Kolaborasi kisah generasi Hikmat dan Ramadhan.
Arsy, cucu dari Abimanyu Hikmat memilih dokter sebagai profesinya. Anak Kenzie itu kini tengah menjalani masa coasnya di sebuah rumah sakit milik keluarga Ramadhan.
Pertemuan tidak sengaja antara Arsy dan Irzal, anak bungsu dari Elang Ramadhan memicu pertengkaran dan menumbuhkan bibit-bibit kebencian.
"Aduh.. maaf-maaf," ujar Arsy seraya mengambilkan barang milik Irzal yang tidak sengaja ditabraknya.
"Punya mata ngga?!," bentak Irzal.
"Dasar tukang ngomel!"
"Apa kamu bilang?"
"Tukang ngomel! Budeg ya!! Itu kuping atau cantelan wajan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jebakan
Diantar oleh Zar, Jojo berangkat menuju rumah sakit untuk menengok Renata. Mendengar kisah wanita itu yang mendapatkan kekerasan seksual, ditambah upaya bunuh dirinya dengan mengiris pergelangan tangan, membuat Jojo teringat akan Anka, adik kembarnya yang meregang nyawa dengan cara seperti itu.
Zar menuntun Jojo yang terlihat tak sabar untuk bertemu dengan Renata. Mata tua Jojo terus memperhatikan panel di atas pintu lift yang menunjukkan pergerakan kotak besi tersebut. Begitu lift sampai di lantai 10, bergegas Jojo keluar dari sana. Dadanya berdebar kencang saat langkahnya semakin mendekati ruang rawat Renata.
Sundari, Tamar dan Rakan yang sedang berada di ruang perawatan terkejut ketika pintu ruangan terbuka. Renata berbaring dengan posisi bed setengah duduk. Hati Zar miris melihat pergelangan tangan kiri wanita itu terbalut perban. Karena depresi, dia hendak menghakhiri hidupnya sendiri. Beruntung Sundari dan dua orang perawat berhasil menemukannya.
“Anka!!”
Jojo menghambur ke arah Renata kemudian memeluk tubuh wanita itu. Sontak semua yang ada di ruangan terkejut. Rakan memang mengenali Jojo sebagai salah satu keluarga Hikmat, tapi dia tidak tahu kalau pria itu mengenal Renata. Apalagi dia tadi memanggil dengan sebutan Anka.
Kedatangan Jojo yang langsung memeluknya sambil menangis, ditambah memanggilnya dengan sebutan Anka, membuat Renata bereaksi. Padahal sedari tadi dia tak merespon seorang pun yang ada di ruangan. Kepalanya menoleh pada Jojo yang masih memeluknya sambil menangis.
“Kakek siapa?” tanya Renata dengan suara parau.
“Ki.. Kijo.. itu Rena, bukan Anka,” ujar Zar pelan di telinga Jojo.
Sadar kalau wanita yang dipeluknya bukanlah Anka, Jojo melepaskan pelukannya. Pria itu mengusap sisa airmata di wajah tuanya. Tamar dan yang lain masih belum bisa berkata-kata. Mereka bingung, apa hubungan antara Renata dengan Jojo.
“Bang.. itu siapa sih?” bisik Tamar pada Rakan.
“Itu pak Jojo, besannya pak Abimanyu Hikmat.”
“Emang dia kenal Rena? Ngga mungkin kan Rena simpenan dia.”
Dengan kesal Tamar menjitak kepala Tamar. Bisa-bisanya pria itu melontarkan kalimat nyeleneh. Meski bingung, tapi Rakan yakin kalau bukan hubungan seperti itu yang dimiliki Jojo dan Renata.
“Maaf.. maaf.. kalau saya terbawa suasana. Kenalkan, saya Jojo… kakeknya Zar.”
Jojo mengulurkan tangannya pada Renata. Wanita itu meraih tangan Jojo kemudian mencium punggung tangannya. Refleks, Jojo mengusap puncak kepala Renata. Matanya kemudian melihat pada tangan Renata yang terbalut perban. Diraihnya tangan tersebut.
“Kakek tau apa yang menimpamu begitu berat. Tapi.. bunuh diri bukanlah jalan keluarnya. Lihatlah, banyak orang yang peduli padamu. Apa kamu mau membuat sedih orang-orang yang menyayangimu?”
Tangis Renata kembali pecah mendengar ucapan Jojo. Pria itu menarik Renata ke dalam pelukannya. Tangis wanita itu semakin kencang dalam dekapan Jojo. Beberapa kali Jojo mengusap punggung dan puncak kepalanya.
“Menangislah kalau kamu mau menangis. Tapi besok kamu tidak boleh menangis lagi. Kakek yakin, kamu adalah wanita yang kuat. Tunjukkan pada orang-orang yang sudah membuatmu menderita, kalau mereka sudah melakukan kesalahan. Apa yang mereka lakukan tidak akan melemahkanmu. Justru kamu menjadi wanita yang lebih kuat dan berani. Jika kamu terpuruk, mereka akan tertawa. Karenanya, jangan biarkan mereka tertawa di atas penderitaanmu. Tunjukkan kalau mereka sudah memilih orang yang salah untuk ditindas. Jangan takut, kakek akan menjadi orang pertama yang akan membelamu jika mereka macam-macam.”
Perlahan Renata melepaskan diri dari pelukan Jojo. Wanita itu mendongakkan kepalanya, melihat wajah Jojo lebih jelas. Kemudian dia melihat pada Zar yang berdiri di sebelahnya. Jojo membaringkan tubuh Renata di bed, kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuhnya sampai sebatas pinggang.
“Kamu harus banyak istirahat, jangan banyak pikiran.”
Zar mengambilkan kursi untuk Jojo. Pria tua itu mendudukkan diri di kursi. Dia sengaja duduk di dekat bed Renata. Tangannya terus memegangi tangan Renata, sedang tangan sebelahnya mengusap puncak kepala wanita itu. Perlahan rasa kantuk melanda, Renata memejamkan matanya.
“Dokter bilang apa soal Rena?” tanya Jojo pada Sundari.
“Lukanya tidak ada masalah, hanya masalah psikisnya saja.”
“Kalau diijinkan, begitu Rena diperbolehkan keluar dari rumah sakit, biarkan dia tinggal di rumah saya.”
Tentu saja Sundari terkejut mendengar penuturan Jojo. Sontak wanita itu melihat pada Tamar dan Rakan. Tamar nampak menggelengkan kepalanya. Berbeda dengan Rakan yang nampak berpikir sejenak.
“Maaf, kek. Kalau aku boleh tau, kakek kenal Rena di mana?” tanya Rakan.
“Kakek memang ngga kenal dengan Rena. Tapi.. dia mengingatkan pada adik kembar kakek, Anka. Dulu.. Anka juga mengalami hal yang sama. Dia juga merasakan kekerasan seksual dan mengakhiri hidupnya dengan mengiris pergelangan tangannya. Kakek ngga mau Rena mengalami hal yang sama. Kakek mau membangkitkan semangatnya lagi. Kakek ingin melakukan hal yang tidak bisa kakek lakukan pada Anka dulu.”
Semua terdiam mendengar penuturan Jojo. Bahkan Zar baru tahu kalau kakeknya itu mempunyai adik kembar. Pantas saja ibunya terlahir kembar dan dirinya juga bersaudara kembar dengan Arsy. Dipikirnya keturunan kembar, didapat dari klan Dinda atau Abi.
“Kalau Rena setuju tinggal bersama kakek, silahkan saja. Aku percaya, kakek bisa menjaga Rena dengan baik.”
“Terima kasih. Pada siapa kakek harus meminta ijin?”
“Sehari-hari Rena tinggal di panti bersama saya. Kalau Rena setuju, saya akan mendukungnya.”
Senyum Jojo terbit mendengar jawaban Sundari. Kemudian pandangannya beralih pada Renata yang sudah tertidur. Ada banyak rencana yang ingin dia lakukan demi membangkitkan semangat hidup Renata. Dia akan melakukan hal yang tak sempat dilakukannya dulu.
🍁🍁🍁
“Pa…”
Rakan memasuki ruang kerja Reyhan kemudian duduk di sofa yang ada di sana. Melihat sang anak datang mengunjunginya, Reyhan menjeda pekerjaannya. Pria itu keluar dari meja kerjanya kemudian menyusul duduk di samping putranya.
“Kamu sudah melihat Rena?”
“Sudah, pa.”
“Bagaimana keadaannya?”
“Tadi dia tidak merespon siapa pun. Tapi setelah kakek Jojo datang, dia mulai meresponnya.”
“Om Jojo besannya om Abi?” tanya Reyhan bingung.
“Iya, pa.”
“Memangnya mereka saling kenal?”
“Ngga, pa. Jadi gini..”
Reyhan menceritakan apa yang tadi Jojo katakan saat menjenguk Renata. Reyhan yang baru mendengar kisah tersebut cukup terkejut juga. Masalah tentang Anka memang ditutup rapat-rapat oleh keluarga Hikmat. Jadi tidak ada yang tahu kalau Jojo memiliki saudara kembar yang sudah meninggal dunia.
“Menurut papa bagaimana? Kakek Jojo meminta Rena tinggal bersamanya.”
“Kalau itu bisa membuat Rena cepat pulih, tidak apa. Rena butuh suasana baru. Siapa tahu di kediaman om Jojo, dia bisa cepat pulih.”
“Pa…”
Rakan tak meneruskan kalimatnya. Reyhan menatap anak sulungnya itu. Pasti ada hal penting yang hendak dibicarakannya. Tapi melihat bahasa tubuhnya, nampak sang anak masih ragu akan apa yang hendak disampaikannya.
“Ada apa?”
“Apa papa setuju kalau aku menikahi Renata?”
Reyhan terkejut mendengar kata pernikahan terlontar dari mulut Rakan. Ini pertama kalinya pria itu membahas tentang pernikahan setelah kepergian Shafa. Jika Rakan membicarakannya di waktu yang lain, bukan di saat kejadian seperti ini, maka dirinya pasti senang dan langsung menyetujui. Tapi Reyhan tahu apa alasan sebenarnya Rakan ingin menikahi Renata.
“Apa kamu mencintai Rena?”
“Aku…"
“Jawab papa dengan jujur. Kamu ingin menikahi Rena karena mencintainya, atau karena kasihan padanya?”
“Aku…”
“Rakan.. papa tahu kondisi Rena sedang terpuruk. Tapi niat baikmu ingin menikahi Rena, bukan solusinya. Saat ini yang Rena butuhkan adalah dukungan untuk membangkitkan kepercayaan dirinya, dukungan untuk membantunya lepas dari trauma. Kalau kamu mencintai Rena, papa akan mendukung. Tapi kalau hanya rasa kasihan, lebih baik tidak usah. Hal itu justru akan semakin membuatnya ngga percaya diri.”
Kepala Rakan menunduk. Apa yang dikatakan papanya memang benar. Keinginan menikahi Renata memang berangkat dari rasa ibanya melihat penderitaan gadis itu. Walau tidak ada cinta di hatinya, tapi sepertinya dia bisa menerima wanita itu sebagai pendamping hidupnya.
“Dari pada menikahinya, kamu bisa melakukan hal lain untuknya.”
“Apa, pa?”
“Sekretarismu bukannya mau mengundurkan diri? Berikan posisi itu pada Renata. Dia anak yang cerdas, pasti akan bisa menjadi sekretaris yang baik untukmu. Masuk ke dalam dunia kerja, sedikit banyak bisa membuatnya melupakan apa yang dialaminya kini.”
“Akan aku pikirkan, pa.”
Reyhan menepuk pundak anaknya pelan. Rakan memang berhati lembut seperti papanya. Dia pasti tidak tega melihat penderitaan Renata, dan berinisiatif untuk menikahi wanita itu. Tapi kalau memang Renata adalah jodoh Rakan, Reyhan sama sekali tidak keberatan.
🍁🍁🍁
Dua hari sebelum kasus bunuh diri Rena
TOK
TOK
TOK
Irzal mengangkat kepalanya ketika mendengar suara ketukan di pintu. Tak lama Jayden masuk dengan koper kecil di tangannya. Wajahnya nampak tersenyum. Ahli IT di Humanity Corp itu berjalan menuju meja Irzal. Tak berselang lama, Aidan juga masuk. Tadi Jayden memintanya untuk ke ruangan Irzal.
“Ada apa, om?” tanya Irzal.
“Ini.. chip keamanan yang om kerjakan sudah selesai. Om akan pasangkan untukmu juga Aidan. Supaya kejadian kemarin tidak terulang,” Jayden melihat pada Aidan.
“Papa sudah tahu?”
“Sudah. Habis dari sini om akan ke markas. Papamu lagi di sana, sedang bicara dengan Kenzie.”
“Ok. Suntik di mana om?”
“Di tangan aja.”
Jayden mengeluarkan alat yang bentuknya seperti pistol. Alat seperti ini sering digunakan untuk menindik telinga. Jayden memasukkan chip ke dalam alat tersebut. Dia meraih tangan Irzal, lalu mengarahkan alat tersebut ke ruas antara ibu jari dan telunjuk. Sekali tekan, chip tersebut masuk ke dalamnya. Dia kemudian melakukan hal yang sama pada Aidan.
Pria itu memasukkan kembali alat ke dalam koper, kemudian mengambil ponselnya. Dia mengaktifkan sistem di ponselnya lalu menyambungkan ke ponsel Irzal. Dengan posisi tubuh sedikit menunduk Jayden menerangkan cara kerja chip tersebut.
“Titik dua ini adalah kamu dan Aidan. Kemana pun kalian pergi pergerakan kalian akan terpantau. Chip ini akan terhubung langsung pada tim keamanan dan juga om.”
“Ngga ada efek samping kan, om?” tanya Aidan.
“Ngga ada. Tapi jangan sampai lokasi pin terkena hantaman benda keras. Alat itu bisa hancur juga.”
“Ok, om.”
“Om pergi dulu ya.”
Jayden mengambil kembali kopernya, kemudian keluar dari ruangan Irzal. Tujuan pria itu selanjutnya adalah rumah sakit Ibnu Sina. Sesuai instruksi Abi, dia harus memasangkan chip pada Arsy. Untuk melancarkan usahanya, dia akan dibantu oleh Daffa pastinya.
Sesampainya di rumah sakit, Jayden segera menemui Daffa. Mereka berbincang sebentar sambil menunggu Arsy yang masih berada di ruang istirahat dokter IGD. Sepuluh menit kemudian, orang yang ditunggu muncul. Daffa segera memanggil Arsy. Tanpa merasa curiga, koas wanita tersebut mendekat.
“Sy.. kenalin ini om Jayden. Dia dapet perintah dari kakek Abi buat pasang chip di badan kamu.”
“Chip? Buat apa?”
“Buat ngelacak posisi kamu. Udah ngga jaman alat pelacak ditaro di hape atau barang lain. Ini lebih canggih. Aku juga udah dipasang,” Daffa mengangkat tangannya.
“Harus ya?”
“Harus. Sejak kasus Rena, kita harus lebih waspada. Musuh di mana-mana,” tegas Daffa yang membuat Arsy akhirnya mau dipasang chip di tubuhnya.
“Pasang di mana, om?”
“Di tangan aja.”
Arsy menganggukkan kepala. Dia menyodorkan tangan pada Jayden. Pria itu langsung saja memasukkan chip di posisi yang sama seperti Irzal. Daffa hanya memperhatikan saja, bagaimana chip tersebut masuk. Sebenarnya dia belum dipasang chip, tapi supaya Arsy mau melakukannya, terpaksa pria tampan itu berbohong.
“Ok.. tugas om sudah selesai. Om pulang dulu.”
Setelah membereskan peralatannya, Jayden segera meninggalkan rumah sakit. Pasti Elang dan Kenzie sudah menunggunya. Dua pria itu pasti terkejut kalau chip sample yang dibuatnya ternyata sudah lebih dulu dipakai oleh anak-anak mereka.
🍁🍁🍁
Dengan penuh suka cita, Abi menyambut kedatangan Jayden. Pria itu mengajak Jayden bicara di halaman belakang. Di sana Kenan sudah menunggu, untuk membicarakan rencana yang akan mereka eksekusi hari ini. Abi sudah tidak sabar untuk segera menyatukan cucunya dengan Irzal.
Kenan berdiri kemudian bersalaman dengan Jayden. Ketiganya lalu duduk bersama. Jayden menerangkan cara kerja chip yang diciptakannya. Dia juga memperlihatkan posisi di mana Irzal dan Arsy berada kini.
“Irzal sama Aidan masih di kantornya, kalau Arsy ada di rumah sakit. Nanti siapa yang mau dipanggil lebih dulu, Arsy apa Bibie?”
“Lebih baik Arsy dulu. Kalau Irzal yang sampai duluan, rencana bisa kacau,” jawab Kenan.
“Semua yang dibutuhkan sudah tersedia?” tanya Abi.
“Sudah, pa. tenang aja. Makanan dan minuman juga. Mereka ngga akan kelaparan,” Kenan mengangkat jempolnya.
“Pasti Bibie bakalan tahu kalau ini jebakan. Dia kan pinter, om,” ucap Jayden.
“Ngga masalah dia tahu, yang penting sudah masuk perangkap.”
“Tapi aman kan, om?” Jayden sedikit khawatir.
“Aman. Kamu ngga percaya sama keponakanmu sendiri?”
“Bukan gitu, om. Kan mereka bakalan berdua aja di sana. Mereka kan belum nikah.”
“Ck…. Mereka di sana ngga sampe dua belas jam. Pasti aman. Irzal laki-laki yang baik, pasti tidak akan macam-macam.”
“Betul, Jay… kita hanya tinggal tunggu reaksi bang El aja. Kamu tahu kan bang El seperti apa.”
Jayden hanya mampu menarik nafas panjang. Pintar sekali Abi dan Kenan mengatur rencana untuk mempercepat perjodohan Irzal dan Arsy. Mereka tahu benar Elang akan bereaksi seperti apa atas rencana mereka.
“Kalau Kenzie gimana?” tanya Jayden lagi.
“Kurang lebih reaksinya bakal sama kaya Elang. Walau mungkin ngga akan sekeras Elang, hahaha…”
Abi tertawa puas membayangkan, Elang memaksa Irzal untuk menerima perjodohan dengan Arsy karena situasi yang dibangun olehnya. Dengan begitu impiannya melihat salah satu cucunya berbesan dengan cucu keluarga Ramadhan menjadi kenyataan.
“Pokoknya misi ini harus berhasil. Selanjutnya kita tinggal pikirkan Aya. Kita ngga bisa mengharapkan Kevin. Orang tua satu itu ngga becus kalau urusan beginian.”
“Hahaha… kan otaknya ngga licik kaya papa,” celetuk Kenan.
“Heleh.. kaya kamu ngga licik aja. Ide ini juga dari kamu.”
“Kan tetap bibitnya dari papa, hahaha…”
Ketiga pria itu tertawa bersamaan. Jayden hanya mampu menggaruk kepalanya. Chip buatannya yang menggunakan teknologi tinggi ternyata hanya digunakan untuk menjodohkan Irzal dan Arsy sebagai uji coba.
🍁🍁🍁
Hari ini Renata diperbolehkan pulang. Sesuai yang dikatakannya saat menengok beberapa hari lalu, Jojo menjemput Renata di rumah sakit dan akan membawanya pulang ke rumah. Dia sudah menyiapkan kamar untuk wanita itu. Dinda, Barra dan Hanna juga tidak keberatan dengan rencana pria itu.
Tak ada penolakan dari Renata ketika Jojo mengajaknya pulang ke rumah. Selain membutuhkan suasana baru, wanita itu juga merasa nyaman saat bersama dengan Jojo. Dia seperti mendapatkan seorang kakek yang begitu menyanyanginya.
“Mudah-mudahan kamu betah ya,” ujar Jojo sambil merangkul bahu Renata keluar dari lift.
“Makasih, kek.”
“No.. no.. no.. jangan panggil kakek. Mulai sekarang kamu harus panggil KiJo, alias aki Jojo. Kalau kakek itu panggilan buat si bon cabe.”
“Siapa bon cabe?”
“Orang paling ngeselin sedunia. Tapi biar ngeselin, dia itu baik. Pasti dia juga akan menyayangimu seperti Kijo. Nanti Kijo kenalkan.”
Sebuah mobil berhenti di depan lobi rumah sakit. Sang supir turun kemudian membukakan pintu untuk Renata di bagian belakang. Jojo melihat ke atas, langit sudah mulai menggelap. Dia sengaja menjemput Rena sore hari menjelang malam, agar bisa menjalankan rencana selanjutnya.
“Kamu tunggu sebentar. KiJo ada perlu dulu.”
Bergegas Jojo menuju IGD untuk mencari keberadaan Arsy. Matanya kemudian menangkap Arsy yang baru saja selesai memeriksa pasien. Dengan memasang wajah panik, dia segera mendekati Arsy.
“Sy.. tolong KiJo.”
“KiJo kenapa?”
“KiJo mau jemput Rena, tapi anak itu ngga ada. Kira-kira dia kemana?”
“Rena udah keluar rumah sakit?”
“Iya.”
Di tengah kepanikan, Daffa menghampiri mereka. Saatnya pemain drama kedua masuk ke dalam skenario buatan Kenan.
“Ada apa?” tanya Daffa.
“Rena.. kata KiJo dia ngga ada di kamarnya.”
“Bentar. Kemarin Rena juga dipasang chip sama om Jay.”
Daffa mengambil ponselnya kemudian menghubungi Jayden. Dia meminta pria itu untuk melacak keberadaan Renata. Kepala Daffa hanya mengangguk-angguk saja mendengar penjelasan Jayden.
“Rena ke kantor ayah.”
“Humanity Corp? Ngapain dia ke sana?” tanya Jojo.
“Ngga tau.”
“Ya sudah KiJo ke sana.”
“Eh… jangan.. biar aku aja. KiJo pulang aja. Nanti aku yang antar Rena ke rumah KiJo. Dok.. aku pulang sekarang ngga apa-apa?”
“Iya, aku juga mau hubungi bang Bibie.”
Arsy segera berlari menuju ruang ganti dokter. Daffa dan Jojo bertos ria sepeninggal Arsy. Jojo segera kembali ke mobilnya, sudah terlalu lama dia meninggalkan Renata di mobil. Pria itu segera masuk ke dalam lalu duduk di samping Renata.
“Sudah selesai kek? Eh KiJo.”
“Sudah. Ayo berangkat.”
Kendaraan yang ditumpangi Jojo dan Renata mulai meluncur pergi. Dia lalu mengambil ponsel dan menghubungi sahabatnya.
“Halo..”
“Halo.. aku sudah melakukan bagianku. Jangan bilang kalau aku tidak ikut andil dalam perjodohan mereka.”
“Bagus… jangan mau terima hasilnya aja.”
Mulut Jojo komat-kamit tak jelas saat Abi memutuskan panggilan begitu saja. Renata mencoba menahan senyum mendengar Jojo yang tak berhenti mengatai sahabatnya.
🍁🍁🍁
Beberapa kali Arsy coba menghubungi Zar, namun panggilannya selalu terhubung pada kotak suara. Matanya terus memandang pada panel di atas pintu lift. Tak sabar menanti kotak persegi yang membawanya sampai di lantai 12. Gadis itu segera berlari keluar lalu menaiki tangga menuju rooftop.
Sementara itu Irzal juga berlari menuju rooftop setelah melihat chip yang ada di tubuh Renata yang sebenarnya adalah Aidan berada di rooftop. Pria itu takut kalau Renata kembali mencoba bunuh diri.
Sementara itu, Aidan yang berada di rooftop segera turun menggunakan sling cable menuju jendela ruangan Aslan yang ada di lantai 11. Dibantu Aslan, pria itu masuk melalui jendela.
“Makasih, Dan,” Aslan menepuk pelan sahabat sekaligus asisten adiknya.
“Ya ampun.. niat banget ya mereka mau jodohin Bibie.”
“Hahaha.. ayo pulang.”
Sementara itu di rooftop, Arsy langsung mencari keberadaan Renata di setiap sudut sambil memanggil namanya.
“RENA!! RENA!!”
Irzal yang telah sampai di lantai 12 bergegas naik ke rooftop. Dengan cepat dia membuka pintu. Matanya langsung memandang sekeliling. Tiba-tiba saja, terdengar suara pintu menuju rooftop terkunci. Pria itu segera menolehkan kepalanya.
🍁🍁🍁
**Abi dan Kenan kolab, gini nih jadinya🙈
Terima kasih buat komen kalian. Tenang aja aku cuma block 1 akun itu juga karena komennya sudah terlalu kata bang Rhoma. Mending abis itu ngga baca lagi, kalo masih baca dan komen jelek lagi kan bikin gedeg😂
Dua hari dibikin lelah hayatun ama entun. Aku up pagi reviewnya luaaama pol dan baru nongol sore. Yang sekarang ngga tau nongol jamber. Kalo sore lagi, wess lah gimana neng entun.. Puyeng akoh**