Huang Se Se, Putri keluarga kaya yang lahir di tahun 2200. Gadis cantik yang memiliki ilmu bela diri dan pengobatan. Dia adalah seorang pemimpin pasukan khusus di sebuah organisasi militer.
Pada malam pernikahannya, dia diberi obat bius oleh suaminya. Dia meninggal dalam penyesalan dan membawa dendam yang sangat besar.
Gadis itu mengira kehidupannya telah berakhir, namun saat dia membuka matanya, dia mendapat kesempatan baru untuk hidup di dunia yang berbeda, status yang berbeda, tubuh yang berbeda tetapi dengan nama yang sama.
Huang Se Se dilahirkan kembali ke tubuh seorang putri Perdana Menteri di jaman ribuan tahun yang lalu. Putri yang dirumorkan sombong dan angkuh.
Dia mendapat perintah dari Kaisar untuk menikah dengan Raja Wei yang terkenal dengan sifat kejam dan sadis.
Hidupnya penuh dengan luka, banyak orang yang ingin mencelakai dan membunuhnya. Ibu tiri dan kedua adik tirinya selalu mencari cara untuk membuatnya menderita.
Bagaimanakah perjalanan hidupnya?
Yang penasaran ayo segera dibaca ✌
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Win, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengadilan
Se Se memejamkan matanya saat melihat kursi itu mengarah ke tubuhnya. Dia sudah membayangkan rasa sakit yang akan diterimanya jika kursi itu mendarat ditubuhnya.
"BRAKKKK!!! "
Suara keras dari kursi yang hancur sudah terdengar, namun rasa sakit itu tak kunjung tiba.
"Kenapa tidak sakit?" pikirnya dalam hati.
Se Se membuka sebelah mata nya dan mengintip untuk mencari tau apa yang telah terjadi.
Flashback
Yu kembali ke kediaman Raja Wei, dia melaporkan kepada tuannya bahwa Tuan Besar Hong melaporkan kasus pembunuhan putranya ke pengadilan. Dan saat ini Putri Huang sudah dibawa ke pengadilan karena menjadi tersangka dalam kasus itu.
Raja Wei yang mendengar kabar itu merasa gelisah dan cemas. Dengan cepat dia berlari menuju kandang kuda dan memacu kuda itu menuju pengadilan. Tidak berapa lama, dia sudah sampai di depan pintu pengadilan.
PIAKKK...!!!
Terdengar suara tamparan saat Raja Wei baru saja melompat turun dari kudanya. Hatinya semakin gelisah memikirkan apa yang sedang terjadi disana. Dia berlari menerobos keramaian didepan pintu pengadilan dan segera masuk ke ruangan itu.
Saat ini, di depan matanya terlihat seorang gadis yang tengah duduk di lantai, gadis itu memegang pipinya. Mata gadis itu terlihat sedang menahan amarah yang hampir meledak.
Seorang pria sedang berdiri memegang kursi kayu di hadapan gadis itu. Pria itu mengayunkan kursi kayu ke tubuh sang gadis.
Raja Wei menahan kursi itu dengan menyilangkan kedua tangannya. Kursi itu hancur terbentur lengan kokoh yang tengah melindungi sang gadis.
********
Se Se membesarkan bola matanya melihat sosok pemuda yang berdiri didekatnya. Dari lengan pemuda itu mengalir darah segar yang menetes ke lantai.
"Ya... Yang... Mulia...!!" ucapnya terbata-bata menyaksikan hal luar biasa yang menurutnya tidak akan pernah terjadi walau dalam mimpi.
"Pria sombong dan angkuh, pria yang tidak memiliki perasaan untuk siapapun didunia ini. Pria itu... saat ini sedang berdiri disini dan melindungiku dengan tubuh nya." ucap batin Se Se tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.
Raja Wei mengeluarkan pedangnya, pria itu mengarahkan ujung pedangnya ke leher Tuan Besar Hong yang sedang menatapnya dengan mulut menganga.
Tuan Besar Hong ketakutan, dia segera berlutut dan membenturkan kepalanya kelantai berulang-ulang memohon ampun pada Raja Wei. "Yang Mulia.... Maafkan hamba, hamba tidak bermaksud melukai Yang Mulia. Mohon ampuni nyawa hamba!"
Hakim Bao berdiri dari posisi duduknya, dia segera berlutut memberi hormat pada Raja Wei yang terkenal dengan kekejamannya. Pengawal dan penonton yang ada disana ikut berlutut ketakutan.
Mata Raja Wei memperlihatkan hasrat seorang pembunuh yang sedang haus darah. Wajah dinginnya seolah memperingatkan orang lain untuk menghindarinya.
"Yang Mulia..."
Se Se memanggil Raja Wei dengan suara berbisik. Wajahnya seakan memohon untuk tidak membuat masalah baru. Dia takut pria itu akan membunuh Tuan Besar Hong dihadapan orang sebanyak ini.
Se Se menarik-narik pelan ujung lengan baju pria itu. Raja Wei mengalihkan pandangannya ke wajah gadis itu. Dia melihat bekas darah diujung bibir nya.
"Aaahhh...! Aku terlambat lagi." ucapnya dalam hati dengan perasaan bersalah yang amat dalam.
Raja Wei menurunkan pedangnya. Dia menatap wajah gadis didepannya dengan perasaan pilu. Darahnya terasa mendidih melihat wajah itu kembali dihiasi jejak jari tangan pria.
Dia mengepal erat tangannya menahan keinginan untuk menebas tangan pria yang sudah menampar wajah gadis itu.
Ye Yuan dan Tuan Huang baru sampai dipengadilan. Mereka bertanya-tanya apa yang sedang terjadi? Kenapa semua orang berlutut gemetaran diatas tanah.
Saat melihat pemuda yang menutup sebagian wajahnya dengan topeng, mereka segera menyadari apa yang dilakukan orang-orang ini. Tuan Huang dan Ye Yuan melangkah ke tengah ruangan dan memberi hormat pada Raja Wei.
"Hormat kami pada Yang Mulia Raja Wei."
Raja Wei mengulurkan tangannya, tangan kiri ke belakang leher dan tangan kanan ke lipatan bawah lutut gadis itu. Dia menggendongnya dan berjalan keluar dari ruang pengadilan.
Hakim dan semua orang disana hanya tertegun tanpa berani mengeluarkan suara. Raja Wei membawa gadis itu masuk ke kereta kuda keluarga Huang.
"Huang Ye Yuan, kereta kuda ini akan saya gunakan. Tolong bawa kuda itu ke kediaman anda." ucap Raja Wei sambil menatap ke arah kudanya.
Ye Yuan mengangguk mengerti dan menyuruh kusir untuk mendengarkan perintah dari Raja Wei.
Raja Wei membawa Se Se masuk ke dalam kereta. Dia meminta kusir menjalankan kereta dengan pelan dan hati-hati.
"Yang Mulia... Apa tangan Anda baik-baik saja?" tanya Se Se.
Raja Wei diam tak menjawab.
"Yang Mulia... Apa Anda masih marah?" tanya gadis itu lagi sambil memiringkan sedikit kepalanya dan menatap mata Raja Wei.
Raja Wei masih terdiam tanpa menjawab namun matanya melirik ke mata gadis didepannya.
"Yang Mulia... Apa Anda marah pada saya?"
"....."
Raja Wei masih tidak menjawab. Dia masih terdiam dan menatap lekat wajah gadis itu.
"Yang Mulia..."
Ucapan gadis itu terhenti. Bibir pria itu menutup bibirnya yang masih ingin berbicara.
"Cup!!"
Kecupan yang hanya beberapa detik itu berhasil membuat sang gadis membisu.
Wajah gadis itu memerah, dia mengedipkan matanya beberapa kali dan menelan air liurnya. Sesaat kemudian dia tersadar dan membesarkan matanya menatap Raja Wei.
"Ka... kamu!!"
ucapan sang gadis kembali terhenti.
"Cup!!"
Raja Wei kembali menempelkan bibirnya.
"BRUKKK!"
Se Se mendorong tubuh Raja Wei, dia menutup bibirnya dengan tangan.
"Dasar mesum, tidak tau malu, hidung belang" maki Se Se yang merasa kesal karena ciuman pertamanya dicuri oleh Raja Wei.
Raja Wei tersenyum, dia mendekatkan bibirnya ke telinga gadis itu dan berbisik, "Jika kamu terus bertanya, aku akan menutup mulutmu lagi dengan menggunakan bibirku."
Raja Wei menjauhkan wajahnya dari sana dan menatap wajah Se Se. Dia tersenyum lebar dan kemudian melanjutkan kata-katanya.
"Tentu saja kamu boleh terus berbicara jika kamu menyukai ciumanku"
Se Se mendorong tubuh pria itu lagi. Dia merasa wajahnya akan segera mirip kepiting rebus. Dia memalingkan wajahnya dan memejamkan matanya yang terlalu lelah menghadapi hari ini.
"zZzZz...."
Raja Wei tersenyum melihat gadis itu tertidur dengan lelap disaat seperti ini. Setelah semua hal buruk yang terjadi padanya, dia masih bisa tertidur dalam hitungan detik.
"Gadis ini, apa dia tidak tau jika tidur didepan seorang pria itu sangat berbahaya?" ucap Raja Wei dalam hati.
Kereta kuda sampai didepan gerbang, Raja Wei dengan hati-hati membawa gadis itu dalam gendongannya menuju ke kamar.
"Nona...!" ucap Ling er yang panik melihat Raja Wei menggendong nona nya.
Dia segera mendekat dan membuka tirai tempat tidur. Raja Wei membaringkan gadis itu dengan pelan.
"Apa disini ada obat untuk luka luar?" tanya Raja Wei pada Ling er.
"Ada Yang Mulia, akan segera saya ambilkan."
"Bawakan air hangat juga!" sambung Raja Wei.
Tidak lama kemudian Ling er membawa air dan obat luka untuk Raja Wei. Dia meletakkan ember berisi air diatas meja yang terletak disamping tempat tidur.
Raja Wei mengeluarkan sapu tangan dan membersihkan noda darah di bibir Se Se. Dia membilasnya dengan air hangat dan kemudian membersihkan tangan sang gadis yang dipenuhi luka lecet akibat terjatuh kelantai.
Selesai membersihkan, Raja Wei mengoleskan obat pada luka luka itu.
"Tok Tok Tok..."
Suara pintu diketuk pelan dari luar.
"Yang Mulia, bisakah saya berbicara dengan anda sebentar?" tanya Ye Yuan yang baru masuk keruangan itu.