Cerita ini mengisahkan tentang seorang pangeran yang tidak diakui sebagai anak oleh ayahandanya. Karena ayahandanya menuduh bundanya berselingkuh. Maka lahirlah seorang pangeran tanpa disaksikan oleh ayahandanya.
Sang pangeran harus dibesarkan oleh Balakosa, musuh besarnya yang merebut kerajaan ayahnya.
Kemalangan belum usai membayangi hidupnya. Gagalnya pemberontakannya terhadap Balakosa, bahkan hampir dijadikan siluman sejati.
Untung saja seorang sakti berhasil menyelamatkannya yang kemudian menjadi gurunya, dan memberinya amanah besar, membasmi kejahatan di dua negeri; Negeri Mega Pancala dan Negeri Mega Buana.
Seperti apakah kisah pendekar yang membasmi kejahatan di dua negeri? Bagaimana kisah lika-liku percintaannya dengan para gadis yang mencintainya?
Jika pembaca berminat, ikutilah kisah perjalanan PENDEKAR DUA NEGERI!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35 KESEDIHAN MELANDA RANDHU SANGKANG
Keesokan harinya Pak Ghandi bersama Sangkala Pati alias Pak Harun langsung menemui Pangeran Andhara di kantor. Tujuan mereka tidak lain untuk menyatakan kesediaan mereka bergabung dengan Klan Teratai Ungu.
Seharusnya mereka menghadap bertiga, bersama Randhu Sangkang alias Pak Nugroho juga. Dan memang Pak Ghandi telah menghubungi kedua teman akrabnya itu sebelum menghadap.
Namun yang menghadap cuma mereka berdua, tanpa Pak Nugroho. Entah apa alasan inti lelaki tambun itu tidak ikut menghadap Pangeran Andhara.
Sedangkan Pangeran Andhara, begitu mendengar kesiapan Pak Ghandi dan Pak Harun bergabung dengan Klan Teratai Ungu, pemuda tampan itu langsung menyambut dengan tangan terbuka.
Singkat cerita, hari itu juga Pak Ghandi dan Pak Harun berserta keluarga mereka langsung pindah ke Perumahan Teratai Ungu. Bukan hanya barang-barang mewah mereka ikut pindah, kediaman mewah nan megah bahkan ikut pindah sekalian.
Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Bagi orang sakti semisal Pak Ghandi maupun Pak Harun, hal seperti itu amatlah mudah. Jangankan memindahkan suatu bangunan dan arealnya, membuat atau membuka portal agar mereka bisa masuk ke suatu wilayah saja mereka dapat melakukannya.
Perlu diketahui bahwa Sentanu Gandhiraya, Sangkala Pati, maupun Randhu Sangkang merupakan 3 Panglima Perang Pangeran Andhika. Mereka tak hanya memiliki kehebatan dalam berperang, namun mereka juga memiliki segudang kesaktian yang tidak boleh dianggap remeh.
Tentu ritual penghilangan kediaman kedua lelaki itu berikut arealnya dilakukan pada malam hari, di saat seluruh penghuni perumahan elit di mana mereka tinggal sudah terlelap ke alam tidur.
Adapun pengerahan mantra penghilang ingatan kepada seluruh penghuni perumahan dilakukan oleh orang yang paling sakti di Klan Teratai Ungu.
Dengan menghilangkan ingatan penghuni perumahan, maka keberadaan Pak Ghandi dan Pak Harun telah terlupakan.
Bahkan seakan-akan tidak ada yang pernah tahu kalau kedua orang sakti itu pernah tinggal di tengah-tengah mereka.
Sungguh hal ini merupakan suatu keajaiban yang benar-benar membagongkan.
Sebenarnya Pak Ghandi dan Pak Harun sudah disiapkan rumah di Perumahan Teratai Ungu. Namun istri Pak Ghandi dan istri Pak Harun yang seolah sudah janjian lebih memilih rumah mereka daripada rumah yang disediakan.
Setelah membereskan kepindahan mereka, Pak Ghandi dan Pak Harun mencari Randhu Sangkang alias Pak Nugroho. Bermula mencari lelaki tambun itu di rumahnya, namun yang ditemukan cuma keluarganya.
Sedangkan istri Pak Nugroho ditanya di mana suaminya, si istri cuma menjawab tidak tahu karena Pak Nugroho tidak bilang apa-apa kepada istrinya.
"Apakah dia masuk ke Negeri Mega Pancala?" tanya Pak Harun kepada Pak Ghandi ketika mereka di suatu tempat. Sedangkan waktu itu sudah menunjukkan jam 5 sore lewat beberapa menit.
"Mau bikin apa dia ke sana?" tanta Pak Ghandi bernada mengingkari dugaan Pak Harun tersebut. Sedangkan dia juga sudah dilanda kebingungan.
Ya, kedua lelaki tua itu dilanda keheranan bercampur kebingungan tentang hilangnya Pak Nugroho ini. Ditelepon tapi HP-nya tidak aktif. Sedangkan Pak Ghandi sewaktu menelponnya kemarin katanya bersedia ikut serta. Namun kenyataannya tidak.
Apa yang menyebabkan Pak Nugroho tidak mau ikut serta? Malah sekarang hilang tanpa sebab, tanpa di ketahui di mana sekarang berada.
Berbagai macam pertanyaan serta dugaan terlintas di benak kedua lelaki itu tentang hilangnya Pak Nugroho. Namun mereka belum bisa menduga kuat di mana beradanya orang sakti itu.
★☆★☆
Di tengah kedua orang sakti itu sibuk dengan pikiran masing-masing, seketika handphone Pak Ghandi berbunyi pertanda ada notifikasi WA yang masuk ke HP-nya.
Tanpa banyak pikir Pak Ghandi langsung mengambil HP-nya dari dalam sakunya dan melihat WA siapa yang masuk.
Beberapa saat kemudian, setelah membaca WA tersebut, dia langsung memandang Pak Harun dengan wajah tegang.
Tentu saja Pak Harun heran melihat ekspresi sahabatnya yang bagai habis melihat suatu peristiwa yang hebat. Lantas dia bertanya penasaran.
"Ada apa?"
"Nak Rizal menyuruh kita datang ke villa pribadi Nugroho dengan segera," sahut Pak Ghandi. "Nugroho ada di sana!"
"Villa pribadi?!" kata Pak Harun terkejut heran. "Sejak kapan si tambun itu punya villa pribadi?"
"Sebaiknya kita ke sana sekarang," kata Pak Ghandi lebih mengkhawatirkan sahabatnya ketimbang membahas villa pribadinya. "Takutnya terjadi sesuatu."
"Sang utusan mengirim alamatnya?"
"Ya, bahkan dengan alamat GPS-nya sekalian."
"Kalau begitu segera kita ke sana!" kata Pak Harun seolah memutuskan.
Tanpa banyak cakap lagi kedua lelaki itu langsung menuju villa pribadi Pak Nugroho dengan memakai mobil Pak Ghandi. Mereka tahu tempat yang tertera dalam alamat villa itu. Kurang lebih 4 jam perjalanan mobil dengan laju standar baru sampai di tujuan.
Kalau ingin cepat sampai mobil yang dikendarai harus melaju dengan kencang.
Malam sudah menghampar secara utuh melingkupi seantero mayapada. Sementara langit yang nyaris tanpa awan menggantung tanpa Dewi Malam menyinari. Langit hanya dihiasi berlaksa-laksa gemintang yang bertaburan.
Kala itu di taman belakang sebuah villa yang tidak terlalu besar namun tampak begitu asri.
Seorang lelaki tua bertubuh tambun tengah duduk-duduk di sebuah kursi di tengah taman itu. Hanya dia sendiri, tak ada yang menemani selain kesunyian dan kebisuan.
Kepalanya sedikit mendongak menatap langit kelam. Seolahnya lelaki tambun yang tidak lain adalah Randhu Sangkang alias Pak Nugroho menikmati indahnya pemandangan malam.
Tapi sesungguhnya tidak. Dia memandang langit dengan sorotan mata yang kosong. Sedangkan wajah bulatnya terbalut kesedihan bercampur penyesalan. Sehingga menghujamkan rasa takut yang sangat dalam dirinya.
Pak Ghandi sudah memberitahukan kepadanya tentang kabar Pangeran Andhika yang ternyata masih hidup. Dan juga sudah mendengar perintah Pangeran Andhika melalui sang utusan agar bergabung dengan Klan Teratai Ungu.
Namun hingga saat ini dia belum juga bergabung dengan Klan Teratai Ungu. Apakah dia mau membangkang terhadap perintah Pangeran Andhika, junjungannya?
Tentu saja tidak! Sama sekali tidak pernah terlintas di dalam benaknya untuk membangkang terhadap perintah Pangeran Andhika. Hingga saat ini....
Bahkan kalau sang junjungan memerintahkan kepadanya untuk membunuh dirinya sendiri, dia akan melaksanakan tanpa menunda, tanpa membantah, tanpa penyesalan.
Satu hal yang membuatnya terus dirundung kesedihan di sepanjang hidupnya adalah melaksanakan perintah sang junjungan pada peristiwa perang besar.
Ketika itu terjadi perang besar antara Pangeran Andhika beserta ribuan pasukannya melawan Prabu Balakosa yang juga beserta ribuan tentaranya.
Dan pada perang besar itu pasukan Pangeran Andhika mengalami kekalahan telak. Sehingga Randhu Sangkang serta beberapa orang sakti yang bersamanya harus meninggalkan arena pertempuran untuk menyelamatkan diri.
Ya, mereka harus menyelamatkan diri sesuai perintah Pangeran Andhika. Perintah itulah yang membuatnya bersedih hingga hari ini.
★☆★☆
Memikirkan hal itu membuatnya malu berhadapan dengan sang junjungan jika suatu saat muncul di luaran. Tidak kalah malunya lagi jika seandainya benar Ketua Klan Teratai Ungu adalah Permaisuri Dyah Paramitha, bunda sang junjungan.
Itulah makanya kenapa dia tidak ikut bersama kedua sahabatnya menghadap Pangeran Andhara untuk menyatakan kesediaan bergabung dengan klan tersebut. Dikarenakan perasaan malu yang sangatnya itu.
Dalam dirinya saat ini tengah berperang dua perasaan yang sangat hebat. Satu sisi dia tidak boleh membantah perintah Pangeran Andhika. Namun di sisi lain dia malu berhadapan dengan ketua klan.
Sementara itu malam terus merangkak perlahan demi perlahan. Sedangkan Randhu Sangkang masih larut dalam perasaannya yang membuatnya gundah. Namun begitu, ternyata kewaspadaannya tidak ikut tenggelam bersama kesedihannya.
Seketika dengan cepat dia menekan kedua telapak tangannya di kursi panjang yang dia duduki. Kejap berikut tubuh tambunnya langsung melenting tinggi ke udara.
Hampir bersamaan waktunya melesat 4 sinar merah berhawa panas yang berasal dari pengerahan pukulan jarak jauh yang datang dari arah depannya dengan amat cepat. Sedikit saja Pak Nugroho terlambat, dia akan dimamam 4 sinar merah yang ganas itu.
Maka akibatnya, karena target utama sudah tidak ada di tempat, 1 dari 4 sinar merah berhawa panas itu langsung menghantam kursi. Sehingga kursi yang tidak berdosa itu seketika hancur menjadi serpihan kecil-kecil.
Sedangkan 3 sinar merah pukulan jarak jauh yang lainnya ternyata tidak berhenti melesat. Sinar-sinar panas itu terus saja meluncur ke belakang. Sementara di belakang sana menanti villa Pak Nugroho.
Maka tanpa dapat dicegah lagi 3 sinar merah yang ganas berhawa panas itu langsung menghantam villa Pak Nugroho tanpa tanggung-tanggung. Sehingga....
Duaaarrr! Duaaarrr!
Blaaarrr!
Terdengarlah ledakan yang cukup keras 3x berturut-turut. Yang ditingkahi hancurnya villa yang tidak terlalu besar itu menjadi berkeping-keping. Sepihan-serpihannya itu berterbangan ke segala arah bersama kepulan debu yang membumbung ke udara.
Dan ternyata ada yang lebih mengerikan lagi. Di balik suara ledakan dan kegaduhan itu, terdengar 2 jeritan kematian yang berasal dari dalam villa yang sudah hancur itu.
Tentunya 2 jeritan kematian itu berasal dari 2 orang pelayan Pak Nugroho yang mengurus villa itu.
Sungguh malang! Villa dan 2 pelayan yang tidak berdosa harus menjadi keganasan 3 sinar panas itu.
Sementara Pak Nugroho segera tahu kalau bahaya telah mengancamnya. Maka ketika tubuhnya sementara turun ke bawah dia segera merubah penampilan dirinya.
Tampaklah dia kini berpakaian mode kependekaran Negeri Mega Pancala. Di tangan kanannya tergenggam tombak panjang yang ujungnya berbentuk golok berwarna putih perak.
Begitu sepasang kakinya telah berpijak di atas tanah berumput yang sudah berembun, Randhu Sangkang langsung menengok villanya bernasib malang itu.
Tampak wajahnya semakin sedih. Bukan karena villanya yang hancur. Melainkan dia sedih karena 2 pengurus villanya harus mati akibat keganasan orang yang tidak bertanggung jawab.
Memikirkan hal itu, dengan cepat dia menghadap ke suatu arah di mana tadi 4 sinar merah panas berasal. Kejap berikut sepasang matanya yang tadinya menyorotkan kesedihan, kini berubah menyorotkan kemarahan yang sangat.
Ternyata di situ telah berdiri 4 orang lelaki berumur 40-an tahun dengan gagah namun berbalut keangkuhan. Empat lelaki itu mengenakan pakaian yang serupa.
Yaitu berupa pakaian panjang hingga ke mata kaki berwarna merah. Pakaian bagian atasnya sedikit sempit, sehingga memetakkan otot badannya yang kekar.
Penampilan 4 lelaki itu tidak jauh beda dengan Bandhosa. Hanya saja yang membedakan, kalau pakaian Bandhosa berwarna hitam berpadu merah. Sedangkan pakaian keempat lelaki itu berwarna merah.
★☆★☆★
Mohon pengertiannya...