NovelToon NovelToon
CINTA ANTARA DUA AGAMA

CINTA ANTARA DUA AGAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: MUTMAINNAH Innah

Kamu anak tuhan dan aku hamba Allah. Bagaimana mungkin aku menjadi makmum dari seseorang yang tidak sujud pada tuhanku? Tetapi, jika memang kita tidak berjodoh, kenapa dengan rasa ini...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MUTMAINNAH Innah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

menunggu

Usai rapat, seperti yang dikatakannya tadi, aku dan empat orang lainnya menemuinya di ruangan kepala sekolah.

"Assalamualaikum," ucapku hampir serentak dengan empat guru lainnya.

"Waalaikumsalam warohmatullah, masuk," ucapnya sambil menghentikan kegiatannya yang sedang menulis sesuatu di buku besar.

"Baik, langsung saja, ya," ucapnya membuka pembicaraan setelah kami duduk di sofa tamu ruangan itu. Sementara dirinya duduk menghadap kami semua dari balik meja kerjanya.

Kami berlima hanya mengangguk pertanda sepakat.

"Jadi begini, ibu-ibu yang saya panggil ke sini adalah guru-guru yang masih lajang, atau masih sendiri. Begitu yang saya lihat di KTP.

Apakah benar?" tanyanya.

"Iya, Pak," sahutku. Yang lain ikut mengiyakan.

"Kita sama-sama tahu, sekolah ini masih sangat haru Kita masih perlu observasi sangat baru. Kita masih perlu observasi, berbenah dan menyusun strategi bersama, bagaimana caranya sekolah ini bisa maju nantinya. Saya dan abi-Ustaz Yahya- juga sengaja untuk tidak membuka lowongan besar-besaran dulu. Karena kami ingin membentuk guru inti dulu, yaitu semua guru yang tadi menghadiri rapat. Kemudian, bagi ibu-bu yang masih lajang ini, saya berharap salah satunya bisa membantu adik saya, Aisyah, untuk mengurus asrama, bagaimana kira-kira?" tanyanya menatap kami bergantian.

Kami saling menatap satu sama lain.

Tidak ada yang berani bersuara termasuk aku yang biasanya nggak pernah canggung untuk mengemukakan pendapat. Tetapi entah kenapa, sifat tegasnya membuat nyaliku ciut. Lebiih-lebih karena tadi aku kena tegur olehnya.

"Nggak usah di jawab sekarang. Saya akan memberikan waktu selama tiga hari untuk memutuskan ini. Silahkan salat istiqarah dulu jika ragu. Untuk uang bulanan dan tugas-tugasnya ada di sini, silahkan dibaca-baca dulu tiga hari ini," ucapnya sambil membagikan selebaran yang diketik di kertas HVS ukuran folio itu.

Setelah menerima itu, kami diperbolehkan meninggalkan ruangan itu. Kami bergerombolan berjalan kembali ke ruangan guru.

"Kakak gimana? Berminat nggak?" tanya salah seorang yang masih belum kukenal namanya.

"Belum bisa memastikan, Kak," sahutku pada orang yang sepertinya seusia denganku itu.

"Waduh, syaratnya belum berniat menikah tiga tahun ke depan," ucap seseorang lainnya sambil tertawa, di susul oleh tawa guru yang lainnya yang tadi sama-sama ikut ke ruangan itu.

"Aku sudah tua, aku nggak akan mungkin bisa, aku mundur," ucap yang lainnya lagi.

'Hah? Apa? Tidak boleh menikah selama lima tahun?' Aku jadi tertarik! Jika aku mengajukan diri untuk menjadi pembina asrama tersebut, ini bisa jadi alasan bagiku ke umi dan abi untuk tidak akan memikirkan

menikah dulu Lalu lima tahun lagi setelah menikah dulu. Lalu, lima tahun lagi setelah kontrak ini putus, mungkn Jasson sudah mantap agamanya dan orang tuaku akan menyetujuiku menikah dengannya. Tetapi, apa iya Jasson masih akan mengingatku lima tahun lagi?

***

"Umi," panggilku ketika sudah sampai di rumah.

"Bu Guru sudah pulang," canda umi menyambutku.

"Ah, umi. Umi kan juga guruku. Guru terbaik malah, yang mengajar dan mendidik Nay dari lahir," pujiku.

Kami berdua masih ke dalam rumah beriringan.

"Bagaimana tadi pengalaman pertamanya? Seru?" tanya umi.

Tiba-tiba terlintas di pikiranku saat aku ditegur oleh Pak Rahman. Yang membuatku malu di hari pertama.

"Seru, Mi," sahutku. Aku nggak ingin membuat umi kecewa dengan menceritakan nendalaman huruk vano menimnaku di hari persayaratan untuk menjadi pembina yang diberikannya padaku tadi dan memberikan pada umi.

"Ini, Mi, persyaratannya. Kayaknya semua kriteria ada pada Nayla deh," ucapku lalu kabur ke kamar sambil tertawa iseng.

Kubiarkan umi meresapi aturan yang tertulis di nomor lima yang menyatakan jika pembina asrama diharapkan belum ada rencana menikah selama tiga tahun ke depan.

Dan jika melanggar, maka akan dikenakan biaya penalti sebanyak berapa bulan sisa masa kerja yang tertera dalam kontrak dikali dengan gaji perbulan pembina asrama.

Selesai mengganti baju, umi kembali memanggilku.

"Ini syaratnya tiga tahun tidak menikah, Nak," ucap umi.

"Iya, Mi. Nggak apa-apa," sahutku.

"Lagian satu-satunya orang yang ada di hati Nay udah ditolak abi 'kan?" Aku tak kuasa lagi menahan kecewaku yang berbulan-bulan lamanya kusembunyikan.

"Nak, percayalah, abi melakukan semua itu demi kebaikanmu. Abi nggak sejahat yang kamu kira," lirih umi.

Air mataku membendung tiba-tiba. Umi benar. Aku sempat berfikir jika Abi memang jahat dan egois, aku pernah sangat kecewa dengan abi tetapi aku tetap nggak mau mengkecewakannya. Makanya kupasrahkan ketika Jasson lebih memilih pergi. Padahal masih ada cara lain yang bisa kulakukan untuk menemukannya. Namun kutahan semuanya agar orang tuaku tidak kecewa.

"Sudahlah, Mi. Semua sudah berlalu, nggak perlu kita ungkit lagi." Aku termenung.

"Umi tidak mengungkit, hanya saja umi sangat menyangkan jika kamu tidak lagi bisa membuka hati, sangat di sayangkan jika kamu tidak menikah dalam waktu tiga tahun ini. Saat ini usiamu sudah 24 tahun, Nak. Ketika kontrak itu nanti berakhir, sudah 27 usiamu."

Aku terdiam lama. Bukan karna tidak sanggup menjawab. Tetapi hanya menghindari perdebatan. Yang jelas, saat ini di hatiku masih ada dia. Dia yang kukenal di waktu yang singkat namun menyisakan kenangan yang panjang. Abi sudah pulang, aku kembali dipanggil ke ruang tengah. Sepertinya umi sudah membicarakan kejadian tadi siang ke abi. Terlebih, selebaran persyaratan pembina asrama tadi kutinggalkan begitu saja di meja tamu.

"Ada apa, Bi?" tanyaku setelah duduk berhadapan dengan umi dan abi.

"Abi sudah baca ini," ucap abi sambil memperlihatkan kertas itu. "Kamu nggak mungkin menerima ini jika tidak boleh menikah adalah persyaratannya," tegasnya.

"Tetapi, Nayla nggak mau menikah, Bi."

Akhirnya kukeluarkan juga apa yang dari tadi kuusahakan untuk menahannya.

"Kenapa?" tanya abi singkat. Tidak ada keramahan sedikit pun di wajahnya.

"Abi jangan seperti lupa, bagaimana seriusnya hubungan Nay dengan Jasson waktu itu dan abi menentangnya. Bahkan abi menolaknya mentah-mentah, padahal dia sudah berkorban, Bi. Dia nggak mengorbankan hal kecil. Dia rela meninggalkan agamanya. Tidak semua orang bisa sekuat itu dalam berjuang," tangisku

Pecah. Kejadian hari itu benar-benar berputar lagi di kepalaku.

"Kamu kira abi sejahat itu padamu? Pada anak abi satu-satunya ini? Tidak, Nak. Abi hanya memintanya membuktikan keseriusannya agar kamu tidak di tipu. Agar kamu tidak menyesal kemudian hari," papar abi.

"Maksudnya?" tanyaku yang mulai berhenti menangis.

"Kamu kira abi nggak peduli lagi dengannya setelah kepergiannya di hari itu? Abi tahu, bahkan abi tahu kemana dia pergi beberapa hari setelah abi menemukanmu berduaan di cafe itu dengannya. Jika dia tidak pergi, tidak mungkin abi akan membebaskanmu seperti dulu, sebelum kamu pandai berbohong pada orang yang sudah memakan asam dan garam dalam hidup ini jauh lebih dulu darimu."

Abi seolah memberiku semangat baru.

Apa maksudnya mengatakan bahwa abi tidak sejahat itu? Kenapa abi bisa tahu ke mana Jasson pergi? Apakah abi menyiapkan sebuah kejutan untukku? Hatiku yang sudah lama

gersang kini terasa segar kembali.

1
Mugiya
mampir
Nha: oke kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!