Sad Ending

Sesuai dengan janji yang telah diucapkan kepala sekolah ke kelompok Joey yang mengikuti seminar kemarin, hari ini Daniel sang kepala sekolah datang lebih awal dari yang biasanya.

Daniel tak pernah datang ke sekolah tepat waktu. Karena sebelum ke sekolah ia harus terlebih dahulu ke kantor dinas pendidikan untuk urusan sekolah tentunya. Jadi bukan karena dia orangnya suka terlambat ya, guys.

Pada jam apel pagi, Daniel ikut berbaris di belakang anak-anak. Anak-anak ada yang takut padanya, ada juga yang suka bergelayut di lengannya. Kebanyakan sih anak perempuan yang suka menempel padanya.

Kalau anak laki-laki, saat diajak jalan-jalan saja dengan mobilnya. Daniel memang senang membawa mereka jalan-jalan saat dia ada urusan yang tidak resmi di luar.

Yang paling banyak dibawa yah tiga orang saja itupun mereka yang sudah mandiri dan bisa mengerti perintah dan tidak hiperaktif. Dan mereka akan bergiliran ikut. Tentunya harus lulus kriteria di atas. Kayak ikut kontes ya pake kriteria segala. Hehehe.

"Selamat pagi anak-anak." sapa Daniel kepqda anak-anak ketika acara baris berbaris sudah selesai. Ia mengambil posisi di depan, tepat di hadapan semua guru dan siswa.

"Pagi, paaaaak." jawab mereka dengan penuh semangat.

"Bagaimana kabarnya?" tanya Daniel lagi.

"Baik, paaaak." jawab anak-anak serentak.

"Baiklah, hari ini kita akan menyambut ibu dan bapak guru kita yang telah kembali dari kota H yang kita utus beberapa hari yang lalu untuk mewakili sekolah kita dalam mengikuti seminar. Kepada ibu Josephine, ibu Mela dan bapak Bimo dipersilakan untuk maju ke depan." ucap Daniel si kepala sekolah.

Orang yang merasa namanya disebut maju ke depan. Ada seorang anak yang mengikuti ibu Josephine di belakang.

Tepuk tangan riuh anak-anak menyambut mereka dengan riang gembira. Seketika aula itu menjadi ramai.

"Kamu kenapa maju, nak?" tanya Daniel kepada anak yang mengikuti Josephine. Namanya Lontar. Dia adalah murid kelas satu, murid Joey tentunya. Usianya kira-kira sembilan tahun.

"Aku mau dengan ibu Joey." katanya dengan polos.Ia merangkul tangan Joseohine dengan erat seolah tak mau kehilangan.

Meskipun kata-katanya tidak jelas karena kekurangan dalam mengucapkan hurif konsonan, namun mereka semua mengerti dengan apa yang diucapkan Lontar.

"Baiklah, tapi janji sama bapak tidak boleh ribut ya." ucap Daniel membujuk Lontar.

Ia hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Anak yang baik." puji Daniel. Ia mengusap kepala Lontar dengan lembut.

"Jangan pegang-pegang kepalaku, pak. Nggak sopan." ketus Lontar dengan ucapan tidak jelasnya.

Semua guru tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Lontar.

"Baiklah, baiklah. Terserahmu saja." ucap Daniel mengalah.

Ia tersenyum melihat tingkah bocah kecil itu. Bocah luar biasa yang lucu, unik dan menggemaskan. Ia juga sangat penyayang dan manja.

Lontar terlahir dari keluarga yang kaya tetapi broken home. Ayah dan bundanya bercerai karena kondisi Lontar yang terlahir dengan keterbatasannya. Ayahnya tak mau menerimanya, tak mau mengakui Lontar sebagai anaknya karena c***t.

Ia memilih meninggalkan istri dan anaknya dan menikah dengan perempuan lain yang lebih muda dan cantik yang telah lama dijodohkan oleh orang tuanya. Lontar terlahir sebagai anak downsyndrome. Anak dengan seribu wajah, atau lebih sering disebut kembar sedunia. Pada umumnya ciri-ciri fisik mereka memang sama. Makanya disebut kembar sedunia.

Ayah lontar meninggalkan semua harta yang memang bukan miliknya. Itu semua adalah harta peninggalan nenek Lontar dari sang bunda. Dan ia mewariskan semua harta itu kepada Bundanya.

"Baiklah mari kita lanjutkan. Tolong kepada kalian bertiga untuk menceritakan semua hal yang kalian ketahui di sana. Dan bagaimana hasilnya. Satu orang saja yang mewakili." ucap kepala sekolah.

"Kamu aja, bu Joey." ucap Mela. Diangguki Bimo tanda setuju.

"Kalian ini aku-aku saja terus yang kalian andalkan. Nggak bisa kah kalian sesekali?" gerutu Joey.

"Kan kamu udah terbiasa, sementara kami belum pernah jadi masih perlu belajar darimu." ucap Bimo memberi alasan. Mela hanya mengangguk.

"Perasaan dari dulu itu aja jawaban kalian berdua? Nggak bisa kasih alasan lain?" tanya Joey ketus.

"Sudah. Tidak usah berdebat. Kamu saja ibu Joey yang mewakili mereka. Kan kamu ketua timnya. Apa kamu lupa?

"M-maaf pak." ucap menundukkan kepalanya.

Astaga kenapa aku sampai lupa akan hal ini. Hadeehh. Gerutu Joey dalam hati.

Mau tak mau Joey memang harus menceritakannya. Ia pun menjelaskan semuanya secara terperinci. Dan guru yang lain manggut-manggut mendengarkan penjelasan Joey.

"Bu, kenapa ibu melupakan satu hal?" tanya Mela.

"Iya, ibu lupa satu hal." sahut Bimo nyosor.

"Apa?" tanya Joey.

Ia menngerutkan keningnya mencoba mengingat hal yang belum disampaikannya.

"Sudah kok. Tak ada yang tertinggal." ucap Joey.

"Ada, bu." ucap Mela lagi.

"Ya sudah aku saja." sosor Bimo.

"Dan ibu Josephin mendapat piagam penghargaan sebagai peserta semibar terbaik. Ia mengalahkan semua peserta. Dan bukan hanya itu, ia juga mendapatkan uang tunai dari panitia penyelenggara..."

Bimo memberi jeda ucapannya.

Dan satu lagi sekolah kita juga mendapatkan piagam penghargaan untuk kategori sekolah terbaik se Indonesia, tapi peringkat dua." ucap Bimo lagi dengan lancar.

Semua langsung bertepuk tangan setelah Bimo menyelesaikan pidatonya. Senyum kemenangan terpancar di wajah mereka.

Sudah kuduga Joey. Kamu pasti bisa, makanya aku menunjukmu ke sana. Karena aku yakin kamu mempunyai IQ brilian. Aku semakin jatuh cinta kepada mu, Joey. Batin Daniel.

"Baiklah, sesuai janji saya yang kemarin, saya akan memberikan bonus kepada kalian bertiga selama tiga bulan. Soal berapa itu adalah rahasia. Saya harap kalian akan senang menerimanya." ucap Daniel.

Ia memberikan amplop warna putih kepada Joey, Mela dan Bimo.

Mereka bertiga senang. Bukan karena amplopnya tapi karena penghargaan dari kepala sekolah tersebut.

Sekali lagi tepuk tangan riuh kembali memenuhi ruangan itu.

"Dan kami membawa sedikit oleh-oleh untuk anak-anak dan juga guru. Maaf bila tak seberapa." ucap Joey.

Bimo pergi ke belakang bariasan untuk mengambil kotak oleh-oleh yang sudah mereka letakkan tadi disana.

Mereka bertiga membagikan oleh-oleh tersebut kepada anak-anak. Anak-anak sangat senang menerimanya.

"Untuk kami mana, bu Joey?" tanya ibu Lisiana tak sabar.

"Iya, bu. Sebentar ya. Anak-anak dulu." sahut Mela yang sedang serius membagikannya kepada anak-anak.

"Huuuuu." bu Lisiana nggak sabaran." sorak guru lainnya. Lisiana malu. Pipinya merah bagai kepiting rebus.

Setalah selesai acara bagi-bagi oleh-oleh, mereka kamudian masuk ke kelas masing-masing untuk belajar.

"Ibu, Joey. Kamu ikut ke ruangan saya sekarang." perintah Daniel.

"Baik, pak. Saya beri anak-anak saya tugas dulu." jawab Joey.

Lalu ia ke kelas untuk menyiapkan tugas anak-anak dan menitipkan mereka ke guru yang lain.