NovelToon NovelToon
Black Rose

Black Rose

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Hamil di luar nikah / Dark Romance / Cintapertama / Konflik etika
Popularitas:809
Nilai: 5
Nama Author: Phida Lee

Cinta seharusnya tidak menyakiti. Tapi baginya, cinta adalah awal kehancuran.

Yujin Lee percaya bahwa Lino hanyalah kakak tingkat yang baik, dan Jiya Han adalah sahabat yang sempurna. Dia tidak pernah menyadari bahwa di balik senyum manis Lino, tersembunyi obsesi mematikan yang siap membakarnya hidup-hidup. Sebuah salah paham merenggut persahabatannya dengan Jiya, dan sebuah malam kelam merenggut segalanya—termasuk kepercayaan dan masa depannya.

Dia melarikan diri, menyamar sebagai Felicia Lee, berusaha membangun kehidupan baru di antara reruntuhan hatinya. Namun, bayang-bayang masa lalu tidak pernah benar-benar pergi. Lino, seperti setan yang haus balas, tidak akan membiarkan mawar hitamnya mekar untuk pria lain—terutama bukan untuk Christopher Lee, saudara tirinya sendiri yang telah lama mencintai Yujin dengan tulus.

Sampai kapan Felicia harus berlari? Dan berapa harga yang harus dibayar untuk benar-benar bebas?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phida Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33

Setelah insiden memalukan di Namsan Tower, dorongan hormonal Lee Yujin tidak mereda, tidak juga melunak. Justru sebaliknya, ia semakin menguat, mengakar dalam dirinya, dan menjadi desakan yang tak terkendali. Sensasi ini bukan lagi kebutuhan emosional yang mendalam, bukan lagi kerinduan akan cinta dan kasih sayang, melainkan desakan fisik yang murni dan mentah, seperti rasa lapar yang tak terpuaskan, seperti dahaga yang membakar tenggorokan.

Kini, bukan hanya makanan aneh dan eksotis yang menjadi ngidamnya, bukan hanya rasa asin kimchi yang ia dambakan. Tubuhnya mulai mendambakan satu hal lagi, sesuatu yang lebih spesifik, lebih intim, dan itu adalah kehadiran fisik Christopher Lee, khususnya sentuhan yang menenangkan, sentuhan yang memberikan rasa aman, yang disimbolkan melalui ciuman.

Dua hari setelah insiden di Namsan, Christopher menemukan Yujin di perpustakaan kampus, tempat yang biasanya ramai dengan mahasiswa yang belajar dan membaca. Namun, Yujin tampak terasing, duduk di balik rak buku tebal yang menjulang tinggi, wajahnya tegang dan pucat, matanya menunjukkan kelelahan yang mendalam, seolah ia tidak tidur selama berhari-hari.

Christopher mendekat perlahan, suaranya pelan dan penuh perhatian, takut mengganggu Yujin yang tampak rapuh. "Yujin, aku minta maaf atas kejadian di Namsan waktu itu. Aku tidak bermaksud membuatmu tersinggung, aku hanya..."

Yujin mendongak, matanya lelah dan kosong, menatap Christopher dengan tatapan yang sulit diartikan. "Tidak apa-apa, Oppa. Aku yang seharusnya minta maaf. Pikiranku sedang tidak stabil, aku sedang tidak bisa berpikir jernih."

Christopher duduk di depannya, di kursi kosong yang tersedia, menatap Yujin dengan tatapan serius, mencoba memahami apa yang sedang terjadi di dalam dirinya. "Tapi, Yujin, kau harus mengerti. Aku tidak bisa bersikap seperti kekasihmu, aku tidak bisa memberikanmu apa yang kau inginkan. Aku harus menghormati Jiya, aku tidak bisa mengkhianati persahabatan kita."

Tiba-tiba, saat Christopher menyebut nama Jiya, dorongan yang mendesak itu menyerang Yujin, menghantamnya seperti gelombang tsunami. Itu adalah kebutuhan biologis yang kuat, yang mengabaikan logika, rasa malu, dan rasa bersalah. Ia merasa seperti sedang dikendalikan oleh kekuatan yang lebih besar dari dirinya.

Yujin membungkuk sedikit ke depan, wajahnya mendekat ke Christopher, matanya terpaku pada bibir Christopher yang tampak lembut dan menggoda. "Christopher Oppa, bisakah... Kau mendekat sedikit? Aku ingin mengatakan sesuatu."

Christopher terkejut dengan permintaan Yujin yang tiba-tiba, tetapi ia menurutinya, merasa penasaran dan khawatir. Ia mencondongkan tubuhnya dengan tatapan kebingungan. "Ada apa? Ada yang ingin kau katakan? Apa kau baik-baik saja?"

Yujin tidak menjawab, ia hanya terus menatap bibir Christopher, rahangnya yang tegas, dan kehangatan dari wajahnya. Ia membutuhkan konfirmasi keamanan itu, ia membutuhkan sentuhan Christopher, ia membutuhkan ciuman itu.

Tanpa berkata-kata, Yujin mencium Christopher, menyerah pada dorongan yang tak bisa ia kendalikan. Ciuman itu cepat, impulsif, dan kuat, seperti sambaran petir di siang bolong. Ia menekan bibirnya pada bibir Christopher, seolah ia sedang menyerap kedamaian dari pria itu, seolah ia sedang mengisi kekosongan di dalam dirinya. Ia mencium Christopher dengan penuh hasrat, dengan penuh kerinduan, dengan penuh keputusasaan.

Christopher membeku, terkejut dengan tindakan Yujin yang tiba-tiba dan tak terduga. Di perpustakaan yang senyap, di antara rak-rak buku yang menjulang tinggi, jantungnya berdebar liar, berpacu dengan kecepatan yang tak terkendali. Ia merasa seperti sedang melakukan kesalahan besar, tetapi ia juga merasa tertarik pada Yujin, pada hasratnya, pada kelembutannya.

Yujin melepaskan diri, merasa sedikit tenang setelah melampiaskan dorongan yang mengganggunya.

Christopher menatapnya, matanya membelalak, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. "Yujin... apa maksud semua ini? Kenapa... Kenapa kau menciumku? Apa kau menyukaiku?"

Yujin memegang dahinya, mencoba menstabilkan dirinya, dan mencoba mengendalikan emosinya. "A-aku... tidak tahu, Oppa. Maafkan aku. Aku hanya... merasa sangat membutuhkannya, aku tidak bisa menahannya. Tolong jangan bahas itu, ya?"

Yujin kembali berpura-pura membaca buku, mencoba mengabaikan Christopher, mencoba melupakan ciuman itu. Tetapi Christopher tidak bisa lagi fokus pada bukunya, pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan dan keraguan.

𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘢 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘭𝘢𝘮𝘪 𝘬𝘳𝘪𝘴𝘪𝘴 𝘦𝘮𝘰𝘴𝘪𝘰𝘯𝘢𝘭 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘯𝘦𝘩? 𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘬𝘶? 𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶?

Christopher memilih untuk percaya pada interpretasi yang paling optimis, mencoba melihat sisi positif dari situasi ini. Ia mengabaikan rasa bersalahnya pada Jiya, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia tidak melakukan kesalahan apa pun. Ia fokus pada Yujin yang tampak rapuh, mencoba memahami apa yang sedang ia alami. Ia menyimpulkan bahwa Yujin membutuhkan sentuhan aman darinya, membutuhkan perlindungannya, terlepas dari label hubungan mereka.

Siang harinya, saat Christopher mengantar Yujin ke gerbang Fakultas Desain, mereka berjalan berdampingan, menjaga jarak yang canggung. Selama berjalan, mereka tidak berbicara, hanya saling diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Saat melewati air mancur kampus yang ramai, di mana aroma bunga chrysanthemum menguar di udara, memabukkan dan memikat, dorongan aneh itu datang lagi pada Yujin, menyerangnya dengan kekuatan yang lebih besar dari sebelumnya.

Yujin menghentikan langkahnya, meraih lengan Christopher dengan erat, mencoba menahannya.

"Christopher Oppa," Yujin berbisik, nadanya dipenuhi permohonan yang mendesak.

Christopher, yang sudah siaga, melihat tatapan aneh dan menuntut di mata Yujin, tatapan yang membuatnya khawatir. "Ya, Yujin? Kau ingin makan lagi? Apa kau lapar?"

"Tidak. Aku... Aku ingin ciuman di dahi," pinta Yujin, wajahnya memerah karena malu, merasa bersalah dan bodoh.

Christopher tertawa, bingung campur geli, tak tahu bagaimana harus bereaksi. "Yujin, ini di tempat umum! Ada banyak orang di sini, mereka akan melihat kita!"

"A-aku tidak peduli," desak Yujin, nadanya kembali menunjukkan keputusasaan. "Aku benar-benar membutuhkannya, Oppa. Sebentar saja. Jika tidak, kepalaku terasa akan pecah, aku tidak bisa menahannya."

Christopher melihat betapa pucat dan seriusnya Yujin, melihat ketakutan yang nyata di matanya, dan ia tidak bisa menolaknya. Ia merasa iba pada Yujin, merasa bertanggung jawab atas keadaannya.

𝘔𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘪𝘯𝘪 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘳𝘪𝘴𝘪𝘴 𝘱𝘴𝘪𝘬𝘰𝘭𝘰𝘨𝘪𝘴𝘯𝘺𝘢, 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘵𝘶𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘧𝘪𝘳𝘮𝘢𝘴𝘪 𝘴𝘦𝘯𝘵𝘶𝘩𝘢𝘯, 𝘱𝘦𝘳𝘭𝘪𝘯𝘥𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯, 𝘥𝘢𝘯 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘢𝘮𝘢𝘯. 𝘈𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘵𝘶𝘯𝘺𝘢, 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢.

Christopher mengalah, menyerah pada permintaan Yujin yang aneh dan tak terduga. Ia menarik Yujin sedikit ke balik pohon rindang yang besar, mencoba menyembunyikan mereka dari pandangan orang lain, ia menangkup wajah Yujin dengan kedua tangannya, dan mencium dahi Yujin dengan lembut, dan penuh kehati-hatian.

Yujin memejamkan mata, menikmati sentuhan Christopher yang menenangkan, merasakan kehangatan bibirnya di dahinya. Begitu Christopher mundur, ia menghela napas lega, merasa tenang dan stabil.

"Terima kasih, Oppa," Yujin berkata, nadanya kembali datar dan normal.

Christopher menatapnya bingung, tak mengerti apa yang sedang ia alami. "Yujin, kau harus berjanji, kau akan jelaskan semua masalahmu padaku. Aku pasti akan membantumu, aku akan melakukan apa pun untukmu."

"Tidak sekarang, aku janji," kata Yujin, tahu ia berbohong, tahu ia tidak akan pernah bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi padanya.

-🐥-

Sore itu, Christopher duduk di kursi mobilnya, memegang ponsel di tangannya, mencoba menenangkan diri. Logika dan emosinya bertarung hebat di dalam dirinya, menciptakan kekacauan yang tak terkendali.

𝘠𝘶𝘫𝘪𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘵𝘶𝘵𝘶𝘱 𝘬𝘪𝘯𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘦𝘯𝘵𝘶𝘩𝘢𝘯, 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘢𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘩𝘢𝘵𝘪𝘢𝘯𝘬𝘶. 𝘐𝘯𝘪 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘴𝘪𝘯𝘺𝘢𝘭 𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱𝘢𝘯, 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘬𝘦𝘴𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢𝘯𝘺𝘢. 𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘤𝘢𝘳𝘢𝘯𝘺𝘢. 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘬𝘪𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢.

Christopher memilih untuk percaya bahwa Yujin menyukainya, bahwa ia memiliki perasaan padanya, tetapi trauma dan rasa bersalah pada Jiya menahannya, membuatnya takut untuk bertindak.

Christopher memutuskan. Ia akan menuruti semua permintaan Yujin, ia akan memberinya kenyamanan, ia akan menjadi benteng Yujin sampai Yujin siap membuka diri dan mengakui kebenarannya. Ia akan menjadi kekasih bayangan, pelindung, dan pahlawan bagi Yujin.

Christopher menelepon Yujin, dengan nada ceria yang dipaksakan.

"Yujin, aku ada di depan rumahmu. Aku bawakan croissant cokelat kesukaanmu. Sebagai imbalan, aku ingin menciummu di pergelangan tangan, bolehkah? Hehe," Christopher bergurau, mencoba meredakan ketegangan di antara mereka.

Yujin tertawa pelan dari ujung telepon, suaranya terdengar lebih ceria dari sebelumnya. "Dasar gila. Baiklah. Aku tunggu. Tapi hanya ciuman di pergelangan tangan ya, Oppa."

Christopher tersenyum, merasa lega dan senang. Ia merasa dibutuhkan oleh Yujin, dan perasaan itu mengalahkan semua kekhawatiran dan rasa bersalahnya.

Ia tidak tahu, ia sedang menjadi pemuas sementara dari dorongan biologis Yujin, dan setiap sentuhannya, setiap ciuman yang ia berikan atas dasar kebaikan dan cinta, sedang diamati, direkam, dan dimanipulasi.

Sementara itu, Lee Lino, di tempat persembunyiannya yang gelap dan sunyi, telah menerima serangkaian foto yang diambil oleh mata-matanya, foto-foto yang menggambarkan Yujin dan Christopher di perpustakaan, foto Christopher mencium dahi Yujin di air mancur kampus.

Lino tersenyum sinis, merasa puas dengan apa yang ia lihat.

"Bagus, Christopher. Nikmatilah peran pahlawanmu, nikmatilah kebahagiaanmu. Semakin intim kalian terlihat, semakin besar kehancuranmu saat rahasia itu terbongkar, semakin sakit hati Yujin. Semakin kau menciumnya, semakin yakin aku, bahwa dia akan kembali padaku saat kau meninggalkannya karena kehamilan itu, saat kau menyadari bahwa dia adalah beban bagimu."

Lino menekan tombol kirim, mengirimkan foto-foto itu secara anonim ke beberapa forum online kampus, dengan judul yang provokatif dan menyesatkan. Drama harus segera mencapai klimaks, kehancuran harus segera dimulai.

.

.

.

.

.

.

.

— Bersambung —

1
Dian Fitriana
up
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!