Galang Aditya Pratama—seorang pengacara ternama yang dikhianati oleh sang istri hingga bertahun-tahun lamanya. Kemudian, Cinta Amara hadir di kehidupannya sebagai sekretaris baru. Amara memiliki seorang putri, tetapi ternyata putri Amara yang bernama Kasih tak lain dan tak bukan adalah seseorang yang selama ini dicari Galang.
Lantas, siapakah sebenarnya Kasih bagi Galang?
Dan, apakah Amara akan mengetahui perasaan Galang yang sebenarnya?
###
"Beri saya kesempatan. Temani saya Amara. Jadilah obat untuk menyembuhkan luka di hati saya yang belum sepenuhnya kering. Kamulah alasan saya untuk berani mencintai seorang wanita lagi. Apakah itu belum cukup?" Galang~
"Bapak masih suami orang. Mana mungkin saya menjalin hubungan dengan milik wanita lain." Amara~
***
silakan follow me...
IG @aisyahdwinavyana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Na_Vya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35~
~BERI SAYA KESEMPATAN.
###
'*A*mara, selama ini saya menyukai kamu. Saya mencintai kamu, Amara.'
Kalimat itu terus berdengung di telinga Amara. Pernyataan yang belum pernah dia dengar selama hidupnya. Galang begitu mudah melontarkan kalimat tersebut tanpa memikirkan perasaannya sebagai seorang perempuan.
Apakah ini nyata?
Atau... ini hanya mimpi?
Detik ini, ada seorang lelaki kaya, berpendidikan, memiliki nama besar baru saja menyatakan perasaannya. Amara tercenung, menatap manik kecokelatan di depannya. Dia berusaha mencari-cari kebohongan di sana, namun tidak dia temui.
'Jika ini mimpi, tolong bangunkan aku segera, Tuhan. Tapi, jika ini memang kenyataan, jawaban apa yang harus aku beri padanya. Aku benar-benar awam tentang ini. Cinta—sekali pun aku belum pernah jatuh cinta. Aku takut, aku takut jika aku salah memilih. Pak Galang orang yang baik, bahkan terlalu baik dan sempurna bagi perempuan sepertiku. Apa aku pantas? Apa aku pantas mendapatkannya? Sementara, dia pernah gagal menjalin suatu hubungan dengan istrinya. Aku... aku benar-benar—'
"Amara. Kamu dengar saya 'kan?" tanya Galang untuk memastikan sebab Amara sepertinya tidak bereaksi sama sekali. Galang berpikir, apakah perempuan ini merasa syok dengan ungkapan isi hatinya barusan.
"Hei ...." Telapak tangan Galang kini beralih pada pipi Amara.
Amara tersentak dengan rasa hangat yang berasal dari telapak tangan Galang. Hatinya kembali berdesir aneh.
"I-iya, Pak." Amara bergerak kikuk dan gugup. "Ma-maaf." Bibirnya berkata demikian. Entah dengan maksud apa Amara meminta maaf.
"Amara, lihat saya. Tataplah mata saya." Galang mengerti dengan sikap yang ditunjukkan oleh Amara saat ini. Karena itu, dia menahan Amara agar tetap menatap matanya.
Sekali lagi, sorot mata mereka saling bertemu. Amara bahkan bisa merasakan hangatnya napas yang berembus dari hidung Galang.
"Apa kamu menemukan sesuatu?"
"Apa?"
"Cinta..."
"Cinta...?"
Galang mengangguk pelan.
"Ya ... cinta," ucapnya seraya mengusap pipi mulus itu dengan lembut dan penuh perasaan.
Amara begitu terlihat sangat cantik di mata Galang. Entah kenapa, semua yang ada pada gadis ini, Galang sangat menyukainya. Alis, mata, hidung, dan bibirnya. Semuanya sangat indah dan sempurna.
"Sa-saya." Kelopak mata Amara mengerjap perlahan, sehingga bulu-bulu lentik itu ikut bergerak dengan indah. Seakan-akan merayu Galang agar terus menatapnya.
"Kamu cantik, Amara. Sangat. Apa kamu tahu itu?" ungkap Galang secara frontal. Sepertinya, otaknya mulai tidak terkontrol.
Amara beringsut mundur guna menciptakan jarak antara dia dan Galang yang kian menipis.
"Pak, saya ...." Jangan tanya, bagaimana degup jantung Amara saat ini. Rasanya hampir pingsan mendengar pujian dari seorang Galang Aditya Pratama. Pujian yang menurutnya terlalu... ah, sudahlah! Amara tidak ingin besar kepala.
"Kamu enggak usah terburu-buru menjawabnya, Amara. Saya akan menunggumu," kata Galang lagi mencoba memberikan gadis itu sedikit waktu.
"Tapi, Pak. Saya enggak bisa ngasih jawaban dalam waktu dekat ini. Saya harus meyakinkan hati saya terlebih dulu karena ini adalah yang pertama bagi saya," timpal Amara mengungkapkan apa yang sejak tadi ada di kepalanya.
Galang menurunkan pandangannya pada jari-jari Amara yang saling meremat di atas bed. Bahkan saking eratnya, sprei yang melapisi ikut tertarik. Dia tersenyum, lantas menatap Amara lagi lalu bertanya,
"Apa kamu takut? Kamu terlihat sangat gugup?"
"Hah?" Amara melongo, kemudian mengikuti arah pandangan Galang yang kini menatap jari-jarinya. "Se-sedikit." Dia sontak melepas remasan pada sprei tersebut.
'Dia benar-benar polos.' Galang membatin geli.
"Berarti kamu sama sekali belum pernah pacaran?" tanyanya kemudian.
Amara menggeleng. "Belum."
"Kenapa? Kenapa belum pernah?"
"Karena saya tahu diri. Mana ada yang mau sama perempuan miskin dan punya satu anak seperti saya," jawab Amara apa adanya.
Selama ini dia tidak pernah berharap akan ada seorang pria menikahinya. Hidup berdua dengan Kasih saja itu sudah cukup baginya.
"Kenapa? Apa perempuan seperti kamu enggak berhak bahagia? Kamu jangan rendah diri. Enggak baik. Apa kamu akan selamanya hidup sendiri? Itu enggak mungkin 'kan?" Galang mengatakan pendapatnya, dia kurang setuju dengan pemikiran Amara.
Amara menggeleng. "Itu mungkin. Karena saya udah merasa bahagia meski hanya berdua dengan Kasih. Lalu, untuk apa saya mencari pasangan jika pasangan itu tidak tepat. Yang ada hanya membuat kita sakit hati," ujarnya membenarkan pemikirannya sendiri.
Galang gemas dengan Amara. Gadis ini sungguh mempunyai pikiran yang tidak semua perempuan miliki. Tangguh dan mandiri. Ditambah dengan sifat penyayangnya yang dia yakini sangat murni.
"Mulai sekarang jangan berpikiran seperti itu. Karena mulai detik ini saya yang akan mendampingi kamu. Menjadi bagian dari kehidupan kamu. Mengisi kekosongan di sini. Bagaimana?" Galang menunjuk dada Amara dengan tatapan menggoda.
Astaga! Saat ini lelaki itu tengah menjelma menjadi seorang remaja yang baru beranjak dewasa. Tidakkah dia mengingat umunya yang hampir kepala empat? ckckck...
'Apa benar dia Pak Galang? Kenapa dia sangat berbeda dari yang kemarin-kemarin?' Amara meringis, memperhatikan sikap Galang yang tidak seperti biasanya.
"Bapak masih suami orang. Mana mungkin saya menjalin hubungan dengan milik wanita lain."
"Bukannya saya udah pernah bilang kalo saya udah bercerai dari istri saya. Apa tadi kamu enggak denger saya ngomong apa sama Kevin?"
Amara ingat. Dia masih mengingatnya dengan baik. Maka dari itu dia menganggukkan kepala.
"Ya udah. Kalo kamu masih ingat. Jadi gimana?"
"Saya ... saya ...." Amara mengalihkan pandangannya ke arah lain.
'Kenapa Pak Galang sangat suka menatapku? Apa dia enggak tau kalo aku bisa aja khilaf?' gerutu Amara dalam hati.
"Amara."
"Beri saya waktu, Pak."
"Baiklah. Tapi jangan terlalu lama. Kalo kamu enggak mau saya paksa menikah dengan saya." Galang terkekeh setelahnya, sementara Amara langsung menelan ludah dan menatapnya.
"Ke-kenapa Anda menakutkan? Bukankah saya berhak untuk menolak Anda? Jadi, Anda enggak ada hak buat maksa saya menikah dengan Anda," tanya Amara ketakutan.
"Ada. Tentu saya ada hak. Saya 'kan atasan kamu?" Galang semakin gencar menggoda Amara yang mulai nampak kesal.
"Tapi—"
Galang dengan cepat menutup mulut Amara dengan jari telunjuknya, sehingga gadis itu langsung terdiam. Dia hanya mampu mengerjapkan matanya.
"Dengarkan saya. Saya serius. Saya mau kamu memikirkannya dengan baik. Coba buka hati kamu untuk saya. Saya janji akan memberikan apa pun yang ada di dunia ini untuk wanita berhati emas seperti kamu," ucap Galang, menjeda sesaat lantas menyingkirkan jarinya dan beralih menangkup wajah kecil Amara.
"...beri saya kesempatan. Temani saya Amara. Jadilah obat untuk menyembuhkan luka di hati saya yang belum sepenuhnya kering. Kamulah alasan saya untuk berani mencintai seorang wanita lagi. Apakah itu belum cukup?"
'Tuhan ... apa ini? Kenapa tatapannya begitu menenggelamkan.'
Secara sadar Amara menganggukkan kepala.
"Ba-baik. Saya akan menjawabnya satu Minggu lagi," ujarnya yang seketika disambut decakan kencang oleh Galang.
"Itu terlalu lama, Amara."
"Lima hari. Kalo gitu lima hari lagi."
"Masih kelamaan."
"Empat. Empat hari lagi."
"Ck! Kelamaan Amara."
"Te-terus gimana?" Amara bingung sekaligus merasa takut. Galang benar-benar mendesaknya.
"Besok. Saya mau jawabannya besok." Satu garis senyuman tercetak di bibir lelaki itu. Dia merasa senang sebab berhasil membuat Amara kebingungan. Terlihat dari matanya yang terus saja berkedip.
Menelan ludah lantas berkata,
"Ba-baiklah. Saya akan memberikan jawabannya besok," putus Amara akhirnya.
Galang tersenyum mendengarnya, bersikap sedikit memaksa tak masalah. Asal dia bisa memiliki Amara seutuhnya. Lantas, perlahan-lahan dia semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Amara yang masih dalam genggamannya.
'Pak Galang mau ngapain?' Lantaran takut dan seakan tubuhnya membeku, Amara cuma bisa memejamkan matanya erat-erat.
Di detik berikutnya, dia merasakan benda kenyal yang terasa hangat menempel di keningnya cukup lama. Galang melabuhkan kecupan di dahi gadis itu.
Kelopak mata Amara perlahan terbuka setelah Galang mengakhiri kecupannya.
Hal yang baru pertama kali terjadi di hidupnya. Seorang pria mencium keningnya, dan itu rasanya begitu hangat. Seakan ribuan kupu-kupu menggelitik hati Amara.
"Ingat. Jangan membuat saya menunggu lama. Oke?"
Sekali lagi Amara hanya mampu menganggukkan kepala. Dia masih berusaha menyadarkan diri dari semua ini.
###
Hola! Hola! Kok, sepi sih??🤣 Kayaknya enggak ada yang terhibur sama ceritaku🙈makanya enggak ada yang ngasih vote atau pun dukungannya 😭😭 sedihnya, huhuuu...🤧🤧 Nge-vote setiap seminggu sekali gak masalah donk... itung-itung aku ngerasa dihargai sama kalian😌 Maafkan klo saya terlalu banyak meminta:")
Atau penulis nya udah keabisan ide utk kelanjutannya?
sayang klo ga sampe abis n ending yg entah itu happy or sed ending.
setidaknya di selesaikan dulu sampe finish. jangan ngegantung.