Adisti sudah mengabdikan hidupnya pada sang suami. Namun, ternyata semua sia-sia. Kesetiaan yang selalu dia pegang teguh akhirnya dikhianati. Janji yang terucap begitu manis dari bibir Bryan—suaminya, ternyata hanya kepalsuan.
Yang lebih membuatnya terluka, orang-orang yang selama ini dia sayangi justru ikut dalam kebohongan sang suami.
Mampukah Adisti menjalani kehidupan rumah tangganya yang sudah tidak sehat dan penuh kepalsuan?
Ataukah memilih berpisah dan memulai hidupnya yang baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Kedatangan Vira
"Nyonya, di depan ada tamu yang memaksa ingin masuk. Saya sudah mengatakan kalau Anda sedang tidak ingin menerima tamu, tapi dia tetap memaksa, bahkan sampai marah-marah," ucap Doni pada majikannya.
Adisti pun dibuat sangat kesal. Ini hari Minggu seharusnya dia santai-santai di rumah, tapi selalu ada saja yang mengganggunya, bahkan sampai nekat seperti itu. Adisti yang sudah dibuat emosi pun segera keluar untuk melihat siapa yang sudah membuat ulah di depan rumahnya.
Doni hanya mengikuti dari belakang. Dia tahu jika majikannya sedang emosi. Pria itu hanya bisa membantu nanti saat keadaan tidak terkendali. Begitu adisi sampai di depan, dia dibuat tertawa karena ternyata yang datang adalah Vira. Wanita itu tampak sedang melipatkan tangan di depan dadanya sambil memicingkan mata ke arah pemilik rumah.
"Ngapain kamu cuma ketawa di sana? Buka dulu pintunya, aku sudah jamuran di sini nungguin kamu," sungut Vira yang justru terlihat lucu di mata Adisti.
"Iya, maaf aku nggak tahu kalau kamu yang datang. Habisnya kamu nggak bilang," sahut Adisti yang kemudian menoleh ke arah satpam rumahnya. "Doni, tolong buka gerbangnya."
"Memang tidak apa-apa, Nyonya?" tanya Doni ragu.
"Tidak apa-apa, dia sepupu saya."
Doni hanya meringis, tadi wanita itu juga sudah mengatakan jika dirinya adalah sepupu Adisti. Namun, dia sama sekali tidak percaya dan malah mengusirnya. Sekarang ternyata memang benar wanita itu sepupu majikannya.
"Pokoknya aku nggak mau tahu. Kamu pecat saja satpam kami ini, bisa-bisanya dia mengusir aku dan minta aku agar pergi dari sini. Dia juga bilang aku mengaku-ngaku sebagai sepupu. Tidakkah dia melihat wajah kira sama? Aku sudah jauh-jauh dari luar kota massa sampai diusir begitu saja," ucap Vira dengan teriak-teriak.
Doni yang mendengar itu pun jadi gelagapan. Tidak mudah bisa mendapatkan pekerjaan, memang mau kerja di mana dia. Ijazah saja lulusan SMA, mana bisa dapat pekerjaan. Yang sarjana saja banyak yang menganggur.
"Tolong jangan pecat saya, Nyonya. Saya hanya menjalankan tugas," sela Doni membela diri.
Bagaimanapun juga dia sedang bekerja dan harus lebih menuruti perintah majikannya daripada orang lain yang baru datang. Meskipun pada akhirnya dia itu sepupu juga.
Adisti menarik tangan dari sepupunya agar segera ikut masuk ke dalam rumah. Jika tidak mau, maka akan membuat para tetangga datang. Yang ada nanti malah akan semakin memperpanjang masalah.
"Sudah, tidak usah diperpanjang lagi. Dia itu memang hanya mengerjakan apa yang aku perintahkan."
"Kok kamu malah belain dia sih? Di sini aku sepupu kamu. Sudah jauh-jauh datang ke sini," sahut Vira dengan kesal.
"Sudahlah, kamu datang ke sini ingin berdebat atau ingin bertemu denganku?" tanya Adisti agar perdebatan tidak berlanjut.
"Ya, tentu bertemu dengan kamu."
"Ya sudah, ayo!" Adisti kembali menarik tangan Vira, sebelum itu dia menatap pria yang ada di sampingnya. "Doni tolong bawa koper itu ke dalam."
"Iya, Nyonya," sahut Doni dengan bernapas lega karena akhirnya tidak dipecat juga.
Sudah enak dia bekerja di sini dengan majikan yang begitu baik, masa harus dipecat begitu saja. Apalagi Doni sudah menjalankan tugasnya dengan baik selama ini.
"Kamu datang ke sini nggak kasih kabar dulu. Kalau tahu gitu 'kan aku tadi jemput di bandara."
"Sebenarnya aku juga malas ke sini, tapi kamu tahu, setelah aku cerita sama papa mengenai keadaan kamu, dia langsung saja memintaku untuk datang ke sini menemani kamu. Padahal kerjaan aku di sana masih banyak, mana mau akhir bulan, tapi demi kamu papa tidak peduli dengan pekerjaanku. Dia bilang akan menyelesaikannya sendiri, sungguh ajaib sekali. Padahal selama ini aku selalu meminta cuti saja susahnya minta ampun."
Adisti menanggapinya dengan tersenyum. Omnya memang selalu sangat baik padanya. Apa pun yang berhubungan dengan dia, pasti pria itu lebih dulu bertindak. Wanita itu jadi merasa bersalah karena tidak pernah berkunjung ke rumah omnya. Dia juga tidak pernah menghubungi dan menanyakan kabarnya. Sungguh ponakan yang durhaka. Nanti Adisti akan meneleponnya dan berterima kasih.
"Jadi kamu berapa lama di sini?"
"Nggak tahu, nunggu Pak tua itu menghubungiku saja dan memintaku pulang. Kalau tidak, ya ... aku akan tetap di sini selamanya dan penumpang hidup sama kamu seperti dulu."
Adisty tertawa sambil menggelengkan kepala. Dia juga tidak masalah jika harus menghidupi sepupunya, daripada harus menghidupi orang lain yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri, nyatanya penghianat juga. Bukankah lebih baik buat keluarga sendiri? Vira juga wanita yang baik selama ini. Meskipun Adisti sudah jahat padanya, tetapi sepupunya itu masih selalu baik padanya. Adisti saja yang tidak tahu terima kasih.
Adisti meminta Bik Rina untuk membereskan kamar tamu dan meminta Vira untuk beristirahat lebih dulu. Nanti mereka bisa berbincang lagi karena sudah terlalu banyak moment yang sudah keduanya lewati tanpa saling berkabar. Namun, sepupunya itu menolak, malah mengajak Adisti untuk jalan-jalan saja. Vira sudah lama tidak datang ke kota ini, pasti banyak sekali yang sudah berubah dan dia ingin menikmatinya.
Awalnya Adisti menolak karena merasa sepupunya itu juga pasti lelah setelah perjalanan jauh. Namun, Vira tetap tidak mau, malah memaksa untuk tetap pergi dengan keinginannya. Akhirnya Adisti mau juga. Lagi pula besok juga dia harus bekerja, tidak akan bisa pergi ke mana-mana.
Adisti pamit untuk mengganti pakaiannya lebih dahulu. Tidak lupa juga meminta Alex untuk menyiapkan mobil agar bisa jalan-jalan. Pria itu memang selalu standby di rumah itu, takut jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Bahkan terkadang menginap jika pulang larut malam.
"Sejak kapan kamu pakai sopir? Biasanya kamu selalu ke mana-mana sendiri, apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan?" tanya Vira saat mereka sedang dalam perjalanan.
Sesekali Vira melihat ke arah sopir Adisti yang terlihat begitu gagah, tidak seperti sopir pada umumnya. Tubuhnya juga terlihat begitu gagah meskipun tidak tampan, tetapi memiliki daya tarik tersendiri.
"Rahasia apa? Tidak ada rahasia. Memangnya kenapa kalau aku punya sopir? Aku manusia, terkadang lelah berkendara sendirian. Kadang juga pulang tengah malam jadi, lebih aman kalau pakai sopir dan sebaiknya kamu jaga mata kamu. Jangan menatapnya terus menerus. Alex sudah punya istri dan anak."
Seketika Vira melototkan matanya dan sedikit memukul lengan sepupunya. Sejak tadi dia memang memperhatikan Alex, tetapi tidak sedikitpun tertarik pada pria itu, hanya takut jika sepupunya disakiti oleh orang lain, siapa pun itu.
"Kamu itu semakin ke sini semakin ngaco. Apa karena dikhianati Bryan dan Arsylla membuatmu frustasi hingga kamu bertingkah seperti ini."
"Tidak juga, aku cuma memperingatkanmu saja. Kasihan 'kan anak istri Alex yang ada di rumah."
"Ngaco kamu," sela Vira sambil memukul pundak sepupunya. Adisti tertawa sambil menutup mulutnya agar tidak meledak. "Sudahlah, aku tidak mau bicara sama kamu. Yang ada nanti kamu malah akan semakin membullyku. Ini ngomong-ngomong kamu mau ngajak aku ke mana?" tanyanya dengan melihat jalanan.
"Ke mana lagi kalau bukan ke mall. Kamu biasanya 'kan selalu suka belanja."
Vira menggeleng dengan cepat. Kalau untuk sekedar jalan-jalan di mall, dia tidak perlu jauh-jauh datang ke kota ini, di tempatnya juga ada.
"Aku nggak mau belanja. Dulu aku suka belanja karena memang aku nggak punya duit, sekarang 'kan aku sudah kaya, bisa beli sendiri apa pun yang aku inginkan. Aku mau ke tempat yang bisa menenangkan pikiran, kamu tahu nggak tempatnya di mana?"
Adisti terlihat berpikir di mana tempat yang bisa dijadikan untuk menenangkan hati dan pikiran. "Bagaimana kalau ke pemandian air terjun saja. Di sana pemandangannya bagus."
"Boleh kalau gitu kita ke sana saja, sekalian aku juga ingin dengar cerita kamu tentang penghianatan kedua orang itu."
Adisti tersenyum dan mengangguk, dia meminta Alex untuk pergi menuju tempat yang wanita itu inginkan, yang memang sebelumnya pernah ke sana. Pria itu pun mengangguk saja, nanti Alex juga bisa sekalian ikut cuci mata. Tidak mungkin kalau Adisti tidak mengajaknya ke dalam karena bagaimanapun juga dia seorang bodyguard yang harus menjaga atasannya.
Tidak berapa lama akhirnya mobil pun sampai juga di tempat yang diinginkan oleh mereka. Tampak banyak sekali motor yang sudah terparkir di sana. Ternyata tempatnya cukup ramai dengan banyaknya pengunjung. Mereka juga pasti sedang liburan bersama kekasih atau mungkin keluarganya.
Adisti meminta Alex untuk membelikan tiket sekalian juga untuk pria itu.
"Kamu mau ajak sopir kamu masuk juga?" tanya Vira yang mengijinkan matanya karena heran dengan ucapan sepupunya.
"Alex itu sopir sekaligus bodyguard aku?"
"Apa? Pantas saja dia terlihat menyeramkan."