I Ketut Arjuna Wiwaha — atau Arjun, begitu orang-orang memanggilnya — pernah jatuh dalam perasaan yang salah. Cinta terlarang yang membuatnya kehilangan arah, membuat jiwanya hancur dalam diam.
Namun, saat ia hampir menyerah pada takdir, hadir seorang gadis bernama Saniscara, yang datang bukan hanya membawa senyum, tapi juga warna yang perlahan memperbaiki luka-lukanya.
Tapi apakah Saniscara benar-benar gadis yang tepat untuknya?
Atau justru Arjun yang harus belajar bahwa tidak semua yang indah bisa dimiliki?
Dia yang sempurna untuk diriku yang biasa.
— I Ketut Arjuna Wiwaha
Kisah cinta pemuda-pemudi Bali yang biasa terjadi di masyarakat.
Yuk mampir dulu kesini kalau mau tau tentang para pemuda-pemudi yang mengalami cinta terlarang, bukan soal perbedaan ekonomi tapi perbedaan kasta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27.
"Enggak maksudnya itu kak Raspati bilang dan Lo juga bilang kalau percaya sama gue kan ya? Jadi Lo benar-benar percaya sama gue?" tanya Juna yang mengunci tatapan mata mereka, Sanis terpaku dengan tatapan mata elang Juna sekarang. Hati Sanis bergetar membuatnya tertegun mendengar pernyataan dari cowok itu.
"Kak Ras bilang gitu?" Juna menganggukan kepalanya sambil tersenyum dan memakan telur buatan Sanis.
"Ya, Lo kan temen gue. Jadi gue gak salah kan ya kalau percaya sama Lo." Sanis tersenyum senang mengakuinya dan lesung pipinya membuat semakin manis.
Gadis itu menuangkan saus di telur Juna, cowok itu kaget dengan Sanis yang menuangkan saus sambal pulak.
"Nis, sudah. Gue gak bisa banyak makan saus " tolak Juna yang menjauhkan saus itu. Sanis hanya tertawa karena membuat cowok itu kesal.
"Jawaban yang terlalu klise," jawab Juna pada Sanis yang tersenyum padanya.
"Kan Lo minta jawaban, jadi gue jawab sesuai dengan pertanyaannya." Juna setuju tapi bukan itu jawaban yang ia inginkan.
"Jawabannya gak sesuai." jawab Juna pada Sanis yang diam dengan jawabannya.
Sanis bingung dengan sikap Juna hari ini, berbeda dengan sebelumnya. Ada sesuatu yang membuat Juna meragukan pertemanan ini.
"Ada apa Jun, apa kak Ras bilang yang aneh-aneh?" tanya Sanis pada Juna yang menatapnya penasaran.
"Tidak," Juna meminum susu yang Sanis buatkan. Rasanya dia bukan temannya sekarang. Sanis masih tetap diam dan rasa khawatir menghampiri hatinya. Ia mencuci piring tadi, sedangkan Juna tetap penasaran dengan gadis itu.
"Udahlah Sanis, ini hanya urusan para pria." Jelas Juna yang menarik tangannya dari rumah. Seperti janjinya kemarin mereka berdua pergi ke mall untuk mendapatkan barang yang di butuhkan.
"Harus banget ke mall?" tanya Sanis pada Juna yang terkekeh kecil mendengar pertanyaan dari gadis ini.
"Terus dimana Nis? Bli Yan sering kesini malah ya. Beli alat lukis untuk anak murid kesayangannya." jawab Juna pada Sanis yang mengikuti Juna ke dalam toko alat kesenian itu.
"Iya gue dapet barang kemarin dari Pak Iyan sih ya, tapi katanya dia dapet dana gitu." Jelas Sanis, memang dirinya mendapatkan dana dari sekolah untuk melanjutkan hobinya tersebut.
"Tapi kenaikan kelas 12 menanti, kita gak dapet dana sepertinya. Tapi lebih dari itu," ucap Juna sambil mengambil beberapa cat warna dan memasukannya kedalam keranjang belanja mereka.
"Beasiswa maksudnya?" Juna tertawa renyah, raut wajah Sanis juga dapat dibaca kalau gadis itu senang.
"Bener banget."
"Tapi Jun ... -"
"Kenapa Lo gak mau lanjutin ke seni?"
"Pengen sih ya, tapi... gue bakalan pisah sama temen-temen." Wajah gelisah karena suatu saat mereka akan berpisah. Walaupun pertemuan itu akan berakhir dengan perpisahan.
"Gak akan pisah kalian, gue akan jamin itu." Juna menatap gadis itu dengan serius, membuatnya tersenyum yakin kepada Juna.
"Gue mau ke bagian buku gambar dulu. " Juna mengangguk setuju padanya, Juna masih tetap berjalan memilih cat warna.
Seseorang sedang memperhatikan mereka berdua yang ada di toko alat seni tersebut. Gadis itu mengambil kanvas kecil, tak sengaja ia menjatuhkan salah satunya.
"Tunggu biar aku saja," seorang cowok mengambil alih kanvas yang jatuh itu.
"Kris?" Cowok itu tersenyum pada Sanis, gadis itu bingung dengan kedatangan Kris ke toko ini.
"Tumben kesini ? Lo kan dapet beasiswa kenapa beli alat lukis?" tanya Kris pada gadis itu yang gugup.
"Ya tahun ini gue gak dapet beasiswa, karena kenaikan nanti." jawab Sanis pada Kris yang mengerti.
"Kita fokus belajar ya, dan gak akan ikut lomba lagi."
"Begitulah."
"Gue selalu nungguin jawaban lo Nis," ucap Kris pada Sanis yang malas jika bertemu dengan cowok ini.
"Denger Kris, apa ada yang kurang sama Arra sehingga Lo nggak pernah bisa balas perasaan dia?" tanya Sanis pada Kris. Temannya itu yang membuat Sanis kesal hari ini.
"Udah gue bilang dia ....-"
"Enggak Kris, Lo gak tau yang sebenarnya terjadi pada Arra."
.....................
"Juna," panggil seorang gadis yang menghampiri cowok itu yang terlihat heran dengan kedatangan gadis ini.
"Dayunda?
"Kebetulan gue cuma jalan jalan aja," jawab gadis ini yang membuat Juna kaget.
Tidak biasanya dia jalan-jalan ke mall dan mampir ke toko alat lukis.
"Gak biasanya Lo kesini, dan Lo bukannya gak suka ya ke toko ini ?" tanya Juna pada Dinda yang tertegun mendengar pertanyaan dari Juna.
"Iya tadi gue i..iseng aja sih Jun, gue lihat Lo disini." jawab Dinda yang sedikit gugup karena di tatap tajam oleh Juna.
Juna tertawa kecil mendengar jawaban dari Dinda, gadis itu tak mungkin sendiri saja ke mall tanpa tujuan. Bahkan setau Juna ia tak suka dengan toko kesenian alat lukis ini.
"Lo kira gue percaya sama Lo? Rasa percaya gue hilang Din, karena saat itu dan juga masalah Lo dengan Sanis. " Jawab Juna yang muak dengan Dinda dan meninggalkannya di tempat cat warna tersebut.
Dinda kaget dengan masalahnya diketahui oleh Juna, apa karena Sanis menceritakan semua padanya?
Sedangkan Sanis yang masih di hadang oleh Kris membuatnya kehabisan akal.
"Nis kan gue udah bilang dia udah ada orang lain buat bahagiainnya, tapi Lo masih gak percaya sama gue?" Sanis menggelengkan kepalanya tak percaya dengan keras kepalanya Kris masih saja bertekad untuk mendekatinya.
"Gue gak mau berurusan sama Lo lagi, jangan sampe persahabatan kita berakhir Kris." ucap Sanis akhirnya dan meninggalkan Kris disana. Cowok itu tersenyum licik.
"Persahabatan tidak akan lengkap jika salah satunya jatuh cinta, dan Lo akan tetap jadi incaran gue."
......................
Ada apa dengan dirinya ini, disini ada Kris yang berkorban untuknya dulu lalu disisi lainnya ada Arra yang mengalah dan Wisnu juga yang tersakiti, sekarang ada Dinda lalu Juna juga.
Semuanya begitu rumit sekaligus tak bisa ia selesaikan sendiri, mereka juga tak ingin berhubungan lagi.
Gadis itu berlari tanpa arah dan dia juga bertemu dengan Juna di depan toko itu lalu mengajaknya duduk di salah satu kedai es krim.
"Nis, Lo gak apa-apa?" Tanya Juna pada Sanis yang menangis di pelukannya, Kris tetap saja mengejarnya dan disisi lain ada Arra yang masih berharap perasaan Kris.
"Juna, apa gue punya karma yang sangat buruk di kehidupan lalu? Sampai-sampai gue mengalami hal sangat sulit seperti ini.
"Bukan begitu Nis, nanti gue jelasin ya. Sekarang kita beli bahan makanan buat makan malam."
"Iya, kita harus beli bahan makanan," mereka pergi ke salah satu swalayan. Sepertinya Juna sangat istimewa hari ini. Tak berhenti tersenyum diam-diam.
"Jun Lo temenin gue di rumah ya, karena mereka belum datang juga." ucap Sanis yang disetujui oleh Juna. Mereka pulang ke rumah Sanis yaitu tempat tinggalnya dengan kakaknya.
"Okeylah,"
Merekapun sampai di rumah Sanis memang benar jika kedua kakaknya sibuk bekerja dan adiknya kata Sanis ada di rumah sepupunya.
Lalu rumah ini sepi, hanya ada Juna dan Sanis, cowok itu tersenyum sendiri dan menganggukan kepalanya lalu tertawa.
Bersambung....