Yang Sara tahu, Tirtagama Wirasurya itu orang terpandang di seluruh negeri. Setiap orang membicarakan kehebatannya. Tapi mengapa tiba-tiba dia mau menikah dengan Sara yang hanyalah seorang pegawai biasa yang punya banyak hutang dan ibu yang sakit-sakitan? Sara pun juga tidak pernah bertemu dengannya.
Dan lagi, ada apa dengan ibu mertuanya? Mengapa yang tadinya sangat baik tiba-tiba saja berubah? Apa salah Sara?
Terima kasih banyak untuk semua bentuk dukungannya.
Cygni 💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cygni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 24-2 : Anak Kucing yang Tersisihkan (POV Agam)
[Agam]
“Kau bohong!,” bentak Yuda dalam teleponnya.
Pagi-pagi, buaya jantan itu sudah menelpon Agam hanya untuk memberitahukan penyelidikannya tentang orang yang disebut pacar Sara oleh Agam.
“Anak buahku sudah menyelidikinya. Mantan! Sara nggak punya pacar. Itu cuma mantan!!! Pantas saja ada yang aneh di sini,” gerutunya tanpa henti.
“Aku sudah tahu,” jawab Agam yang lalu disusul dengan perintah memutuskan panggilan itu.
Tak lama kemudian, Yuda menelpon lagi. Agam menghela napasnya.
“Tapi kau pasti tidak tahu soal ini. Mantannya itu tidak ada di Indonesia,” kata Yuda dengan bangganya.
“Terus pentingnya apa?” Agam menjawab seenaknya.
“Ya, penting sekali itu, Gam. Lanjutkan perjuanganmu. Aku akan cari tahu kenapa mereka putus. Aku ...”
“Akhiri pang ....”
“Eh, eh ... Tunggu dulu. Yang ini juga penting.”
Meski saling memotong pembicaraan, Agam tahu untuk yang terakhir itu memang benar-benar penting. Agam akhirnya mengalah.
“Aku sudah kirimkan file suara tentang Sara. Masa lalu Sara. Kamu dengarkan saat senggang. Dah itu saja. Bye.”
Panggilannya kali ini benar-benar berakhir.
“Apa pentingnya?,” gumam Agam lirih. Tapi hatinya mengatakan hal yang berbeda. Dia juga ingin tahu apa isinya.
“Mas Agam.”
Suara seseorang pria mengurungkan niatnya untuk membuka file yang dikirimkan Yuda. Suara yang dia kenal dengan baik selama ini. Milik seseorang yang sudah lama tidak dia temui.
“Arya.”
“Apa kabar, Mas?”
“Baik. Kamu dari rumah?”
“Nggak. Aku dari bandara langsung kesini. Mama aku suruh pulang dulu. Aku mau ketemu Mas dulu,” kata Arya dengan santainya.
“Selamat atas kelulusanmu. Maaf nggak bisa datang.” Agam menjawab datar.
Arya terdiam. Lalu menjawab lirih, “Padahal aku berharap Mas bisa datang.”
Agam tidak menanggapi apapun.
“Tapi, nggak apa-apa. Aku tahu Mas sibuk,” kata Arya lagi yang terdengar berbeda dari yang tadi. Lebih ceria dan santai. Atau memang sengaja dibuat seperti itu. Entahlah.
“Mas selama ini ke mana?,” tanya Arya. Dia terdengar cukup kecewa.
Jelas Arya merasa kecewa. Arya selama ini selalu mengikuti ke mana pun kakaknya itu pergi. Sedari kecil, yang dia sayangi hanyalah kakaknya itu. Dan tiba-tiba Agam menghilang tanpa memberitahunya, jelas Arya kecewa. Dan Agam tahu, Arya akan berperasaan seperti itu.
“Nggak ke mana-mana. Kamu kapan akan mulai kerja?” Agam sekarang balik bertanya.
“Nanti. Kalau sudah siap. Mama bilang Mas sudah nikah. Sama siapa? Aku kenal, nggak? Sekarang dimana? Aku mau kenalan.” Arya kini menjadi penuh semangat ketika membicarakan istri Agam.
“Dia tidak di rumah. Pulanglah. Mama sekarang mungkin sedang nunggu kamu pulang.”
“Nggak mau.”
“Arya!” Agam sedikit menaikkan suaranya. Tapi dia tidak marah. Dia hanya ingin Arya menuruti keinginannya.
“Aku nggak tahu alasan Mas pergi. Tapi yang aku sesali adalah saat Mas pergi, aku nggak disini. Kalau seandainya aku tahu Mas akan pergi, aku nggak akan turuti kemauan Mas yang minta aku ke US. Jadi, karena aku sudah turuti kemauan Mas, sekarang saatnya Mas turuti kemauanku. Dan mauku adalah aku tinggal di sini.”
“Arya!” Kali ini Agam sedikit agak kesal.
“Den, tas nya mau taruh di mana?” Pak Pardi tiba-tiba saja sudah ada di antara mereka.
“Kamar tamu di mana? Taruh saja di situ, Pak.”
Dia serius.
“Aku mau pergi dulu.” Kali ini Arya terdengar menjauh.
“Kamu mau ke mana?”
“Ke rumah sakit.”
“Rumah sakit? Kamu sakit? Pak Pardi, panggil dokter kemari,” seru Agam yang khawatir. Dia memang sekhawatir itu jika mengenai adik-adiknya.
“Aku nggak apa-apa. Hanya mau nengok teman.”
“Kamu yakin?” Agam bertanya sekali lagi untuk menyakinkan dirinya.
“Iya, Mas. Nanti aku telepon Mama kalau aku mau nginap di sini. Da, Mas ...”
Dan, Arya pergi begitu saja. Agam tidak mampu mencegahnya lagi.
Tinggal di sini ... Apa kata Mama?
“Den, i-ini ... tasnya Den Arya ... taruh di mana, ya?”
Tidak ada yang bisa dilakukan sekarang selain membiarkannya tetap di sini.
“Taruh saja di kamar atas, Pak. Kamar yang ujung,” perintah Agam.
“Baik, Den.”
Apapun itu, sepertinya setelah ini tidak akan mudah lagi.
bayanginnya imuttt
penasaran tiap babnya nih, bagaimana nasibnya yaaa
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu
tapi... si mama widia harus dpt ganjarannya..
kasian tapi udh byk korban dr dia sendirii . dihhh :') mangkel