok Piero yang sekarang tersenyum kecut padanya.

Memilih membuka pembicaraan lebih dulu, dia tidak yakin bisa menahan kepalan tangannya lama-lama. Pria itu ingin segera berlalu, sebelum tinjunya melayang ke wajah Piero.

Mendecih, Piero memutar malas kedua bola matanya. Dia segera membubuhkan tanda tangan di atas berkas yang Steven sodorkan.

“Kau sangat sibuk ya sekarang, sampai tidak punya waktu untuk sekedar mengobrol denganku—partner bisnismu.” Selesai menandatangani berkas tersebut, Piero melipat kedua tangannya di depan dada. Dia terlihat lebih santai sekarang.

“Jelas!! Saking sibuknya, aku juga tidak punya waktu untuk mencampuri kehidupan pribadi orang lain, apalagi sampai mengusiknya.” Sarkas Steven, tatapannya pada Piero masih tak berubah, dingin—dan membekukan.

Ucapan Steven barusan membuat Piero tertawa keras, “tapi semua itu sangat menyenangkan, Tuan Gershon.”

Sialan. Hampir Steven tidak bisa mengendalikan amarahnya, darahnya seperti mendidih melihat sikap Piero. Mengingat mereka sedang berada di tempat umum, pria itu tidak mau merusak citra baiknya jika membogem Piero di Coffee Shop ini.

“Semua sudah selesaikan.” Steven hendak beranjak pergi tanpa permisi terlebih dahulu kepada Piero. Tapi sebuah kalimat panjang yang dilontarkan musuh bebuyutannya itu berhasil menginterupsi dia, membuatnya mengeratkan rahang sampai menimbulkan ngilu di antara gigi yang saling bergesekan.

“Perempuan yang melakukan percobaan bunuh diri di atas rooftop rumah sakit, kapan kau akan melenyapkannya? Jika kau enggan, berikan dia padaku. Dimanapun kakimu berpijak, aku jamin kau tidak akan bisa menemuinya lagi.”

Bughh!

Persetan dengan citra baik, Steven sudah tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. Kilatan amarah semakin tercetak jelas di maniknya. Tangannya yang sedari tadi terkepal kini menghantam rahang tegas Piero—sangat kuat, sampai membuat pria itu terhuyung ke belakang.

“Kau memata-mataiku, sialan!” Hendak melayangkan tinju lagi, tapi tangan Steven dicekal oleh sekretaris Piero yang turut ikut bersama pria itu.

Membuang ludah yang bercampur darah dari sudut bibir Piero yang pecah, pria itu kini membetulkan posisi berdirinya menjadi tegap.

“Apa yang tidak kutahu, hmm? Villamu, dia disanakan? Bahkan pelayanmu sudah berani mengajaknya bermain ke taman tadi,” Piero berjalan mendekati Steven, berdiri di sisi pria itu, dia membisikkan sesuatu yang membuat jantung Steven berdegup tak karuan.

“Lenka Lainovacka, dia juga akan berakhir seperti kekasihmu. Mau kubuktikan?” Ujar Piero pelan.

“Shiit!!” Bak mengambil langkah seribu, Steven setengah berlari meninggalkan Coffee Shop.

Hujan menyambut pria itu di luar, hal tersebut semakin membuat dia dilanda rasa takut yang teramat sangat. Menerobos buliran air yang kini membasahi tubuhnya, Steven kembali berlari menuju mobilnya yang sengaja tidak ia parkir di basement. Kini Steven sudah berada di dalam kendaraan roda empat tersebut. Tak membuang waktu, dia segera melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.

Sambil menyetir, dia menempelkan earphone blutooth di telinganya, satu tangannya sibuk menghubungi nomor Samantha yang sialnya tidak aktif. Secepat kilat, Steven mengalihkan panggilan kepada salah satu pengawalnya. Masuk dan diangkat, hanya—suara dari seberang terdengar samar dan tidak jelas.

“Hallo, hallo. Kau mendengarku?! Hallo?!” Steven berteriak keras.

Tut tut tut

Sambungan telepon mereka terputus, jantung Steven semakin berdetak tak karuan. Dia melempar asal ponsel yang ia genggam dan memukul kuat stir mobil. Pikirannya tidak bisa tenang lagi. Hal buruk apa yang sudah terjadi di villa? Apa yang sudah dilakukan si Piero brengsek disana? Apa Lenka terluka? Diculik? Atau—terbunuh? Sialan. Sekelabat pertanyaan yang muncul di benak Steven sungguh membuat kepalanya mau pecah. Nafasnya memburu tak beraturan.

“Sial!! Piero ba-jingan!! Cepat atau lambat aku akan menghabisi nyawamu.” Tak henti-hentinya dia mengumpati nama musuh bebuyutannya itu.

Di tengah perjalanan menuju villa, pikiran Steven melanglang buana pada Lenka. Mulai dari pertemuan pertama mereka dan awal mula dia menyiksa perempuan itu. Entahlah, mengingat hal buruk yang ia perbuat pada Lenka malah membuat dadanya sangat sesak.

“Argghh!!” Buku tangannya memutih karena terlalu kuat mengenggam, tepatnya—mencengkram stir mobil. Dia sudah tidak tahu lagi mendefinisikan perasaannya pada Lenka, kekhawatirannya muncul bersamaan dengan kebenciannya. Rasa bersalah hadir di tengah dendam yang masih bercokol di dalam hatinya.

“Siapa Lenka untukmu, Steven sialan?!” Bertanya pada dirinya sendiri, dia mendesah frustasi.

1
Ivonovi
thor lanjutin dong 🙏🙏
narrehSha
love in strugell gmn kak kok ga ada kelanjutannya
F.T Zira
sudah mampir thor..
salam kenal yaa...
kalo berkenan mampir juga di karyaku Silver Bullet
muna aprilia
lnjut
marrydianaa26
mampir thor, semangat updatenya🔥
mampir juga di karya aku ya😄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!