"Lepaskan aku, dasar pemaksa!" Nayla.
"Seharusnya kau senang karena menikah dengan pria tampan, kaya dan mapan sepertiku!" Reinhard.
Nayla, gadis polos dari desa yang terpaksa menikah dengan seorang mafia kejam, psikopat dan menyebalkan demi membayar hutang kedua orangtuanya.
Namun siapa sangka di balik sikap kejam Reinhard, pria itu menyembunyikan banyak luka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Saat Rein dan Nayla terlihat asik bermesraan di atas tempat tidur. Tanpa mereka sadari ada seorang pria yang tengah mengepalkan tangannya dengan erat.
Ya, siapa lagi kalau buka Leon. Ia mendengar hampir semua pembicaraan dan juga percum-buan mereka berdua.
"Secepat inikah kau melupakan aku dan memilihnya Nay! Padahal aku sudah mempersiapkan semuanya. Sekarang sia-sia saja," gumamnya lirih.
"Ck! Jangan terlalu banyak bermimpi Leon! Ingat kau dan dia sampai kapanpun tidak akan pernah bersatu. Lebih baik kalau kita bekerja sama untuk memisahkan mereka berdua, bagaimana? Kau mau 'kan sayang?!" Mia mengalungkan kedua tangannya di pundak Leon dan berbisik lirih. "Aku akan menyerahkan semuanya padamu, juga tubuh ini."
Leon menepis tangan Mia. Ia malas sekali mendengar wanita itu bicara. "Pergilah! Karena aku sedang malas bicara denganmu!" usir Leon.
Pria itu sudah benar-benar muak dengan tipu muslihat ibu tirinya tersebut, meski dia pernah memuaskan hasratnya di ranjang. Tapi saat melakukannya, Leon dalam keadaan mabuk malam itu. Jadi mau tidak mau Leon melakukannya dengan Mia.
Walaupun terkadang dengan kesadaran penuh ia juga tetap membutuhkan belaian Mia. Ia kesepian setelah Nayla memutuskan hubungan mereka berdua saat itu.
"Kenapa, apa kau sudah mulai bosan padaku?!" Mia meraba dada Leon dan memainkannya dengan lembut. "Hanya kau yang bisa memuaskan ku, Leon. Bisakah malam ini kita melakukannya lagi?" mengusap rahang Leon.
"Kau benar-benar sinting!"
"Menyebalkan! Kau berubah setelah gadis kampungan itu datang. Benar 'kan?" ucap Mia kembali berhasil membuat Leon terdiam.
"Jawab aku, kenapa kau diam saja Leon! Aku bukan barang yang bisa seenaknya saja kau--"
"Ya! Aku melakukan itu karena masih mencintai Nayla dan sampai kapanpun tidak akan ada yang bisa menggantikan posisinya di hatiku! Apa kau puas, hum?!" mendorong Mia dan pergi dari sana tanpa peduli dengan teriakan wanita itu.
"Leon! Kau tidak bisa melakukan ini padaku! Arghhhh!" mengacak-acak rambutnya frustasi.
******
Keesokan harinya, seperti biasa mereka sudah berada di meja makan. William seakan sudah melupakan semua yang terjadi dan mulai berusaha menerima Nayla sebagai istri Rein.
"Besok malam Papa akan mengadakan pesta pernikahan," William menggenggam tangan Mia. "Jadi Papa harap kalian tidak mengacaukannya, terutama kau Rein!"
Rein tidak peduli sama sekali, karena ia sudah tahu kalau tujuan William mengundangnya datang pasti untuk itu.
"Papa akan mengundang beberapa kolega dan rekan bisnis juga awak media. Hubungan Papa dengan Mia harus dipublikasikan mengingat rumor yang mengatakan Mia bukan wanita baik-baik," lanjut William.
"Terima kasih sayang, tapi sepertinya itu tidak perlu dilakukan karena--"
"Shutt! Kau cukup diam dan nikmati saja semua harta milikku ini sayang. Mintalah hadiah apapun, aku pasti akan mengabulkannya." William mengecup punggung tangan Mia.
Berbeda dengan mereka, Rein yang melihat kemesraan palsu itu seakan ingin muntah.
"Drama menjijikan!" gumamnya lirih seraya menatap Leon yang sejak tadi tidak berkedip melihat Nayla. "Sepertinya matamu minta di colok!" ucapnya menekan setiap kalimatnya.
"Aku yang punya mata, mau kemanapun tertuju bukan urusan Kakak!" jawab Leon.
"Rein, jangan mulai lagi," bisik Nayla mencoba menenangkan suaminya yang hampir terbawa emosi.
"Kalian selalu saja bertengkar hanya untuk memperebutkan benda yang tidak berharga sama sekali," sindir William pada Nayla.
"Siapa yang Papa bilang barang murahan!" sahut Rein dan Leon bersamaan.
"Lupakan! Selera makan ku jadi hilang!" William beranjak dari tempat duduknya dan di susul oleh Mia.
"Kenapa kau tidak pergi, hah?!" bentak Rein.
"Aku belum selesai sarapan, kalau aku pingsan apa Kakak mau bertanggung jawab?" Leon memasukkan makannya tersebut ke dalam mulut. Namun matanya masih tertuju pada Nayla.
"Rein, aku mau itu!" Nayla menunjuk buah Apel yang ada di samping Leon.
"Biarkan aku yang mengambilnya untukmu." Luke mengambil buah tersebut dan hendak mengupasnya.
"Tidak, terima kasih. Aku mau apel dari tangan suamiku," tolak Nayla dengan senyuman tipis yang terukir di kedua sudut bibirnya.
Melihat Nayla yang tersenyum pada Leon membuat Rein kesal dan tidak fokus mengupasnya. Hingga pisau tajam itu mengenai tangannya sendiri.
"Astaga Rein, tanganmu..."
"Masuk ke kamar sekarang!" Rein menarik tangan Nayla sedikit kasar.
"Lepaskan dia Kak, dia terlihat kesakitan!"
"Kau terlalu ikut campur brengsek!"
Bugh!
Bugh!
Terjadilah keributan dimana Rein memberikan beberapa pukulan ke wajah dan perut Leon. Pria itu jatuh tersungkur ke lantai dengan hidung dan sudut bibir berdarah.
"Jangan pernah mendekati istriku dan menganggap seolah dia itu milikmu Leon! Atau aku tidak akan segan-segan menghabisi mu!" setelah mengatakan itu, Rein benar-benar membawa Nayla pergi dari sana.
Leon terkekeh pelan seraya berkata, "Jika kau terus bersikap seperti itu padanya, kupastikan aku akan merebutnya darimu Kak!" gumamnya lirih.