Sera, harus kehilangan calon anak dan suaminya karena satu kecelakaan yang merenggut keluarganya. Niat ingin berlibur malah menjadi petaka.
Sera bersedih karena kehilangan bayinya, tapi tidak dengan suaminya. Ungkapannya itu membuat sang mertua murka--menganggap jika Sera, telah merencanakan kecelakaan itu yang membuat suaminya meninggal hingga akhirnya ia diusir oleh mertua, dan kembali ke keluarganya yang miskin.
Sera, tidak menyesal jatuh miskin, demi menyambung hidup ia rela bekerja di salah satu rumah sakit menjadi OB, selain itu Sera selalu menyumbangkan ASI nya untuk bayi-bayi di sana. Namun, tanpa ia tahu perbuatannya itu mengubah hidupnya.
Siapakah yang telah mengubah hidupnya?
Hidup seperti apa yang Sera jalani setelahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Modus Baru Papa Lio
Mata Maudy terbelalak setelah melihat video yang baru saja Alex kirimkan. Dalam video itu sangat terlihat jelas jika Darren dan Sera, begitu akrab dan sangat dekat.
"Tuh, kan Nyonya apa yang saya bilang, ada udang dibalik batu." Inah tiba-tiba muncul di belakangnya, membuat Maudy tersentak kaget.
"Inah! Kamu itu ngagetin."
Wajah Inah terlihat polos, memandang sang majikan tanpa dosa, sambil memegang kain lap bekas mengelap TV dan lemari.
"Nyonya, gitu aja sudah syok, lah saya Nyonya, pernah lihat mereka tidur berdua gimana saya nggak syok. Pas bilang ke Nyonya malah gak percaya," tutur Inah dengan mulut manyun nya.
Maudy terdiam sambil menghela nafas panjang. Ia berpikir sejak kapan Darren dan Sera dekat, apa selama Sera menjadi ibu susu Lio, dan semenjak itu rasa cinta tumbuh di antara mereka.
"Ya, itukan saya belum lihat bukti. Sekarang saya sudah tahu." Maudy menimpali.
"Jadi Nyonya minta pak Alex untuk mata-matain Tuan? Nyonya ...." Inah menggeleng.
"Ya, wajar dong Inah. Saya lakuin itu karena saya curiga, kenapa Darren tiba-tiba bawa Sera dan Lio. Kira-kira menurut kamu mereka sudah jadian apa belum, ya?"
"Lah, Nyonya tanya saya. Tanya saja Tuan Darren, Nyonya."
"Inah! Saya tanya kamu karena kamu bilang pernah melihat mereka tidur berdua, gimana sih." Maudy memandang kesal.
"Iya juga, ya, Nyonya. Tapi ... menurut Inah ... gak tahu, ya." Inah cengengesan sambil melirik Maudy. Maudy memutar bola matanya malas. "Ah, kamu!"
"Tapi Nyonya, kalau mereka sudah jadian alias pacaran bagaimana?"
"Tahu, ah saya pusing." Maudy, melengos meninggalkan Inah menuju kamarnya.
Inah masih diam, sambil membayangkan jika Sera dan Darren pacaran. Pasti Maudy, melarang dengan memberikan uang kompensasi untuk Sera supaya meninggalkan Darren. Semacam di film-film, tapi tidak tahu apa yang terjadi jika kenyataannya.
"Beginilah kalau cinta berbeda kasta, pasti ujung-ujungnya wanita miskin yang harus mengalah," ujar Inah sambil berjalan ke arah belakang.
Sementara di tempat lain, Darren dan Sera masih berada di belakang hotel. Mereka sedang bernostalgia dengan masa lalunya, tiba-tiba Lio menangis membuyarkan obrolan mereka..
"Oek ... Oek ... Oek ...."
Sera, segera memangku Lio, menimang-nimangnya sambil mengayun-ayun.
"Lio, pasti haus," ujar Darren yang langsung membelakangi Sera, karena tidak mau jika harus melihat benda kenyal yang selalu terbayang olehnya. Selain itu, Darren juga menghalangi Sera dari pandangan orang lain.
"Cepat susui Lio," desak Darren, karena masih mendengar tangisan Lio.
"Lio nggak mau nyusu, mungkin dia pvft," lanjut Sera. "Berbaliklah," katanya kepada Darren. Darren langsung berbalik.
"Pinjam pahamu, aku mau menidurkan Lio sebentar," ucapnya yang mendaratkan Lio di atas pangkuan Darren.
"Eh, kamu mau apa?" tanya Darren ketika melihat Sera membuka celana Lio. Sera mendongak sambil menatapnya datar. "Mau lihat apa benar Lio pvft."
"Tidak! Jangan di sini, nanti kalau pvft yang kuningnya kena celanaku bagaimana?" Belum apa-apa Darren sudah heboh, yang takut kena cairan kuning Lio.
Sera hanya mencebik, dengan santai ia membuka celana Lio sampai bawah, lanjut dengan membuka popoknya, sontak Darren semakin heboh, yang berusaha menjauhkan bokong Lio dari pahanya. Namun, tingkahnya itu bukan menjauhkannya dari cairan kuning malah, membuat cairan kuning Lio berserakan di celananya.
"Ah, akh ... Sera!"
"Suruh siapa kamu tidak diam, jadinya kena celana, kan!" hardik Sera, Lio yang masih berada dipangkuan Darren hanya tertawa, seolah melihat kelucuan ayahnya.
"Sudahlah, t4i bayi itu tidak bau, Lio kan belum makan apa-apa."
"Kamu bilang tidak bau?!" Darren melotot. "Hidung kamu mampet kali, ya. Bau kayak gini juga dibilang wangi."
"Kamu heboh banget sih, gimana kalau ngurus Lio sendiri. Sudah biasa diompolin, atau kena pvft-nya nggak usah lebay, nggak akan merusak celanaku juga."
Sera, melepas popoknya lalu membersihkan bagian intim milik Lio, dengan tisu basah. Lalu, memakaikan Lio celana tanpa popok.
"Kenapa hanya celana?" tanya Darren lagi dengan heboh.
"Popoknya di kamar, aku nggak bawa popok."
"Bagaimana kalau Lio pipis!" Baru saja Darren berkata, rasa hangat mulai meresap kebagian pahanya. Mata Darren membulat, bersamaan dengan bibir Sera yang nyengir kuda.
"Lio pipis?" tanyanya demikian. Darren mendesah, ekspresinya sudah sangat kesal. Secepatnya ia memberikan Lio kepada Sera, tetapi Sera menolak. Bukan tidak ingin, melainkan bajunya bersih sedangkan celana Darren sudah kotor oleh air pesing Lio, Sera, menyarankan agar Darren tetap memangku Lio.
Sera hanya bisa tertawa ketika melihat ekspresi Darren.
"Kamu yang gendong."
"Kamu dong, kamu, kan ayahnya."
"Tapi kami ibu susunya."
"Celanamu sudah terlanjur kena pipis, jadi sudah gendong saja Lio ke kamar," ujar Sera lantas pergi meninggalkan Darren.
Setibanya di dalam kamar, Sera langsung memandikan Lio di atas kasur yang empuk, hanya dengan melap tubuh Lio oleh air handuk yang sudah dibasahi dengan air hangat. Lio, tidak rewel malah bayi itu senang yang mengangkat kedua tangannya ke udara, serta menggerak-gerakkan kedua kakinya naik turun.
Suara bel tiba-tiba berbunyi, Sera yang sedang melap tubuh Lio dengan handuk kering pun menoleh, dan terpaksa berhenti. Sera, memindahkan Lio ke tengah kasur supaya tidak terjatuh jika berguling.
"Lio, tunggu sebentar, ya. Bi Sera mau buka pintu dulu," ucapnya yang menutupi bagian tubuh Lio dengan handuk. Lalu turun dari ranjang berjalan ke arah pintu.
Ketika pintu dibuka, Darren tiba-tiba saja masuk ke dalam, setelah mandi dan mengganti pakaiannya.
Sera langsung menutup pintu lagi.
"Lio, baru beres mandi." Kata Sera seraya berjalan.
"Kenapa tidak langsung pakai baju?" tanya Darren setelah mendaratkan bokongnya di atas depan Lio.
"Ya, kan aku buka pintu dulu," jawab Sera yang sekarang tidak lagi berbicara formal. Karena Sera, sudah tahu siapa Darren dan tidak akan lagi memanggil teman lamanya itu dengan sebutan Tuan.
"Mana, sini biar aku saja yang pakaikan." Darren, ketika meminta pakaian Lio.
"Yakin, mau memakaikan Lio baju, nggak takut di pipisin lagi?"
"Nggak, kalau pipis ya, tinggal mandi lagi aku," katanya membuat Sera terdiam heran. Sebab, sebelumnya Darren begitu marah dan menghindari Lio karena puft di celananya.
Tapi sekarang, Darren melupakan semua itu seakan bukan masalah besar. Sera, memberikan popok Lio, kepada Darren yang langsung Darren pakaikan ke bayi mungil itu. Lalu, Sera memberikan minyak telon supaya Darren membaluri perut Lio dengan telon agar hangat.
"Untuk apa ini?" tanyanya, membuat Sera melongo.
"Kamu tidak pernah menyentuh putramu, ya, sampai-sampai tidak tahu ini apa. Ini telon, baluri perutnya dan punggungnya biar hangat," papar Sera, Darren hanya mengangguk, lalu membaluri perut Lio dengan minyak telon.
"Apa lagi sekarang?" tanyanya.
"Pakaian kaos dalam, dan celana dalam dulu, lalu pakaikan kaos panjang ini dan celana ini," jelas Sera sambil memberikan beberapa pasang baju Lio. Darren, begitu telaten memakaikan semua pakaian itu ke badan putranya.
"Kamu tahu, tidak? Ini pertama kalinya aku memakaikan Lio baju. Aku belum pernah melakukannya," tutur Darren.
Sera tersenyum. "Pantas saja, Lio senang, ternyata ini hal yang langka."
Seketika senyum Darren menciut, lalu melirik Sera dengan tajam. "Langka?"
"Papa yang langka," ejek Sera dengan senyuman.
Darren, yang tidak terima diejek, langsung menarik Sera, ke dalam pelukannya. Dengan tanpa rasa canggung, Darren menggelitik perut Sera, hingga tertawa lepas. Sera, yang merasa geli sampai terpingkal, tubuhnya melorot hingga tertidur di atas paha Darren.
Sedetik tawa keduanya berhenti, ketika Darren sadar jika Sera sudah berada di bawahnya. Keduanya hanya diam dan saling menatap.