Di Desa Fuyun yang terkubur salju, Ling Tian dikenal sebagai dua hal yakni badut desa yang tak pernah berhenti tertawa, dan "Anak Pembawa Sial" yang dibenci semua orang.
Tidak ada yang tahu bahwa di balik senyum konyol dan sikap acuh tak acuh itu, tersimpan jiwa yang lelah karena kesepian dan... garis darah monster purba yang paling ditakuti langit yakni Kunpeng.
Enam puluh ribu tahun lalu, Ras Kunpeng musnah demi menyegel Void Sovereign, entitas kelaparan yang memangsa realitas. Kini, segel itu retak. Langit mulai berdarah kembali, dan monster-monster dimensi merangkak keluar dari bayang-bayang sejarah.
Sebagai pewaris terakhir, Ling Tian dipaksa memilih. Terus bersembunyi di balik topeng humornya sementara dunia hancur, atau melepaskan "monster" di dalam dirinya untuk menelan segala ancaman.
Di jalan di mana menjadi pahlawan berarti harus menjadi pemangsa, Ling Tian akan menyadari satu hal yakni untuk menyelamatkan surga, dia mungkin harus memakan langit itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvarizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4: Kristal yang Lapar (Versi Revisi)
Terjadi keributan begitu Ling Tian meletakkan kepala Frostwind Wolf di tanah. Kepala Desa Li yang biasanya tampak penuh wibawa kini merah padam seperti kepiting rebus.
“Omong kosong! Ini jelas trik murahan!” teriaknya sambil menunjuk kepala serigala itu dengan jari gemetar. “Tuan Utusan, jangan dengarkan bocah gila ini! Mana mungkin sampah tanpa kultivasi membunuh Frostwind Wolf? Pasti ia menemukannya sudah mati dan memotong kepalanya untuk dipamerkan!”
Li Wei, si cucu gendut, ikut maju sambil berkacak pinggang. “Benar! Badannya kurus begitu! Mengangkat cangkul saja dia pasti megap-megap. Hei, Ling Tian! Kau mau bikin Tuan Utusan menyentuh bangkai busuk itu? Jijik!”
Kerumunan desa ikut bersuara seperti segerombolan ayam kampung.
“Penipu!”
“Usir saja!”
“Dia cuma iri pada Li Wei!”
Ling Tian menguap kecil. Lalu tanpa rasa hormat sedikit pun dia mengorek telinga dan meniup kotorannya tepat ke arah Li Wei.
“Kalian berisik sekali,” katanya datar. “Kalau tidak percaya aku yang membunuhnya, periksa saja lehernya. Lihat potongannya rapi seperti sayatan pedang, atau…” Ia mengangkat tangannya. Jemarinya masih meninggalkan bercak darah yang menghitam. “…koyakan berantakan seperti seseorang menariknya dengan tangan kosong.”
Suasana langsung mendingin. Beberapa warga menelan ludah. Ada sesuatu yang merayap di punggung mereka ketika melihat bekas luka pada leher serigala itu, bukan potongan, tapi remukan. Otot-ototnya putus seperti direnggut paksa.
Li Yanzhi, utusan Sekte Pedang Langit, mengangkat tangan untuk menenangkan kerumunan. Seketika suara memudar. Tatapan utusan itu menusuk Ling Tian dengan tatapan dingin dan analitis, seolah dia sedang menilai kualitas daging pada hewan buruan dihadapannya.
“Menarik,” gumamnya. “Kau tidak punya Qi sama sekali. Tapi ada… niat membunuh yang cukup tajam di mata itu untuk ukuran anak desa.”
Ia menendang kepala serigala ke samping, lalu menunjuk sebuah bola kristal di atas meja.
“Maju dan sentuh. Tapi ingat, Bocah… batu ini tidak bisa dibohongi.” Suaranya menurun, berat seperti logam panas. “Kalau kau cuma membuang waktuku, aku akan mematahkan kedua kakimu dan melemparmu kembali ke jurang tempatmu muncul.”
Kepala Desa Li tersenyum sinis. Ya. Mampus kau.
Ling Tian justru mengangkat bahu santai. “Cukup adil.”
Ia naik ke panggung. Li Wei menyingkir sambil menutup hidung, seolah bau busuk mengikuti langkah Ling Tian.
Bola kristal itu berdiri tenang dan tampak bening, halus dan dingin. Seperti mata dunia yang mengamati.
Kunpeng berbisik di telinganya. “Hati-hati. Batu ini merespons energi. Masalahnya, tubuhmu bukan memancarkan energi… tapi menyedotnya. Kalau kau menyerap habis batu itu, para kultivator ini akan panik dan memenggalmu.”
“Baiklah,” gumam Ling Tian pelan. “Pelan-pelan.”
Dia menempelkan telapak tangan ke permukaan kristal.
Satu... Dua... Tiga detik telah berlalu.
Tidak ada cahaya. Bahkan kelap-kelip pun tidak.
Li Wei langsung tertawa terbahak-bahak, tepuk tangan seperti anak kecil yang melihat badut jatuh terpeleset. “Hahaha! Lihat itu! Mati total! Tidak ada elemen! Ling Tian, kau itu memang sampah!”
Warga desa langsung bersorak.
“Turun!”
“Memalukan!”
Kepala Desa Li tersenyum lega dan hendak membuka mulut ketika—
“Tunggu.”
Suara Li Yanzhi memotong keributan.
Kerumunan terdiam.
Bola kristal itu… berubah. Bukan menyala, bukan bersinar, tapi menggelap. Kabut hitam tipis berputar di dalamnya seperti asap dari dunia lain. Cahaya matahari yang menyentuh bola itu membengkok, membuat panggung tampak lebih redup.
Bayangan Ling Tian di lantai memanjang, menjadi lebih gelap dari bayangan siapa pun di sana.
Retak…
Garis-garis halus muncul di permukaan kristal.
Tarikan aneh menarik dari dalam tubuh Ling Tian, seolah perutnya adalah mulut monster yang lapar. Spirit Stone di dalam kristal itu mencoba kabur, namun justru terseret masuk olehnya.
“Lepaskan, Bodoh! Lepaskan!” Kunpeng menjerit.
Ling Tian menarik tangannya dengan cepat.
Getaran pun berhenti.
Yang tersisa adalah bola kristal yang kini berubah menjadi batu kusam tak bernyawa.
Semua orang terpaku.
Batu tes bakat… mati.
Li Yanzhi turun dari kursinya, mengamati kristal itu dengan kerutan dalam di dahinya. “Aneh… sangat aneh.”
Ia menatap Ling Tian. Tatapan yang awalnya datar kini berubah menjadi tajam, penuh perhitungan.
“Afinitas elemen nihil,” katanya. Li Wei langsung berseru kegirangan, tetapi kebahagiaannya terpotong ketika Li Yanzhi menampar meja.
“Diam.”
Sang Utusan kembali meneliti Ling Tian.
“Tidak ada elemen, meridian kacau, tubuhmu sangat buruk…” Ia berhenti sejenak. “…tapi kau menyerap Spirit Stone dalam alat uji ini. Itu bukan hasil teknik sembarangan.”
Ia mengeluarkan dua token-satu kayu, satu besi hitam.
Token kayu dilempar ke Li Wei.
“Li Wei. Kau diterima sebagai Murid Luar.”
“…Horeeee—!!”
Dan kemudian—
Token besi hitam mendarat di tangan Ling Tian. Berat. Dingin. Bertuliskan PELAYAN, tapi sudah disilang dengan garis merah.
“Ling Tian. Dengan kondisi tubuhmu, kau tidak layak menjadi Murid Luar. Tapi kemampuanmu membunuh Frostwind Wolf terlalu sayang untuk dibuang.”
Li Yanzhi tersenyum tipis, senyum seperti seseorang yang baru menemukan eksperimen menarik.
“Kau diterima sebagai Murid Pelayan di Divisi Pembersih Pedang.”
Desa heboh. Murid Pelayan? Itu kasta terendah. Tapi tetap saja dia akan masuk sebuah sekte.
Ling Tian menatap token itu. Pelayan? Penyapu pedang?
“Tuan Kun?” gumamnya.
“AMBIL!” Kunpeng berseru tak sabar. “Kolam Pencuci Pedang penuh energi logam dari pedang kuno. Kita bisa makan banyak! Siapa peduli jadi babu—itu cuma judul!”
Ling Tian tersenyum lebar. Senyum yang tidak ada hubungannya dengan rasa syukur.
Ia memberi hormat dalam-dalam pada Li Yanzhi, terlalu dalam, seperti ejekan.
“Terima kasih, Tuan Utusan. Saya berjanji… akan membersihkan semua pedang dengan sungguh-sungguh.”
Napaknya bergerak sedikit. “Dan mungkin membersihkan beberapa sampah lain juga.”
Kepala Desa Li langsung pucat. Ada firasat yang sangat buruk.
Senyum Ling Tian sekarang bukan senyum anak desa yang polos.
Itu senyum seekor serigala lapar yang akhirnya menemukan jalan ke kandang domba.
Li Yanzhi mengibaskan jubahnya. “Bersiaplah. Kita berangkat satu jam lagi.”